The Missing Link O6


06 GILES
*

Saat jam makan, para slav dikumpulkan dan diberi jatah makanan seperti biasa. Sudah tak ada irisan buncis apalagi irisan daging. Semuanya sudah kembali normal. Para slav berbaris panjang untuk mendapat sepiring makanan. Alastair dan Crispin sudah bersedia di meja makan dengan piringnya masing-masing. Crispin yang bersemangat membawa Alastair untuk antri paling depan.

“Hmm, hari ini kentang lada lagi,” kata Crispin setelah sesuap melahap makan siangnya. Alastair sepertinya tak tertarik dengan menunya. Ia masih hanya menghabiskan air minumnya sambil menikmati suara gaduh yang menggema ke seluruh ruangan. Ya, beberapa slav yang berdiri di barisan terbelakang biasanya mulai gaduh ketika takut stok makan menipis. Ini sudah terjadi berhari-hari. Alastair seperti sudah hafal namun masih belum terbiasa.

"Oh," gumam Crispin. Ia lalu menurunkan pandangannnya dari apapun yang tadi dilihatnya.

"Ada apa?"

"Tuan Giles ada di sini. Dia anak kesayangan Ayah," kembali Crispin bergumam. Tangannya kembali sibuk pada piring, menghabiskan jatah makannya. Sementara Alastair masih mengaduk-aduk makanan dalam piringnya dengan malas.

"Dimana?" tanya Alastair balik berbisik.

"Arah jam tiga."

Alastair mengarahkan pandangannya sesuai petunjuk Crispin. Giles ada di sana. Berdiri angkuh hanya karena pakaiannya lebih mahal daripada yang lainnya. Tatapannya begitu merendahkan. Ia seperti sedang mencari sesuatu dalam kerumunan anak-anak yang sedang makan. Alastair melihat semua anak menundukkan pandangan dan seketika sunyi. Bahkan suara berisik jam makan yang tadinya riuh kini menghilang. Ruang makan jelata ini tiba-tiba jadi beradab hanya karena kedatangan seorang bocah yang kelasnya dianggap lebih tinggi.

Giles masih memandangi sekeliling. Sepatu pantofel-nya berderap dengan lantai seraya ia berjalan. Ia mengenakan celana pendek selutut, hitam senada dengan sepatunya. Betisnya dilapisi kaus kaki putih panjang. Ia mengenakan kemeja cream linen dipadu dengan sweater wol yang nampaknya hangat.

Alastair masih memandanginya ketika Giles melintasi mereka. Tanpa terduga, Giles melayangkan tangan kanannya menampar pipi Alastair sampai tersungkur. Crispin panik, tapi ia tak berani berkomentar. Ia hanya menahan kekhawatirannya pada Alastair. Berharap ia baik-baik saja.

"Apa yang kau lihat? Bukankah para slav sudah seharusnya menundukkan pandangan ketika majikan masuk ke ruangan kotor mereka?" kata Giles pedas. Ia mengulurkan tangan kanannya pada tiga orang bocah lain yang menjadi slav pribadinya. Seorang slav segera mengerti apa yang dimaksud Giles. Ia mengelap tangan tuannya.

"Jangan lagi arahkan pandangan kotormu seperti itu padaku. Atau pada orang yang statusnya lebih tinggi darimu. Kau tak perlu berlajar menghafal siapa saja majikanmu. Karena di rumah ini, kalianlah yang paling rendah," tambah Giles. Ia bahkan menaikkan volume suaranya. Seolah dia tengah memberi tahu seluruh ruangan. 

"Kau sudah mengerti posisimu, slav?" tanya Giles. Tapi Alastair hanya diam. Semuanya diam, tak ada yang menjawab. Tangan kanan Alastair menggenggam erat. Kemarahannya memuncak. Pandangannya bertemu dengan tatap khawatir Crispin. Bocah berambut ikal itu menyarankan Alastair untuk tetap diam. Ia memberikan kode lewat gelengan kepalanya. Alastair tersenyum.

"Mengapa tak menjawab pertanyaanku, bodoh. Apa mulutmu sudah berpindah ke tangan, hah?"

Plaak...

Alastair bangkit dan mendaratkan tamparannya di pipi kiri Giles. Bocah itu terhuyung dan nyaris jatuh jika para slav tidak segera menangkapnya.

"Kau!" seru Giles geram.

"Ya. Kau benar, mulutku sudah berpindah ke tangan. Karena itulah tadi jawabannya, Tuan Giles," jawab Alastair tenang. Bocah lain dalam satu ruangan hanya diam memandangi kejadian itu berlalu.

"Jangan memukul orang lain jika kau belum siap dipukul. Aku hanya mengembalikan apa yang kau berikan padaku, Tuan Giles."

"Kau barbar!" seru Giles menahan amarahnya. Ia pergi sambil terus memegangi pipi kirinya. Crispin segera menarik lengan Alastair dan membawanya ke belakang sebelum yang lain menyerbunya. 

"Hey, Pin. Apa yang kau lakukan. Berhenti,"

"Kau gila ya? Kau menampar Giles. Ayah akan menghukummu kalau bocah itu mengadu. Giles sudah menjadi kesayangan ayah selama satu tahun. Lebih baik kau sembunyi saja di kandang kuda, aku akan menyembunyikanmu."

"Pin, kau terlalu khawair. Tenang sajalah. Sekarang katakan padaku, bagaimana tadi aksiku?"

"Jujur saja ya, itu keren sekali."
***

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.