cerita super pendek
Fiksi
Peluk Aku, Gelap
Sebuah roket telah meluncur hari
ini. Jauh menuju kehampaan gelap di antariksa. Kepulan asap putih dari
peluncurannya masih beradu terang dengan malam penuh gemintang. Hembus anginnya
masih berdesir menyapu gemulai lembut rerumputan dan gaun seorang gadis yang
tengah berbaring di atas padang. Warna turquoise
gaunnya kontras dengan hijau tegas rerumputan. Gadis itu memandangi langit,
bola matanya bergerak mengikuti garis lurus yang dibuat dari kepulan asap
roket. Mulutnya masih ternganga, kagum.
Tapi tak sesuara apapun keluar.
Si gadis bangkit, membersihkan
gaunnya. Ia segera menuju skuter yang parkir dekat tempatnya berbaring. Kini
asap knalpot skuternya juga sudah mengepul, siap meluncur. Dalam hati si gadis,
ia tengah menghitung mundur untuk peluncuran kecilnya. Lampu skuter menyala,
sengaja ia nyalakan memang. Bahkan dari pertama ia berbaring di atas padang. Ia
takut kegelapan. Ia takut sendiri dalam gelap. Ia takut kehampaan.
Di perempatan jalan, lampu merah
menyala. Skuter gadis bergaun turquoise
juga berhenti, berjajar sendiri di malam gelap nan sepi. Tak banyak yang
melintas di jalanan kota kecilnya. Sebuah mobil box besar menjajari. Ada logo departemen antariksa di pintu dan box kacanya. Musik menguar dari kaca
mobil yang terbuka. Berkumandang lagu kebangsaan, beriring dengan
disampaikannya pidato apresiasi presiden untuk para astronot yang hari ini
berangkat.
Si gadis disergap diam.
Jantungnya berdegup-degup tak menentu.
Lampu
hijau menyala.
Mobil bergerak perlahan, jelas,
sebuah setelan seragam khusus astronot tersisa di balik box kaca. Hanya satu tersisa dari empat etalase. Mobil itu semakin
jauh. Si gadis masih diam. Namanya tertulis di seragam itu. Dia tinggal ketika
yang lainnya pergi.
Si gadis tetap diam.
Ia matikan lampu skuternya.
Gelap.
***
Bandung rasa Bulan.
Plesiran tapi bukan plesir.
Tidak ada komentar