ME #8: RUKI-JAN


Mulai tiga hari ini, mulai mendengarkan The Gazette lagi. Ya, selama di rumah dari bula Juli sampai Oktober, tanpa Ruki-JAN. Apa daya, earphone putus karena digerogoti kesayanganku Mewa Fezalion Schneideer Yamashita, alias si mpus.

Ya, tahu lah alasannya. Masyarakat Indonesia kadang masih mewariskan tradisi tabu dan cenderung untuk menghindarinya. Apalagi wong desa, kalo aku puter lagu barat aja ada yang nyinyir. Bahkan parahnya, nyinyir sampai lambe dower, dan bawa-bawa status pendidikan katanya sombong karena nyetelnya bukan lagu Indonesia. Katanya pamer karena bisa ngikutin liriknya. Mbuh lah. Jarang sih dengerin lagu di rumah [apalagi setelah insiden putusnya earphone].

Kenapa?

Karena sebagian besar playlist di laptop dan sebagian kecil di hape adalah bergenre rock atau setidaknya, lagu-lagu yang mengharuskan vokalisnya jejeritan. Ini tabu. Kenapa? Karena aku perempuan. Ya, tapi aku masih sering puter One Ok Rock, dan mamaku ikut hafal pula [terbaik lah si mama]. Adeku tercinta, si Tepi teba juga jadi agen OOR di sekolahnya, bahkan tugas menyanyi lagu bahasa inggris, dia nyanyi We Are punya OOR. Dan si Nyama Indominus Rex, dia ga akan bangun pagi sukarela kalo ga ada suara Taka di pagi hari. See? 

Nah tapi beda ceritanya dengan OOR, untuk The Gazette, aku masih menikmatinya untuk diriku sendiri. Karena kemungkinan cuma telingaku yang bisa nerima.

Aoi, Reita, Ruki, Kai, Uruha [The Gazette]
Inilah yang aku maksud visual kei dan ga semua orang bisa menerima. Pict Google.

Lalu, sampailah di sini. Di Bandung, sambil nunggu wisuda, mumpung sendirian, dengan kuota 25 giga, apa yang bisa menghalangiku kembali pada Ruki-jan? Tak ada. Setelah sekian lama, beberapa 'teman' yang tahu tentang kecintaanku pada musik kacaunya Ruki pasti bertanya-tanya. Kenapa bisa suka musik keras dan creepy bahkan serem dengan tema dark semacam The Gazette. Lalu sebenarnya apa jawaban yang mereka ingin dapatkan? Aku sih tanpa alasan suka The Gazette.

Kau tahu apa yang tabu ketika orang lain tahu, aku suka Ruki-jan?

1. Aku perempuan, dan perempuan selalu dikaitkan dengan genre yang lembut bahkan kadang ada yang menye-menye. Tapi maaf, aku ga begitu menyukai genre ini. Bahkan untuk lagu pengantar tidur sekalipun.

2. Itu genre visual-kei. Ya, bener. Mereka dandan sedemikian rupa untuk menutupi kekurangan penampilannya. Mereka pake kostum aneh-aneh, ya apa salahnya? Toh boyband Korea juga oplas untuk menambah derajat tampanya dan mereka lebih diterima. Kenapa visual key ngga? Bahkan aku tergila-gila dengan penampilan Ruki yang selalu tampil layaknya Mr. Perfect. Hmm menarik juga wisudaan dengan make up ala Ruki [digebuki sapu sama emak, nyahaha]

3. Video mereka terlalu vulgar, tabu lah, ga sopan lah, terlalu satanic lah, dan lah lah lah lainnya. Entahlah, yang aku lihat, itu hanya sebuah ekspresi. Sebagai seorang introvert, aku menghargai segala bentuk ekspresi dan cara berekspresi. Karena bagiku itu ga mudah. Kalo bisa, aku pengin ikut scream bareng Ruki atau Reita mungkin [Hwraaaaaaaaaaaarrrr]

Apapun itu, aku tetep suka. Kenapa? Karena scream nya Ruki, melengkingnya gitar Uru dan Aoi, mantapnya gebukan drum Kai dan Bass Reita itu sudah seperti pelukan mama. Pelukan yang menyembunyikan tangisku. Ya, mereka ga akan bisa dengar. Ga akan pernah atau setidaknya sampai aku mengizinkannya. Terserah kau lah mau lihat aku sebagai perempuan apa, terserah mau mengatai apa. 

Suara Ruki-jan serasa sudah pada dosis yang bikin kecanduan, mungkin setara heroin, kokain atau bahkan morfin yang bisa mengurangi rasa sakit. Jadi, biarkan aku seperti ini. Biarkan aku menikmati Ruki-jan. Toh, Ruki ga selamanya hanya teriak-teriak ga jelas, suara lembutnya juga oke.
***

P.S: a day full of The Gazette. Cause my head full of depression today and no one can hear me or know about it.
*

Mohon pengertiannya, bagi pembaca sekalian [jika ada yang mampir dan baca]. Minggu-minggu ini adalah minggu yang sulit dan penuh tekanan. Depresi tidak akan hilang dengan sendirinya jika dipendam dalam diri dan aku ga menemukan cara terbaik untuk melepasnya kecuali dengan menulis. Toh tujuan awalku menulis di blog adalah sebagai terapi kejiwaan. Aku hampir gila untuk mendengarkan apa yang orang lain katakan tentangku atau tentang apa yang kusuka. Dan kuharap mereka tidak online dan mampir ke blog diari depresi ini.

Doakan saja, aku secepatnya kembali menjadi diriku sendiri. Eh, aku bahkan belum menemukan makna dari diri ini. Ingin menghilang saja, hehehe. Terima kasih sudah mampir. Jika kau membacanya dan bersikap biasa saja, aku akan sangat menghormatimu. Saat ini aku tidak butuh penilaian orang. 

*Terdengar menyedihkan, karena aku menuliskannya seolah-olah ada orang yang mampir dan membacanya. Hey alien, aku ini seorang introvert dan di luar sana banyak zombie ekstrovert sedang mengepungku*
***


Bandung, 18 Oktober 2017
Plesiran.



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.