Le Petit Prince[ss]

Sampul buku Le Petit Prince, favorit saya

Kadang menjadi dewasa dan tua secara umur menyebalkan. Menurut saya sih begitu, setidaknya ini yang terjadi dan saya rasakan pada umur 22 tahun. Mungkin karena saya masih begitu kukuh untuk menggenggam tangan si pangeran kecil dari buku Antonie saint de exupery.

Seorang bocah hanya perlu satu alasan untuk tertawa. Itu sudah pasti karena di bahagia. Tapi dewasa sebaliknya, tawa seorang dewasa belum tentu karena dia bahagia. Bisa jadi ia tengah menyembunyikan sebuah luka di balik senyumnya itu. Bisa juga tawa itu hanya sebagai benteng terakhirnya dari orang lain. Sama seperti sebuah topeng. Orang dewasa hanya menggunakan senyum itu sebagai topeng, ya, tak lebih dari itu.

Bukan hanya tawa, tangis pun juga sama. Seorang bocah hanya menangis untuk alasan-alasan sepele. Mungkin saja karena perih di lututnya karena jatuh saat lari-lari bersama temannya. Mungkin saja karena ia tak mendapatkan peranan yang diinginkannya saat bermain rumah-rumahan. Tapi tangis seorang dewasa penuh dengan ego. Luka-lukanya mungkin tak terlihat tapi sakitnya sampai mengiris hati dan bikin ngilu plus perih di mata. Bahkan orang dewasa juga kadang menangis untuk hal-hal tidak penting yang sulit dijelaskan.

Saya bukannya takut menjadi dewasa, hanya saja saya ingin mempertahankan sedikit kegilaan anak-anak. Saya ingin jujur pada diri sendiri, seperti seorang bocah. Saya tidak ingin membohongi orang lain tentang apa yang saya rasakan. Saya juga tidak ingin membodohi diri sendiri dan semakin terjerumus dalam sandiwara yang tak pandai saya mainkan. 

Di umur 22 ini, saya mengharapkan sebuah keajaiban. Keajaiban yang membuat saya berani melangkah karena saya ingin dan pergi karena saya ingin pergi. Keajaiban yang membuat saya menangis jika memang perlu menangis dan tak lagi menutup-nutupi tangisan itu sampai menunggu gelap. Saya ingin orang-orang di sekeliling saya tetap berada di sana dan melihat seberapa bocahnya perempuan ini. Saya ingin tidak peduli dengan tatap merendahkan orang lain, selama saya punya kalian. Meskipun kalian memalingkan wajah dan hanya memunggungi saya. Itu tidak masalah. Itu tidak apa. Saya akan baik-baik saja.

Karena saya tahu, kalian masih ada di sini. Karena saya masih bisa melihat punggung kalian. Terima kasih untuk umur yang sampai saat ini masih Kau berikan, Tuhan. Terima kasih pula untuk umur yang Tuhan berikan pada orang-orang disekeliling saya, meskipun hanya saya lihat punggungnya. Terima kasih sudah menemani saya, Tuhan. Saya tak tahu apakah saya masih bisa jadi manusia jika Tuhan juga memalingkan perhatian dari saya ketika orang lain melakukannya.

Terima kasih.
Adz.


P.S: Limited Edtion

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.