[CURHAT] Masih Adakah Indonesia?

Haloo, kali ini saya liburkan Jumat bermanfaat dan saya jadikan Jumat curhat. Ceritanya tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba #WorthyStory yang diadakan idntimes. Berhubung lombanya sudah ada juara dan bukan saya, jadi hal milik ini kembali kan. Daripada sayang dibuang, jadi lebih baik dibagikan.
Tema yang saya pilih adalah ‘surat untuk diriku sendiri lima tahun ke depan’ dan inilah yang saya tanyakan pada diri saya sendiri. Mungkin terlalu nasionalis dan kurang individualis makanya saya tidak menang, hehe. Tapi memang yang saya khawatirkan lima tahun ke depan adalah tentang Indonesia. Nikmati sajalah yaa,

Masihkah Ada Indonesia?
Sumber: Google Pict.
Menjadi Indonesia bukan semata lahir dan tinggal di wilayahnya. Mengeluh akan kekacauan di negaranya, menunjuk-nunjuk para pemimpin di pemerintahan dan menuntut kebecusan bekerja. Tapi pemerintah dan segala ruwetnya politik hanyalah secuil bagian dari Indonesia. Keindahan pulau-pulaunya terkadang begitu memesona hingga membuat terlena. Bahwa Indonesia juga bukan hanya tentang keindahan alam dan kekayaan buminya saja. Indonesia bukan hanya tentang tari-tarian, lagu dan bermacam bahasa daerahnya saja. Tapi Indonesia juga dilengkapi dengan semua problema yang tak bisa melulu muncul ke permukaan. Bahkan sulit mendapatkan ruang dalam acara.
Selama 20 tahun umurku, telah dihabiskan hanya di Jawa. Itupun tak seluruhnya, Jawa Tengah hanya di kota tempatku lahir dan Jawa Barat hanya di satu kota tempatku belajar. Aku masih buta dengan luasnya Indonesia. Hanya menonton dari program dokumenter yang ditayangkan di televisi tentang pojok Indonesia. Mengintip perbatasan Indonesia dengan perbedaan mencolok di bidang ekonomi dengan negara tetangga. Memaknai arti pendidikan dari mereka di sudut-sudut Indonesia yang masih terus berjuang meski di sekolah tanpa atap. Merenung untuk nasi basi yang pagi ini kubuang sementara di sudut lain negeri ini masih ada yang kesulitan mendapatkannya meski hanya sesuap. Mereka semua adalah Indonesia. Seorang dosen dari luar negeri pernah bertanya tentang identitas Indonesia dan aku kaku, beku dan gagu tak bisa menjawabnya sampai tuntas. Dia bercerita tentang pengalamannya ketika bertanya pada orang Indonesia.
“Apakah anda orang Indonesia?” Tentu saja yang ditanya menjawab dengan yakin.
“Apa cirinya?” tanya si bapak dosen lagi. Orang itu mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya. Ia menunjukkan KTP nya.
“Saya terdaftar sebagai warga Negara Indonesia, saya punya KTP Indonesia dan saya berbicara bahasa Indonesia.” Padahal dosen tersebut sudah tinggal di Indonesia selama puluhan tahun, dia bisa bahasa Indonesia, menyanyi lagu Indonesia Raya, mengetahui detail sejarah Indonesia.
“Apalagi yang menjadikan anda orang Indonesia? Apa makna menjadi orang Indonesia? Apa yang anda tahu tentang anda sebagai orang Indonesia?” orang itu hanya nyengir dan terus menunjuk KTP nya.
Sumber: Google Pict.
Semuanya menjadikanku beku. Tentang identitas diri sebagai seorang Indonesia. Sudah cukupkah KTP, lagu kebangsaan dan bahasa Indonesia untuk menjadikanmu bagian dari Indonesia? Sumpah Pemuda 1928 menyebutkan apa itu menjadi Indonesia. Ialah kami yang bertumpah darah satu, tumpah darah Indonesia. Ialah kami yang bertanah air satu, tanah air Indonesia. Ialah kami yang menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Realitanya, deretan kalimat sakral itu hanya lembaran buku sejarah. Sejarah yang berhenti dituturkan setelah seorang siswa lulus dari SMA. Di bangku kuliah, jarang ada pelajaran sejarah yang masih mengikuti. Padahal sebuah pidato terkenal dari bapak pendiri negeri berwasiat jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sejarah seolah hanya jadi masa lalu yang mulai terabaikan dengan dalih move on kata anak kekinian.
Masa kini adalah masa ketika pertumpahan darah bukan lagi untuk membela Tanah Air. Tanah Air hanya bahan gurauan untuk ditempel di bokong truk, tanahnya sewa dan airnya beli. Bagaimana bisa seseorang mencintai tanah kelahirannya jika kalimat itu memang mencerminkan apa adanya. Tentang bahasa juga tak kalah mirisnya. Ketika eksistensi bahasa Indonesia mulai diterpa ekspansi bahasa asing. Bahkan anak di TK juga sudah mulai diajarkan bagaimana berbicara dalam bahasa Inggris. Bahkan anak kuliahan harus bertanya bolehkah pakai bahasa Indonesia? Kami kuliah di negeri sendiri, di Indonesia yang berbahasa Indonesia. Lalu apa yang salah?
Sumber: Google Pict.
Untuk diriku di masa depan. Sudahkah kau berkeliling dan menemukan apa itu menjadi Indonesia? Sudahkah kau memberi makna dari identitas Indonesiamu? Sudahkah kau tahu apa sebenarnya Indonesia, siapa sebenarnya Indonesia dan bagaimana harusnya seseorang harus bergerak sebagai warga Indonesia? Kuharap kau masih menjadi Indonesia. Kuharap kau berguna bagi Tanah Air mu. Kuharap kau bisa menjawab pertanyaan seberapa Indonesia-kah kita?

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.