[OPINI] Juara Tanpa Mahkota (5 kali)

King without crown

Segala yang berlebihan memang selalu berujung tidak baik. Fanatisme pada apapun termasuk sepak bola. Memang rasanya seperti angin segar ketika Tim Nasional Indonesia dengan ajaib bisa menerobos ke final Piala AFF 2016. Memang ini bukan pertama kalinya, ini kelima kali dan sudah empat kali berakhir sebagai runner up. Dari yang awalnya menghujat, hingga berakhir memuji. Dari yang awalnya ragu, tiba-tiba percaya diri hari ini pasti menang. Banyak ahli prediksi yang muncul ke permukaan. Jelas saja menjagokan Indonesia dan momentum untuk bangkit.

Dari awal, saya sudah pesimis. Dari laga awal yang terseok-seok, setelah satu tahun diskors FIFA, organisasi yang berantakan, liga yang tidak mumpuni dan masih banyak ketimpangan di birokrasi PSSI. Makin pesimis sambil geleng kepala saat tahu Thailand yang menyambut di final. Bisa sampai ke final saja sudah sangat wow prestasi yang tak pernah disangka-sangka. Eh malah penonton ingnnya Indonesia bisa juara. Harapan memang boleh saja. Tapi tidak logis, mungkin terlalu banyak kemakan ungkapan retorik; bola itu bundar. Dengan maksud semua hal bisa terjadi di sepak bola.

Pesimis saya bukan karena tidak nasionalis, hanya saja saya berpikir LOGIS. Sekali lagi, logis ya. Harapan yang terlalu tinggi supaya Indonesia menang seolah terasa tak tahu diri. Perbaiki dulu lah semua kesemrawutan organisasi. Gegara final tahun ini, banyak pihak yang menyebut Indonesia sebagai tim underdog setara Portugal yang mengalahkan Prancis di Piala Euro atau Chelsea saat kampiun liga Champions. Saya nyaris terbaha mendengarnya. Timnas Indonesia bukan mencuri gelar tapi mencuri perhatian. Timnas Indonesia baru berkumpul selama beberapa bulan saja. Beda dengan Timnas Thailand yang sudah berkumpul bertahun-ahun dengan pembinaan terencana.

Tentang bonus milyaran yang dikatakan Presiden sebelum laga, saya kira presiden memang mengada-ada. Mungkin pemerintah memang belum punya dana sebanyak itu hanya untuk bonus atlet berprestasi sehingga Tuhan belum meridhoi kemenangan untuk Timnas Indonesia.

Pada akhirnya, apresiasi saya sebesar-besarnya untuk seluruh pemain yang berlaga dengan tangguh. Piala SFF 2016 memang belum bisa dibawa pulang tapi tim juara sudah terbentuk. Dengan pembinaan dan perencanaan yang matang juga dukungan yang tak terputus, saya yakin Indonesia bisa mewujudkan impian menjadi kampiun se-Asia Tenggara ini. Juga apresiasi untuk coach Alfred Riedl yang mungkin ini kali terakhirnya sebagai coach Timnas Indonesia. Juga apresiasi sebesar-besarnya untuk jajaran coach lainnya. Seluruh kru dan official Timnas Indonesia yang mampu bersiap cepat di segala keterbatasan. Untuk seluruh doa dan dukungan rakyat Indonesia yang luar biasa. Mungkin ini belum saatnya. Tapi tetaplah semangat karena ini baru lima kali, masih ada kesempatan lainnya. Sampai jumpa di Piala AFF selanjutnya.

Lalu apakah kalimat yang sesuai untuk jadi headline koran esok hari? Apa kalimat yang akan diucapkan pembawa acara berita pagi, siang, sore dan malam hari?Apa yang akan dibahas acara review sepakbola tentang final kelima tanpa piala? Semoga ada sebaris dari yang saya tuliskan di awal paragraf sebelumnya. Semoga. Ah media, bermanislah beritanya untuk perjuangan mereka. Jangan sampai mereka yang telah berjuang keras menanggung beban ekspektasi penonton malah menjadi rendah diri. Jangan lupakan perjuangan mereka. Jangan buat mereka merasa habis manis sepah dibuang. Jadilah media yang hebat.


Plesiran, 17 Desember 2016. 21:44




P.S: Opini dituliskan selepas Final Piala AFF 2016 antara Indonesia vs Thailand. Namun baru di-post pada hari ini. Hehehe, kan suka-suka saya. Terimakasih sudah mampir untuk membaca opini saya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.