THE MISSING LINK 16


TIME DISTANCE
*

“Dimana Crispin?” tanya Ivory pada slav yang melayaninya hari ini. Bukan hanya hari ini. Tapi sudah tiga hari slav itu menggantikan semua pekerjaan Crispin yang berhubungan langsung dengan Ivory. Si slav hanya diam saja, ia tak tahu harus menjawab apa.

“Aku tak akan makan dan minum tanpa Crispin.”

“Tuan Ivory, semua perlengkapan anda sudah disiapkan oleh Crispin. Jadi terimalah,” kata si slav akhirnya.

“Mengapa dia tak mau menemuiku?” kembali Ivory mengajukan pertanyaan. Si slav kembali bingung menjawabnya. Sudah tiga hari, Ivory selalu menanyakan hal yang sama. Tentang Crispin. Belum si slav menjawab, sebuah ketukan di pintu menyelamatkannya. Si slav segera membukakan pintu. Pelayan Ivory masuk sambil membawa kertas undangan.

“Selamat pagi, Tuan Ivory. Anda mendapat undangan dari Manor Clematines. Anda dan Tuan Saphiro akan menghadiri kegiatan amal yang diadakan sepuluh keluarga bangsawan di ibukota. Lady Seraphina meminta anda untuk hadir.”

“Kapan?”

“Besok pagi anda dan Tuan Saphiro akan berangkat ke ibukota. Dua hari untuk lelang penggalangan dana dan puncak acaranya di hari ketiga. Diadakan pesta perayaan yang turut mengundang panti sosial penerima dana amal,” jelas si pelayan.

“Apa kita tidak bisa datang di acara puncaknya saja? Tiga hari di ibukota terdengar membosankan,” gerutu Ivory.

“Maaf, tapi anda diharuskan menghadirinya dari awal. Apalagi anda harus menemani Lady Seraphina.”

“Itu terdengar semakin membosankan. Baiklah, kau saja yang urus semuanya. Aku harus segera menemukan Crispin dan menyelesaikan sebuah urusan dengannya.”

Si pelayan hanya mengangguk. Ivory keluar kamar. Ia berjalan malas melewati koridor panjang yang mulai sepi. Banyak slav yang sudah dikeluarkan jadi Manor terasa kosong. Bahkan sepanjang perjalanan, tak banyak slav yang ditemui Ivory. 

Saat melewati koridor dekat taman, Ivory melihat Giles duduk santai di sana. Di wajahnya masih menempel kain kasa, ia juga terlihat lebih pucat dari biasanya. Tubuhnya makin kurus dan hanya seorang slav saja yang menemani. Padahal biasanya dia selalu menderetkan lima slav pribadi. Ivory tak tertarik mengetahui alasannya. Ia mengabaikan Giles dan lanjut berjalan.

Dua orang slav berlarian tergesa di koridor. Mereka bahkan tak berhenti untuk menyapa Ivory. Kemudian pelayan Giles menyusul di belakang mereka. Ivory masih mengabaikannya.

“Permisi, Tuan Ivory,” kata pelayan Giles dengan sopan. Kemudian dia undur diri. Ivory diam di tempat. Langkahnya sudah menuju arah istal tanpa dia sadari. Seekor kucing melintasi Ivory lalu berdiam diri di depannya. Ia mengeong.

“Morel,” sapa Ivory. Kucing itu kemudian berlari menuju arah istal. Entah mengapa, Ivory malah mengikutinya. Ia menemukan Crispin sedang membasuh wajahnya di dekat tempat mandi kuda.

“Pin,” panggil Ivory. Crispin segera berdiri dan menyatukan kedua tangannya di belakang badannya. Ivory segera menghampiri Crispin. Ia seperti tahu alasan Crispin menjauhinya berhari-hari.

“Maafkan aku untuk kemarin. Aku sadar bahwa itu keterlaluan. Jangan diamkan aku seperti ini, Pin. Rasanya aneh jika tak ada kau. Aku benar-benar minta maaf,” kata Ivory. Dia bahkan membungkuk untuk menunjukkan kesungguhannya. 

Ivory mendengar Crispin tertawa. Tapi fokusnya langsung tertuju pada kaki kiri Crispin. Ada luka bakar yang masih basah di pergelangan kakinya. Crispin menggulung celana panjangnya sehingga Ivory bisa melihatnya dengan jelas. Ivory langsung jongkok untuk melihat luka itu lebih dekat. Crispin langsung menyadarinya. Ia segera mengurai gulungan celana panjangnya. 

“Siapa yang melakukannya!” sergah Ivory.

“Aku hanya terjatuh,” kilah Crispin.

“Berhenti berbohong, Pin. Luka di kakimu itu karena logam penanda kuda 'kan?”

“Aku sungguh hanya jatuh. Jangan berpikir berlebihan.”

“Jatuh? Jelas-jelas itu luka bakar.”

Ivory menatap Crispin lekat-lekat. Ia menemukan hal lainnya, lebam membiru di wajah Crispin.
“Inikah sebabnya kau menghindariku selama tiga hari?”

“Aku tidak menghindarimu. Aku menyiapkan kebutuhanmu seperti biasa. Kau sudah makan pancake hari ini? Aku membuatnya spesial untukmu. Tentu saja tanpa gluten. Apakah enak?” tanya Crispin. Ia coba mengalihkan pembicaraan Ivory.

“CRISPIN! Apa kau pikir aku bisa makan enak saat kau tak ada bersamaku? Sekarang dengan keadaanmu, aku semakin kehilangan nafsu makan. Aku tak bisa memaafkan mereka.”

“Sudahlan, Tuan Ivory. Setiap perjuangan pasti punya harga yang harus dibayar.”

“Tapi bukan kau yang harus membayarnya.”

“Iya. Ini tugasku. Ini pengabdianku untukmu, tuanku.” Ivory hanya tersenyum sinis mendengar jawaban Crispin.

“Ayo, ikut aku. Akan kupanggilkan dokter.”

Ivory bergegas, namun Crispin tertinggal di belakang. Ia berjalan terpincang. Ivory diam menunggui Crispin. Air matanya tak terbendung lagi, namun segera ia seka dengan lengan kemejanya.

“Maaf, apa aku menghambat langkahmu?”

Tanpa menjawab, Ivory menghampiri Crispin. Ia segera mengendong slav kesayangannya melewati koridor.
*

Setelah bertemu dokter yang menangani Crispin, Ivory semakin yakin bahwa semua alasan yang dibuat slav kesayangannya itu hanya bohong. Dia tidak terjatuh, tapi ada yang sengaja melakukannya. Ivory tak menyangka akan separah itu jadinya. Dan kegelisahannya bertambah ketika ia harus keluar Manor untuk sementara dan menghadiri undangan dari Lady Seraphina. Langkah Ivory berderap cepat, ia masuk ke ruangan para pelayan. Ia segera menemui pelayannya.

“Aku akan membawa Crispin. Jadi persiapkan juga keperluannya,” kata Ivory tanpa basa-basi.

“Mohon maaf tuan, tapi pertemuan ini hanya untuk para bangsawan. Tidak diperkenankan untuk membawa slav karena kasta terendah dalam pertemuan tersebut adalah pelayan.”

“Baiklah, aku akan menjadikan Crispin sebagai pelayan agar dia ikut bersamaku.”

“Maaf tapi anda tak bisa melakukannya.”

“Aku akan minta izin pada ayah untuk melakukannya. Dia pasti mengabulkan semua permintaanku.”

“Mohon maaf, saya ragu Tuan Saphiro akan memberikan persetujuan.”

“Mengapa tidak?”

“Karena penunjukkan pelayan juga tidak ada hubungannya dengan tuan rumah. Seorang pelayan sebelumnya harus menjalani pelatihan dan terdaftar sebagai pelayan resmi. Sehingga ini bukan hal yang bisa anda minta dengan mudah.”

“Aku akan tetap membawa Crispin.”

“Seperti yang saya katakan sebelumnya, anda tidak diperbolehkan dan tidak bisa melakukannya. Maaf,” kembali si pelayan mengulang jawabannya. Ivory masih tidak puas dengan jawaban itu. ia mencengkeram kemeja si pelayan. Ia sudah mengepalkan tangannya. Saat itulah Crispin masuk juga ke ruangan pelayan.

“Tuan Ivory, saya mohon hentikan,” kata Crispin.

“Pin?” gumam Ivory. Ia segera melepaskan si pelayan dan mengendurkan kepalan tangannya.

Crispin memasuki ruangan dengan berjalan tertatih ditopang tongkat jalan. Pergelangan kakinya sudah terbalut perban dan senyumnya sudah mengembang. Tapi tidak dengan Ivory.

“Saya sudah menyiapkan teh hangat untuk anda. Mohon kembali lagi ke ruangan anda, Tuan Ivory,” pinta Crispin. Ivory mengalah. Dia keluar dari ruangan. Sementara Crispin masih di dalam. Ia membungkuk ke arah si pelayan.

“Mohon maafkan sikap Tuan Ivory,” kata Crispin.

“Dia sangat menyayangimu, Crispin.”

“Saya mohon jagalah dia selama tiga hari saya tidak ada bersamanya. Saya tidak bisa membayangkan jika dia bertindak bodoh di acara sepenting itu. Saya benar-benar memohon pengertian anda.”

“Kau berlebihan, Crispin. Kami hanya pergi tiga hari. Lagipula, pesanmu sebenarnya tidak diperlukan. Tanpa diberi tahu oleh slav, seorang pelayan sudah mengetahui apa yang harus dilakukan untuk tuannya.”

“Terima kasih. Tetaplah bersamanya, tuan.”

“Justru kau yang seperti mau pergi jauh, Pin.” Crispin hanya tersenyum manis menanggapinya.
***

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.