The Missing Link 11


11 BANQUET
*

Ivory duduk di samping Giles. Ayah memimpin jamuan makan di ujung meja panjang. Di hadapan Ivory, ada Lady Seraphina dan ayahnya. Juga tiga bangsawan lain berjajar memenuhi kursi. Hidangan mulai tersaji. Ini kali pertamanya Ivory berada dalam acara formal. Para tamu memujinya karena bola mata turquoise yang dikatakan memiliki warna para bangsawan. Ayah hanya terkekeh mendengar semua pujian itu. Akhirnya ia mengenalkan Ivory.

“Tuan dan Nyonya, dia adalah anakku Ivory.” Ivory tersenyum manis sebagai tanda perkenalannya. Lady Seraphina terlihat sumringah melihatnya lagi.

Setelah jamuan makan, para tamu berkumpul di ruang tengah. Sedangkan Giles dan Ivory menemani Lady Seraphina di taman samping rumah. Giles nampak bosan karena Lady Seraphina hanya fokus menggoda Ivory. Tapi ia tak bisa kemana-mana, ia terjebak di sini.

“Jadi, ini kedua kalinya kita bertemu?” tanya Lady Seraphina pada Ivory. Ivory menatapnya dengan mantap. Ia bahkan berlutut di hadapan Lady Seraphina.

“Maafkan kecerobohanku hari itu, Lady,” kata Ivory dengan nada penuh penyesalan. Meskipun ia tak pernah menyesali kejadian itu. Ia hanya mencoba memainkan peran dengan sempurna. Lady Seraphina ikut jongkok untuk menyamakan tingginya dengan Ivory.

“Hey, kupikir kau akan seperti hari itu saja.”

Ivory berdiri, dia mengulurkan tangannya. Lady Seraphina menyambut tangan Ivory yang membantunya berdiri. Keduanya saling menatap. Ivory meletakkan tangan kanannya di depan dada, badannya sedikit membungkuk.

“Izinkan aku mengenalkan diri dengan pantas, Lady.” Lady Seraphina hanya terkikik melihat sikap formal Ivory.

“Namaku Ivory dari keluarga Saphiro,” katanya lagi. Lalu Lady Seraphina sedikit menekuk kakinya dan kedua tangannya menjimit gaun lebarnya. Ia juga melakukan perkenalan.

“Namaku Seraphina dari keluarga Clematines.”

Keduanya kemudian saling lempar senyum, bahkan Ivory mengajak Lady Seraphina untuk bermain di rumah kaca. Giles hanya menatap bosan ke arah mereka sambil menghabiskan tehnya. Tak lama kemudian, mereka keluar dari rumah kaca. Pakaian Ivory terkena lumpur, beberapa slav langsung menghampirinya.

“Apa yang terjadi, Tuan?”

“Sepertinya slav kebun tidak bekerja dengan baik. Rumah kaca bocor dan ada genangan di dalamnya. Nyaris saja Lady Seraphina jatuh karena terpeleset,” omel Ivory.

“Masuklah dan ganti pakaianmu,” kata Giles.

“Memang itu yang akan kulakukan,” balas Ivory menjengkelkan. Lady Seraphina bahkan mengekori Ivory meskipun dia sudah mengatakan hanya akan ganti pakaian. Hal itu membuat Giles semakin jengkel. Tapi ia tak bisa berkata apapun. Hanya memandangi mereka dengan kesal.
*

Ivory masuk dan Lady Seraphina masih membututinya bersama dua pelayan. Ivory melihat ayah ada di depan ruang tengah. Ia berbicara dengan si kekar. Ivory segera mendekat.

“Persiapkan semuanya, kita butuh tujuh puluh. Kumpulkan seadanya dulu, kemudian lakukan pembersihan setelah kita pungut yang baru,” katanya.

“Ayah?”

“Oh Ivory, Lady Seraphina,” balas ayah.

“Apa yang sedang ayah persiapkan?”

“Kau temani saja Lady Seraphina. Aku akan mengurus semuanya.”
*

Ivory hanya duduk dan diam selama para slav membersihkannya. Lady Seraphina juga ikut diam dan memerhatikan Ivory dari seberang. Ia terus memikirkan apa yang tengah dipersiapkan ayah. Ia takut kehilangan lagi. Apalagi si kekar adalah yang diperintahkan oleh ayah. Apakah itu berarti akan ada pengiriman slav lagi?

“Ivory!” panggil Lady Seraphina. Ia bahkan mengambil alih pekerjaan slav yang tengah menyeka dada Ivory dari lumpur. 

“Maafkan aku. Aku memikirkan banyak hal yang tak kuketahui jawabnya, tapi aku malah mengabaikanmu yang jelas ada di hadapanku. Maaf,” kata Ivory.

“Kau bisa menggunakanku,” bisik Lady Seraphina. Ivory memerintahkan semua slav di kamarnya untuk segera keluar. Hanya tersisa Ivory dan Lady Seraphina.

“Bolehkahkah seperti itu?” pancing Ivory.

“Adakah yang mengatakan tidak boleh?”

Ivory menyentak tubuh mungil Lady Seraphina. Seketika, ia terduduk di pangkuan Ivory. Diam dan terpesona. Tangan Lady Seraphina masih menelusuri dada Ivory, hingga tangan Ivory menghentikannya. Ivory menggenggamnya erat. Lady Seraphina benar-benar dalam penguasaannya sekarang.

“Satu pertanyaan,” bisik Lady Seraphina.

“Apa kau tahu maksud pertemuan hari ini, Lady?”

“Tentu saja. Para bangsawan sibuk mencari anjing-anjing baru. Workshop meminta lebih banyak belakangan ini. Bahkan permintaannya terus bertambah. Aku benci workshop, mereka bukan pecinta anjing tapi rakus. Ayahku juga tidak suka si pemilik workshop. Bahkan anjing mereka lebih banyak daripada kami.”

“Lady, bisakah kau mengatakan hal yang bisa dipahami anjing bodoh ini?” Lady Seraphina terkikik.

“Apa yang kau tawarkan supaya aku mengatakannya?”

“Apapun yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.”

“Kau selalu menarik perhatianku.”

“Itu karena aku adalah anjingmu, Lady.”

“Perdagangan manusia. Ayahmu menjual bocah-bocah terlantar untuk dijadikan bahan uji coba workshop. Kau beruntung karena menarik, jadi kita bertemu. Kau sungguh tak tahu bahwa para slav itu punya banyak kegunaan selain membersihkan rumah dan menghabiskan makanan?”

“Mereka menghasilkan uang,” sambung Ivory. Lady Seraphina mengangguk.

“Lalu tentang workshop? Tempat apa itu? Mengapa workshop membeli slav dalam jumlah banyak? Mengapa para bangsawan mendukung workshop?”

“Aku tak bisa mengatakan lebih banyak lagi.”

“Tentu saja kau tidak tahu tentang itu. Maafkan aku, Lady.” Ivory menarik Lady Seraphina semakin dekat lagi. Ia segera mendaratkan kecupan hangat di pipi lembut Lady Seraphina. Sang Lady terkejut, dia segera berontak dan keluar dari peluk Ivory.

“Aku hanya memberikanmu apa yang kujanjikan. Kau pernah menyangka aku akan memberikan hal itu?” 

Lady Seraphina terlihat marah karena ulah Ivory. Dia bergegas keluar. Ivory juga ikut keluar. Tapi bukan untuk mengejar sang Lady, ia segera menghampiri slav-nya.

“Panggil Crispin, slav dari istal. Bawa dia ke kamarku segera.”
*

Ivory segera menghambur ke arah Crispin begitu bocah kurus ini masuk ke kamarnya. Ivory bahkan memeluk Crispin erat-erat.

“Ada apa, Alastair?” bisik Crispin. Ivory langsung melepas pelukannya karena terlalu menarik perhatian. Ia kembali bertingkah normal. Melompat ke kasurnya dan mengajak Crispin untuk naik juga. Seperti biasa, mereka berdua berbaring bersamaan. Tentu saja setelah menghabiskan biskuit cokelat yang menumpuk di kamar Ivory, hadiah dari Lady Seraphina.

“Apa istal baik-baik saja?”

“Maaf tadi aku menyebutmu Alastair lagi. Sepertinya susah untuk menghilangkan nama itu darimu, Ivory.”

“Tidak masalah, Pin. Aku justru senang jika kau masih mengingat nama itu untukku. Jadi, tentang istal? Semuanya sehat kan?” kata Ivory kembali ke pertanyaannya.

“Tempat itu baik-baik saja. Semuanya berjalan seperti biasa, jika ada yang sakit bukankah itu juga hal biasa? Kau tidak perlu mengkhawatirkan tempat menyedihkan seperti itu lagi. Kau sudah dapat tempat nyaman di sini.”

“Tidak nyaman saat aku tak menemukanmu di sini.”

“Hey, ini bukan tempatku, Ivory.”

“Mengapa begitu? Bukankah kau juga menawarkan tempatmu untuk jadi tempatku juga? Kau bahkan memberiku makananmu, pakaianmu dan segala yang kau miliki. Mengapa sekarang aku tak boleh melakukannya.”

“Karena kau kesayangan ayah dan aku bukan.”

“Dia bukan ayahku dan juga bukan ayahmu!” bentak Ivory akhirnya. Ia bangkit dan memutuskan untuk duduk di kursi dekat perapian. Crispin duduk di atas kasur. Ia masih memandangi Ivory yang membuang muka darinya.

“Ivory, maafkan aku,” kata Crispin.

“Inilah bagian yang aku benci darimu, Pin.” Suara ketukan di pintu membuat keduanya menghentikan ketegangan. Crispin bangkit, sekaligus berpamitan.

“Aku harus kembali atau aku akan melewatkan jam makan malam,” katanya. Saat Crispin membukakan pintu, seorang pelayan dan dua slav yang melayani Ivory masuk sambil membawa kado.

“Tuan memberi anda hadiah untuk dikenakan saat makan malam nanti,” kata si pelayan. 
***

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.