Where Idiot Should Go

Hari ini atau tepatnya malam ini, saya merasa sangat sensitif. Terlalu drama hingga saya nulis post ini seolah saya sedang menulis live report dari bulan. Jauh dari rumah. Dalam gelap. Melayang-layang tanpa arah jelas. Ditinggalkan gravitasi. Minim komunikasi. Parahnya lagi sendiri. Benar-benar terasa seperti astronot. Dari lama, saya memang selalu merasa tersesat. Dan tulisan-tulisan yang saya buat seolah menjadi report perjalanan yang semoga bisa saya banggakan waktu kembali. Beruntung kuota internet penuh jadi bisa ngeblog.

Yap. Saya di rumah kost, di depan televisi menyala. Cuma ditemani acara talk show yang saya bingung kenapa acara itu disebut talk show. Apa saya yang nonton sambil ndongong ini disebut listen show. Manusia punya telinga lebih banyak daripada mulutnya, tapi mulut bicara tanpa henti dengan sombongnya. Bahkan televisi juga membayar mahal mereka yang lihai bicara. Tak peduli apa yang ia bicarakan, seolah yang penting dia bisa membuat televisi jadi ramai. Noh kan, jadi curhat.

Emergency exit.
Yap, buatku Chapteranian ini adalah jawaban dari judul post kali ini.
Tentunya buatku yaa. Buatmu apa?
Saya tersesat. Saya kecewa? Saya menyesal? Buat apa kecewa, buat apa menyesal atas jalan yang dipilih sendiri. Kaki ini yang melangkah tanpa bertanya. Buat apa. Saya cukup berbahagia menjadi alien di planet bumi indah ini [meski kelamaan semakin rusak]. Awalnya memang merasa kok saya aneh ya daripada manusia lainnya. Hingga bertemu teman-teman alien lainnya yang juga tersesat dan satu frekuensi. Mereka masih jadi teman dan saya berharap masih terus begitu seterusnya. Bertemu zaman SMA rasanya terlalu lambat. Kadang saya bertanya mengapa kami tidak bertemu lebih awal hingga bisa berteman lebih lama. Dari yang saya baca, teman yang sudah tujuh tahun akan menjadi teman sampai tua kakek-nenek. Tapi khusus untuk pertemanan ALIEND, kami hanya akan jadi nenek-nenek bahagia yang mewariskan keanehan kami sampai ke cucu-cicit. Ya, perkumpulan rahasia para alien di bumi disebut ALIEND dengan D, sebuah akronim indah untuk Amazing Loner till the End. See? 

SMA berakhir, ALIEND berpencar mencari markas baru masing-masing. Ada yang menemukan laki-laki normal dan akhirnya menikah secara mengejutkan. Ada yang lulus pendidikan dan memiliki pekerjaan tapi masih saja gila seperti alien. Satu berada di Ibukota, bekerja mapan dan dapat pasangan juga meski belum ada tanda mau menikah. Satu tetap di kota itu, menemukan laki-laki alien dari spesies yang berbeda dengan tingkat kegilaan yang nyaris cocok. Mereka sebentar lagi menikah. Ya, masing-masing dari mereka menemukan alien lain dan membentuk sekutu baru. Lalu aku? Perjalananku atau bahkan aku sepertinya kali ini sangat berbeda dengan mereka. Aku belum menemukan alien lainnya. Atau mungkin di sini tidak ada alien lainnya. 

Ya, puncak dari nyasar ini saya rasa saat berada di tempat ini. Berada di Bandung, terasa seperti di bulan. Kata Ruth B, "My only friend was the man in the moon. And even sometimes he would go away, too." Kata Billie Joe Armstrong, "My shadow's the only one that walks beside me. My shallow heart's the only thing that's beating." Kampret. Bahkan lawakan di televisi-pun ga bisa membuat saya tersenyum. Mungkin keanehan saya sudah kronis. Saya jadi pengin request lagu Coldplay yang Fix You dengan syarat Takahiro Morita yang menyanyikannya. Akustik dan hanya berdua saja tanpa Toru Yamashita [ahaha, saya oportunis]. Now playing: Kasabuta dari One Ok Rock.

Di sini, isinya orang-orang pintar. Di sini, isinya mereka yang ingin selalu berakselerasi. Di sini, isinya mereka yang ambisius. Di sini, isinya mereka yang belajar dengan passionnya. Tapi di sinilah saya ada. Toh tidak semua orang di sini seperti itu. Tapi mereka yang demikian, sebegitu terangnya sampai menyilaukan. Tentu saja silau dan terang beda jauh. Kalau terang itu, kau bisa melihat semua sudut karena cahaya itu membantumu. Tapi kesilauan hanya membutakan mata. Mengejutkan pupil dan menciptakan gelap yang mungkin seperti black hole.

Saya standar lah, IQ cuma rata-rata.
Saya tidak suka diajak berlari untuk mengejar hal yang tidak saya sukai.
Saya bahkan tidak tahu apa itu definisi ambisius sesungguhnya.
Saya punya passion tapi bukan untuk hal yang saya terjebak kini.
Saya ada.
Saya masih sapiens yang punya kecerdasan. Saya menghargai.
Saya masih punya kaki. Meskipun tidak berlari cepat, saya bisa melangkah.
Saya masih punya rasa ingin tahu. Jadi saya bisa cari tahu kata apapun yang tidak diketahui.
Saya masih hidup untuk lakukan yang menjadi passion. 

Meski bukan di sini. Meski bukan sekarang.

Sekarang, saya hanya mencoba yang terbaik untuk menyelesaikan semua yang tertunda. Membereskan hal-hal mangkrak yang terhenti karena saya hindari. Sama seperti bocah yang memisah-misahkan sayuran yang tidak disukainya di pinggiran piring. Saya sudah tidak bocah lagi. Saya sudah 22 tahun, kemarin. Saya gadis perantauan yang tidak punya kesempatan untuk menyingkirkan makanan dari piring. Karena makanan di sini bayar jadi sayang untuk dibuang.


Kembali ke judul di atas, adalah intro untuk album JinseixBoku= dari One Ok Rock [again]. Sebuah pertanyaan yang bagus dan diiringi aransemen epik dari Toru. Seolah saya kembali disadarkan bahwa setiap homo sapiens pasti punya perannya di dunia ini. Meskipun hanya berperan sebagai si hilang, si tersesat, si mager, si loner, si aneh, si gila dan si idiot. Jadi, pertanyaan, where idiot should go akan menjadi introduction yang epik dari sebuah perjalanan besar nan panjang di koridor ini.

Where I should go?


Bandung rasa di Bulan. Plesiran tapi bukan lagi plesir.
19 Mei 2017

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.