Bunga di Tepi Jalan


Seorang gadis berjalan melalui setapak menuju rumahnya. Jalannya becek, masih tanah yang jadi lembek setelah tersiram hujan seharian. Bahkan tanah jalanan itu sudah jadi lumpur yang menempel di bawah sepatu si gadis. Coklat dan nodanya terlihat jelas di sepatu putih itu. Si gadis hanya menggerutu tentang sepatunya yang kotor, tentang jalanan yang berlumpur, tentang hujan seharian dan tentang segalanya. Ia mengeluhkan semua hal buruk yang menghampirinya hari ini. Tapi di antara semua gerutuannya itu, ia takjub untuk sesaat. Ia pun menghentikan langkah di hamparan tanaman yang berbunga warna pink yang tengah bermekaran.

Tanaman berbunga itu benar-benar mencuri perhatiannya. Mereka merekah sempurna secara bersamaan, membuat pemandangan indah di tengah kekacauan. Padahal, ia tumbuh di tanah berpasir dan berkerikil. Maklum saja, di seberangnya ada pembangunan rumah. Tapi bunga itu masih mau mekar saja. Padahal, di belakangnya adalah pekarangan kosong tempat orang-orang mengumpulkan sampahnya. Meskipun berpasir, berkerikil dan dekat sampah, bunganya itu masih indah. Si gadis jongkok untuk melihat lebih dekat rimbunnya. Ia mengeluarkan ponselnya untuk mengambil gambar. Bukan hanya itu, tangannya tak bisa menahan godaan untuk mencabut serumpun tanaman itu sampai ke akarnya. Ia berpikir untuk menanamnya sendiri di rumah. Ia bahkan sudah memikirkan pot dan tanah subur untuk menanamnya. Seketika, langkah sebalnya berubah jadi langkah bahagia dengan tanaman berbunga itu di genggaman tangan kanannya.

Seperti yang diharapkannya, gadis itu menanam bunga cantik yang ia temui di pinggir setapak itu. Ia memasukkannya ke pot tanah berwarna bata. Ia tambahkan tanah kompos ditambah pupuk kandang dan sekam bakar. Tak lupa, ia sirami secukupnya. Tanaman itu terlihat senang mendapat tempat baru, setidaknya itulah yang terpikirkan oleh si gadis. Ia mulai berangan-angan bila tanaman itu semakin rimbun dan berbunga lebat. Si gadis bahkan menempatkan pot bunga itu di kamarnya, di dekat jendela. Menghias ruangan dengan sempurna, apalagi dengan bunga-bunga yang masih mekar indah.

Si gadis selalu bersemangat memandangi dan menanti mekarnya bunga dari tangkai yang lain. Sudah seminggu lebih, dan dia tetap menanti. Tapi tak ada satupun yang muncul. Meskipun tanaman itu terlihat bahagia dan daunnya tumbuh dengan subur sampai memenuhi permukaan tanah di pot. Bunganya tak muncul lagi. Bahkan bunga yang pertama juga sudah layu dalam sehari. Si gadis bertanya-tanya. Padahal saat ia melalui jalanan becek, bunga-bunga yang di sana masih terus bermekaran seperti tidak ada putusnya. Sama seperti hujan yang setiap hari selalu mengguyur meski kadang hanya gerimis. Di keesokan harinya, ia membeli pupuk dan langsung ia pupuk pot tanamannya dengan harapan akan mekar indah seperti yang di jalanan.

Satu bulan kemudian, si gadis putus asa. Tanaman yang ia pungut dari pinggir jalan tidak lagi berbunga. Jalanan di sana juga sudah tidak lagi becek. Ini sudah bulan Mei, hujan tidak sesering bulan sebelumnya. Si gadis akhirnya mengeluarkan pot tanaman itu dari kamarnya. Rumpunnya sudah lebih banyak, tapi ia hanya tumbuh daun tanpa berbunga sekalipun. Ia meletakan pot tanaman itu di halaman rumahnya. 

Sore harinya, hujan turun lagi. Setelah seminggu tak turun hujan, akhirnya turun juga. Si gadis ada di rumah, ia menutup jendela kamarnya sambil memandangi pot tanaman yang baru saja ia telantarkan. Hujan sore itu berlanjut sampai senja. Malam yang dingin juga langsung menyambut. 

Dua hari setelah hujan, si gadis terkejut. Sebelum ia masuk ke dalam rumah, ia sempat melihat bakal bunga dari tangkai-tangkai panjang yang menyembul dari rimbunnya daun. Tanaman yang ia ambil dari pinggir jalan akhirnya akan berbunga. Ia bertanya-tanya dan keheranan. Karena di esoknya, bunga-bunga merah muda mulai memenuhi permukaan rimbun hijau.

Saat itu pula seseorang mengatakan nama tanaman yang diambil si gadis itu di pinggir jalan. Namanya Lily hujan. Bunga cantik yang akan mekar setelah terguyur air hujan. Tak peduli itu hujan bulan April, Mei atau Juni, dia pasti mekar. Si gadis tersenyum sambil menyapa tanamannya itu.

"Hai, Lily Hujan," sapanya.

***

Minggu, 10 Februari 2019, 
10:14pm

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.