Manusia [#2]

Seorang manusia lagi-lagi terduduk. Ia diam tapi pemikirannya meluber ke sekitarnya hingga hinggap di kepala manusia lainnya. Mungkin memang itu tujuannya, agar aku mengisahkannya. Entahlah.

Ya, dia diam dan terduduk. Tapi anomali. Dia merasa benar-benar hidup saat ini. Ketika dua benda yang biasanya menjadi kehidupannya mati, handphone dan laptop. Kedua pelarian dirinya kini hilang. Tapi dia justru merasakan merdeka. Dia jadi melihat lebih banyak di sekitar. Manusia itu jadi melupakan beban dunia yang memang tak seharusnya ia pikirkan lagi. Manusia itu menghirup udara dan merasakannya dengan sangat nikmat. 

Dia menikmatinya. 

Ia menikmati kematian dua hidup duniawinya. Untuk pertama kalinya, ia merasakan sebuah ketenangan. Ia bahagia sambil menuliskan kisahnya di atas selembar kertas dan pena yang lama ditinggalkannya jauh di dalam tas. Ia hanya tersenyum sambil menghela nafas dan melepas pena ketika jemarinya mulai pegal diajak berlari dalam tulisan. Ia hirup aroma parfum orang yang lewat. Ia nikmati diamnya. Ia nikmati pembicaraan penuh tawa dari kelompok-kelompok manusia lain yang duduk di sekitarnya. Sedangkan ia sendiri tanpa teman dunia mayanya. Tapi ia merasa lebih lega. Ia merasa lebih bermakna. Ia merasa menjadi bagian dari senja. Di antara deru kendaraan mereka yang pulang kerja. Di antara kata dalam percakapan manusia lainnya. Di antara kicau burung yang melintas.

Dia merasa mendapatkan perannya. Sebagai diam di antara kebisingan. 

Dalam diam hening diri, ia menemukan makna yang sejati. Selama ia masih ingat Tuhannya, maka ia tahu bahwa tak pernah sendiri. Ada banyak keajaiban dan nikmat Alloh yang menyertainya. Ya tentu saja jika ia mau diam dan menemukannya. Yap. Tidak hanya menunggu untuk ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Dengan senyum lebar menuju maghrib dan waktu berbuka. Ia memejamkan mata sejenak. Hari ini ia berpuasa. Prihatin. Tak ada sesuap makanan ataupun seteguk air yang melewati tenggorokannya. Semua hal duniawi yang dihadapinya hari ini sudah menguras nafsu makan dan air matanya.

Jadi yang tersisa sekarang hanya seorang manusia hampa yang menemukan arti kebahagiaan dari kepingan benda berharga yang masih tersisa dari dia yang hancur lebur. Ia menemukan keyakinannya kembali. Ia menemukan Tuhannya kembali. Dengan tatap dan senyum malu-malu, ia kembali dalam sujud yang sepenuhnya ingin dihaturkan untuk sang pencipta.

Di antara senja dan mendung yang datang bersamaan, ia menemukan kedamaian. Dan menikmatinya.



Bandung, menuju maghrib. 13 Maret 2017.
Setelah hancur kepingan.
Dileburkan.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.