Jangan Baca Tulisan Orang Sakit Jiwa

we are the crazy people.
Just Awesome dSGN by ME

Berharap kebaikan pada manusia memang salah. Memang tidak dianjurkan karena hanya akan berbuah sakit hati. Karena manusia ya hanya manusia yang kemampuannya mentok pada standar manusia. Aku tahu itu dari lama, sehingga aku ga pernah berharap lebih pada manusia lain. Aku lebih senang menyelesaikan apapun seminimal mungkin tanpa pengaruh manusia lain. Aku coba kurangi ketergantungan pada manusia lain. Karena itulah hasilnya adalah aku yang saat ini.

Aku yang tak punya banyak teman baik. Aku yang dikenal hanya karena keangkuhannya tak bergaul dengan orang lain. Aku si katak yang mencoba jadi kutu karena asyik sendiri dengan buku. Aku si pendiam yang hanya muncul untuk menampakkan diri. Aku yang lama kelamaan dihindari manusia lainnya. Intinya, aku yang selalu sendiri atau lebih tepatnya merasa sendiri dan bahagia dalam sendiri itu.

Pada dasarnya aku seolah menghindari pertemuan dengan manusia lain. Aku menghindari pertemuan dengan manusia lain. Aku sangat ogah terlibat dengan kehidupan dan urusan manusia lain. Aku cuek dengan semua itu. Aku tak peduli dengan perayaan ulang tahun, perayaan lulus sidang tugas akhir, memberi hadiah wisuda, ikut berempati karena manusia lain sakit, ikut bahagia saat manusia lain bahagia, ataupun menyampaikan bela sungkawa saat duka. Itu semua adalah aku ini. Aku si apatis. Aku si anti sosial. Aku si sosiopat.

Aku menyadari, bahwa sosiopat tak bisa bertahan apalagi diterima di masyarakat. Apalagi untuk sosiopat stadium akhir yang tak tertolong lagi seperti aku ini. Tapi buatku ini yang terbaik. Sudah habis jatah kebaikanku untuk menganggap semua manusia di dunia ini pasti punya sisi baik. Aku sudah muak berpura-pura empati pada manusia lain yang belum tentu empati balik pada ke-sosiopat-an ku. Kadang aku merasa jadi psikopat akan lebih menarik daripada jadi sosiopat. Psikopat akan dengan mudahnya menghilangkan manusia lain yang menyakiti perasaannya. Itu akan jadi lebih mudah. Karena manusia itu akan hilang bersama sakit hatinya. Tapi aku tak bisa melakukannya. Alih-alih membunuh manusia yang menyakitiku, aku malah diam dan menahan sakitnya. Aku malah mempertanyakan keberadaan diriku sendiri. Aku malah mempertanyakan sebuah alasan di balik tindakan manusia lain padaku. Aku mempertanyakan, apa salahku pada manusia itu? Aku mempertanyakan, apakah aku begitu berbeda dari manusia lain sehingga tak bisa diperlakukan sama? Aku mempertanyakan segalanya sampai deras air mata jadi kering. Aku  terus bertanya tanpa jawab hingga empatiku membusuk bersama waktu.

Ini semua salah kalian. Kupikir kalian akan baik jika aku memperlakukan kalian dengan baik pula. Ya memang kalian baik, jika di depanku. Aku tak berani mengatakan kata yang tepat untuk mendefinisikan apa yang kalian lakukan dan katakan di belakangku. Kasihanilah mulut kalian, kasihanilah empati kalian. Mulut ada di depan seharusnya digunakan dengan sebenar-benarnya. Ngomonglah tentang manusia lain di depan manusia itu. Supaya tidak jadi gunjingan. Toh, kalo di belakang, setiap manusia juga punya lubang yang bisa bunyi juga kan? Ya, lubang itupun punya tempat tersendiri ketika harus terbuka. Di kamar mandi kan?

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.