The Missing Link O5


05 LADY SERAPHINA
*

Alastair tidak bisa tidur, ia hanya diam dan memandangi Crispin yang sudah lelap. Alastair memutuskan untuk keluar ruangan dan duduk di depan gudang istal. Bulan sudah mencembung, malam ini langit bersih tanpa kabut meskipun bintang-bintang tetap tidak terlihat. Semua slav di ruang karantina sudah meninggal. Itulah yang diketahui teman-teman slav lainnya. Tapi Alastair melihatnya sendiri, tidak ada yang meninggal kecuali dua slav yang ditembak oleh si kekar. Lalu mengapa dikabarkan demikian? Kemana para slav dibawa? Alastair terus bertanya-tanya.

“Kau tidak bisa tidur?” tanya Crispin tiba-tiba.

“Ya, sepertinya aku kekenyangan jadi tidak bisa tidur,” jawab Alastair sekenanya. Crispin hanya tertawa mendengar jawaban Alastair. Ia menghampirinya dan duduk di samping Alastair.

“Awalnya aku juga begitu. Saat pertama kalinya temanku meninggal, aku tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan selama satu minggu aku tak bisa tidur nyenyak. Lama kelamaan kau akan terbiasa,” kata Crispin. Alastair hanya mengangguk.

“Apa sakit mereka bertambah parah?” tanya Alastair kemudian.

“Entahlah, kata si pelayan, demam mereka sangat tinggi kemudian satu persatu meninggal di waktu yang nyaris bersamaan. Itu menyedihkan.”

Kemudian hening. Alastair memikirkan semua pertanyaannya dan Crispin sepertinya tengah bersedih karena kehilangan teman. Alastair memahami betul, perasaan Crispin yang penuh kasih sayang dan juga rasa kehilangannya yang dalam.

“Hey Pin, kau bilang sudah berada di rumah ini selama empat tahun kan?”

“Yap.”

“Apa kau pernah bertemu ayah selain di malam pertama kau datang ke rumah?”

“Tidak. Aku hanya melihatnya sekali saat malam pertama. Saat itu aku bahagia sekali bisa bertemu dengannya. Hingga saat ini aku masih menanti saat kembali bertemu dengannya. Tapi sepertinya itu tak akan terjadi. Sudah empat tahun aku berada di istal.”

“Bagaimana kalau kita ingin bertemu ayah?”

“Mustahil seorang slav bisa bertemu dengan ayah. Kau masih belum menyadari posisimu di keluarga ini ya Alastair?”

“Aku harus bertemu dengannya.”

“Kalau begitu kau harus menjadi kesayangannya,” kata Crispin bersemangat.

“Bagaimana cara menjadi kesayangan jika tidak pernah bertemu?”

“Bertemu dengan ayah memang tidak mungkin untuk slav dan pelayan juga tidak akan mengizinkannya. Tapi tidak ada yang salah dengan pertemuan tidak sengaja kan?”

“Pertemuan tidak sengaja?”

“Ya. Kau tiba-tiba muncul di depan ayah. Lalu menatapnya dengan mata turquoise yang indah itu. Ayah pasti tidak bisa menolakmu,” kata Crispin. Ia bahkan memperagakan rencananya. Kini Crispin sedang terduduk di lantai dan memandangi Alastair dengan tatap memelas.

“Apa aku harus menatapnya seperti kau menatapku sekarang?”

“Tentu. Buatlah matamu bercerita. Buat ayah bersimpati dengan tatapanmu. Buat ayah terpana dan akhirnya bersedia meluangkan waktu hanya untuk mendengarkan ceritamu. Lalu dia akan memberimu nama baru sebagai bukti bahwa kau kesayangannya.”

“Hmm, begitu ya?”

“Mudah bukan?”

“Tidak juga. Sepertinya kita bisa hapuskan bagian tatap memelas. Memikirkannya saja aku sudah geli. Mengapa tidak kau saja yang melakukannya, Pin?” Crispin bangkit, kedua tangannya mencengkeram bahu Alastair. Tatapannya juga serius.
“Lihat penampilanmu di depan cermin, Alastair. Kau ini terlalu tampan untuk jadi slav di kandang kuda. Seperti yang kukatakan di awal pertemuan, kau bisa menjadi kesayangan ayah.”

“Ah aku sudah mengantuk. Ayo tidur,” kilah Alastair. Dia bahkan sudah berjalan kembali ke kamar. Meninggalkan Crispin beberapa langkah dibelakangnya dan masih menggerutu.
*

“Pekerjaan kalian hari ini cukup banyak. Bersihkan semua kuda baik kuda kereta maupun kuda tunggangan. Hari ini seorang Lady akan berkunjung. Bersihkan juga lantai istal dan kotoran kudanya. Bersihkan area pacuan dan pastikan semuanya nyaman. Oh, jangan lupa persiapkan pelana dan tali kekang. Tidak ada yang bersantai hari ini. Kerjakan,” kata pelayan yang mengepalai istal.

“Baik,” jawab para slav bersamaan. Alastair dan Crispin segera menuju gudang istal, mengambil alih bagian persiapan pelana dan tali kekang. Pekerjaan yang lebih ringan menurut mereka daripada daftar kerjaan yang tadi sudah dibeberkan. Crispin tersenyum bahagia saat mereka sampai ke gudang lebih dulu daripada slav lain.

“Pergilah, kami yang menangani pelana,” kata Crispin dengan nada sok berkuasa. Alastair hanya tertawa melihatnya beraksi seperti itu.

“Apa pekerjaan slav selalu sibuk seperti ini? Sepertinya aku belum pernah menikmati waktu santai,” tanya Alastair. Crispin duduk di tumpukan boks berisi pelana baru. Ia seperti sedang memikirkan sebuah jawaban. Ia lalu menghela nafas panjang.

“Ya, slav memang selalu bekerja sambil dikejar waktu seperti ini. Apalagi jika seorang tamu spesial akan datang. Pasti tugas akan bertumpuk.”

“Mereka merepotkan saja,” balas Alastair.

“Aku bahagia ketika ada Lady yang datang. Wanginya saja sudah membuatku bahagia.”

“Lady?”

“Ah, karena kau baru jadi aku akan mengajarimu tentang etika pertemuan. Seorang slav tidak diperkenankan untuk menatap langsung para bangsawan dan tuan rumah. Kita harus merendahkan pandangan. Jangan pula menyentuh mereka, itu tidak sopan.”

“Kenapa? Bangsawan juga manusia kan? Lagipula dia tak akan jadi kumal hanya karena satu sentuhan dari slav. Bodoh sekali yang membuat peraturan seperti itu.” Crispin hanya menghela nafas mendengar jawaban Alastair.

“Sudah kuduga, baik fisik maupun jiwa, kau tidak berbakat jadi slav. Tingkat harga dirimu terlalu tinggi untuk ukuran slav, kau bahkan terlihat seperti para bangsawan. Siapa sih kau ini sebenarnya, Alastair?”

“Jika orang lain memperlakukanmu seperti seorang slav, setidaknya kau harus menghargai dirimu sendiri sebagai bangsawan. Itulah kunci agar kau masih punya harga diri sekalipun kau sudah diinjak-injak.”

“Oke, tapi saat ini dan di sini, harga diri itu lebih baik kau simpan. Aku menyukai idemu. Tapi jika yang lain mendengarnya, mungkin kau bisa kena hukum karena disangka menyangkal aturan dari ayah.”

“Dia bukan ayahku,” potong Alastair.

“Oke, katakan pelan-pelan saja. Berbahaya,” bisik Crispin.

“Oke Pin,” balas Alastair ikut berbisik.

“Crispin!” panggil si pelayan dari dalam rumah. Crispin segera masuk untuk memenuhi panggilan itu. Alastair sendirian di gudang. Ia mengangkat sebuah pelana dan membawanya ke istal. Sembari jalan, ia memikirkan bagaimana caranya keluar dari rumah ini. Crispin benar, ia tak bisa sepenuhnya beradaptasi dengan keadaan. Ia tak terbiasa menerima perintah, tidur dibatasi dan berdampingan dengan segala peraturan ketat yang menurutnya konyol. 

Alastair mendengar suara langkah seseorang yang mendekati istal. Dia tetap saja acuh, Alastair tetap melakukan pekerjaannya. Mengelap pelana dan menyiapkan tali kekang sambil menunggu kuda-kuda selesai dimandikan. Alastair kembali ke gudang untuk mengambil pelana baru. Seorang bocah perempuan berlarian menuju ke arahnya.

“Hey, lantainya masih licin,” kata Alastair mengingatkan. Tapi bocah perempuan itu tak menghiraukan peringatannya. Ia terus berlari bahkan bertambah kencang. Dan benar saja, ia menginjak gaunnya sendiri dan terpeleset. Ia nyaris jatuh terbanting ke lantai jika tangan Alastair tak menahannya. Bocah perempuan itu hanya menatap wajah datar Alastair yang tak juga menatapnya. Tatapan Alastair tertuju ke arah lain, seolah menghindari si bocah perempuan.

“Tidak ada slav perempuan di rumah ini. Apakah dia si Lady?” pikir Alastair. Bocah perempuan itu berdiri, Alastair melepas pegangannya. Tapi malah perempuan itu menggandeng lengan Alastair.

“Kau bisa melepaskan tanganku jika sudah baik-baik saja,” cetus Alastair kemudian. Ia memikirkan konsekuensi berat jika ada orang lain yang melihatnya menggandeng sang Lady. Bukan hanya baginya, tapi juga hukuman yang akan dibebankan pada seluruh slav istal.

“Terima kasih,” katanya manis.

“Kau tak akan melepasku?”

“Jika tidak, apa kau bisa menolaknya? Hey, aku sedang bicara denganmu. Dimana etika tatapan matamu? Mengapa kau tidak menatap lawan bicaramu, dasar tidak sopan.” Alastair masih diam saja.

“Jika kau mengizinkanku melihat wajahmu, aku akan melepasmu. Aku janji,” kata sang Lady. Alastair menatap sang Lady seperti yang diinginkannya. Dia bocah perempuan cantik dengan mata bulat. Rambutnya ikal panjang berwarna pirang keemasan. Tingginya hanya sebahu Alastair meski dia sudah mengenakan pantovel dengan hak lumayan tinggi untuk ukuran bocah.

“Siapa namamu? Sepertinya kau anak baru ya? Tumben si Saphiro memungut bocah yang indah. Dengan mata turquoise seindah itu, apa kau adalah anak pungutnya?”

“Aku slav Tuan Saphiro.”

“Sungguh? Aku pelanggan setia tuanmu. Kau berbohong kan?”

“Maksudmu?”

“Kau bukan slav kan? Jangan-jangan kau mencoba menghindariku? Apa kau keponakan Saphiro? Atau kau adalah cucunya? Hey jujur sajalah.”

“Aku benar-benar hanya seorang slav. Karena itu segeralah pergi atau setidaknya jaga jarak denganku. Kau bisa membawa masalah buatku,” kata Alastair ketus. Lady Seraphina melepaskan lengan Alastair.

“Kau slav yang menarik. Kau bahkan berani mengusirku dan menggunakan kalimat informal padaku. Kau benar-benar punya harga diri tinggi. Kau mengagumkan. Siapa namamu?” kata Lady Seraphina dengan senyum manisnya. 

“Jangan bermain-main denganku, Lady. Kau bahkan lebih tahu bahwa seorang slav tidak memiliki hak untuk menyebutkan nama dan berkenalan dengan seorang Lady,” balas Alastair.

“Alastair!” panggil Crispin seraya berlari.

“Alastair, Lady Seraphina menghilang!”

Crispin langsung terdiam melihat Alastair dan Lady Seraphina tengah berduaan di depan gudang istal. Ia terkejut tapi juga bahagia karena melihat sang Lady. Ia seperti menemukan sebuah keberuntungan yang langka. Lady Seraphina tersenyum pada Alastair. Ia menempelkan telunjuknya ke dada Alastair.

“Sampai jumpa lagi, Alastair,” katanya dengan nada manja. Kemudian ia berlari kembali ke dalam rumah. Ia melewati Crispin dan tersenyum manis untuknya.
***

Note Author:
Fiuh, saya lost connection jadi tersendat update. Padahal saya ikutan event #nulisrandom2017 jadinya nulis offline. Entahlah, saya bahkan sudah menyelesaikan lima puluh halaman untuk fiksi yang satu ini. Dinikmati saja, seperti saya menikmati prosesnya, hahaha

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.