Manusia [#1]

Manusia yang diam dan mengamati arti sebuah senyum.
Lalu menyadari senyumnya tak seindah senyum manusia ikhlas. Tak seperti dirinya.
Gambar: pexel.com

Di balik semak, seorang manusia duduk diam mengamati. Memandangi sebuah senyum yang sejujur-jujurnya sebuah senyum. Senyuman manusia lainnya, tapi berbeda dengan senyumannya. Senyuman mereka yang benar-benar ikhlas menggantungkan takdir pada Tuhannya. Merasa tersentil. 

Manusia itupun bertanya pada dirinya, kapan ia bisa menjadi lebih dekat seperti mereka? Dia pun ingin tersenyum seperti itu. Bahagia yang hakiki. Dia ingin menjadi orang yang dikehendaki Tuhan mendapat kebahagiaan yang hakiki. Dia ingin kebahagiaan itu. Dia ingin berhenti tersenyum karena harus menutupi pedih. Dia ingin berhenti tersenyum untuk orang lain tapi tidak untuk dirinya. Dia ingin berhenti mengagumi senyum indahnya selama ini. 

Ya, mulutnya tak bisa mengucap keinginannya itu. Ia hanya menuliskannya. Lalu memutuskan untuk mempertajam fungsi senyumannya. Ia mengartikan banyak untuk senyumnya. Sebuah senyum yang fungsional. Sangat praktis. Ia gunakan senyuman sebagai tanda setuju. Sebagai tanda memohon. Sebagai penolakan. Sebagai penutup luka batin. Sebagai pelarian diri. Sebagai tanda kecewa. Bahkan jika bisa, dia ingin senyumannya bisa ia gunakan untuk membunuh manusia lain. 

Bolehkah begitu?

Tentu saja tidak. Sebuah senyuman hanya boleh untuk menunjukkan kebahagiaan, 'kan?



Bandung, 12:18 PM. Di balik semak.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.