[REVIEW] Bullying dan Labeling

Pemberian Label Sama Jahatnya dengan Pembulian
(Bullying via Google Pict)
Labeling, memang terdengar asing dan sepertinya tidak ada yang menggunakan ini di masyarakat Indonesia. Benarkah? Kalian yakin mengatakannya? Memang apa sih labeling? Lalu mengapa di sini aku kaitkan dengan pembulian? Apa dasar tulisan ini?
Labeling adalah pemberian cap, identitas kepada seseorang berdasarkan perilakunya. Tapi kebanyakan pemberian label ini hanya sepihak saja, si pemberi label hanya melihat apa tindakan yang sering dilakukan oleh individu yang seolah menjadi ciri khasnya. Pemberian cap ini menjadi tidak adil bagi individu yang dicap karena bagaimana seseorang menjalani kehidupannya adalah hak individu itu sendiri. Memang apa dasar pemberian label ini? Ironisnya, seseorang bisa dengan mudah menyematkan sebuah label pada seseorang bahkan yang belum ia kenal baik. Misalnya pemberian label, wah si penjahat, si pencuri, si pendiam, si jenius, si konyol dan banyak cap lainnya. Sampai di sini pasti ada yang sudah mangguk-mangguk karena ternyata dekat dengan pembulian semacam ini.
Awalnya mungkin hanya sebuah julukan yang tidak akan pernah berakhir. Cap ini akan terus berputar dan akan mengasosiasikan perilaku seseorang semakin lekat dengan labelnya. Kecenderungan individu saat menghadapi cap semacam ini bisa berbeda-beda. Ada yang tidak bereaksi karena cap tersebut memotivasinya. Contoh, seseorang dicap sebagai yang paling rajin membaca buku di perpustakaan. Maka secara tidak langsung dia akan terikat dengan cap ini. Ia akan tetap rajin membaca buku karena titel-nya ini. Itu masih menjadi hal yang wajar karena cap yang disematkan masih bernada positif. Lalu bagaimana dengan yang negative? Hal inilah yang akan lebih banyak aku bahas dengan kaitan antara negative labeling terhadap tindak pembulian.
Kita tahu banyak cap negative yang biasanya beredar di masyarakat. Kita ambil satu contoh dengan cap pembunuh. Individu X dicap sebagai pembunuh karena dia pernah melakukan perbuatan yang berakibat kematian orang lain. Efeknya apa di masyarakat? Dia ditangkap polisi dan dipenjara atas kejahatannya. Secara tidak langsung maka si X telah dilabeli penjahat dengan spesialisasi pembunuh. Dari inilah labeling berfungsi dan mulai melekat pada si X.
Lalu kasusnya berhenti? Tidak. Setelah menjalani hukumannya maka suatu hari dia akan bebas. Saat dia kembali ke masyarakat, maka label penjahat dengan spesialisasi pembunuh tetap ikut bersamanya. Di saat dia mencoba kembali berbaur, ia malah ditolak dan teralienasi (terasing), dikucilkan dan terus menerima perlakuan seolah dia memang penjahat. Pada akhirnya, teori labeling yang diusulkan oleh Edwin M. Lemert akan menjadi klue selanjutnya. Apa itu teori labeling? Ini dia:
Labeling theory is the theory of how the self-identity and behavior of individuals may be determined or influenced by the terms used to describe or classify them. It is associated with the concepts of self-fulfilling prophecy and stereotyping
Bahwa penyimpangan sosial terjadi karena pemberian label di masyarakat. Seseorang yang telah dicap akan kesulitan untuk membuktikan diri bahwa cap itu tidak benar. Masih dalam kasus si X yang dicap sebagai pembunuh, maka lebih mudah baginya untuk menjadi apa yang dicapkan daripada untuk melepas cap itu. Toh kalau dia kembali membunuh seseorang, bukankah itu sudah menjadi julukannya? Jadi seolah-olah cap itu justru menariknya untuk tetap menjadi pembunuh.
Dalam hal ini bukan hanya pemikiran individu berlabel saja yang salah. Kita tidak bisa murni menyalahkan si X jika die membunuh lagi. Tapi cobalah berkaca pada pemberi label yang telah dengan jahatnya melakukan pembulian terhadap si X. seharusnya, masyarakat lebih merangkul si X dan menjauhkannya dari labeling. Lebih baik membantunya lepas dari label itu daripada menambah beban si X dengan terus mengulangi labelnya. Mungkin jika masyarakat lebih bijak dan memilih untuk membantu X melepaskan labelnya, kebenaran bisa saja terungkap. Terungkap bagaimana?
Mungkin ternyata si X membunuh bukan karena berniat membunuh. Bisa saja dia hanya mempertahankan dirinya dan sialnya tidak ada siapapun yang menjadi saksi mata bahwa si X lah yang sebenarnya menjadi korban. Jika labeling terus berlanjut, sulit untuk melepaskannya dari penilaian orang. Mereka akan terus berpikiran bahwa si X adalah pembunuh. Hingga ketika seseorang mengetahui sifat X yang ternyata tidak sesuai dengan labelnya, maka disaat itulah mereka baru menyadarinya. Tapi apa memang harus menunggu selama itu untuk mengungkap identitas yang sebenarnya. Sembari menunggu, sembari si individu berlabel akan putus asa dan berakhir dengan menjadi sesuai labelnya.
Bagi julukan yang lainnya mungkin akan membawa efek yang berbeda, misalnya ketika seseorang dikatakan si culun, si pemalu atau si pendiam. Seseorang menjadi seperti itu bukankah karena tidak mempunyai ruang untuk ekspresi diri atau memang dia kurang percaya diri. Berarti bisa dikatakan bahwa mereka seharusnya dimotivasi bukan dibully dengan label-label itu. Ketika seseorang yang seharusnya dimotivasi malah dibully, efeknya akan lebih menyeramkan. Individu tersebut akan lebih tertekan psikologinya. Labeling akan lebih banyak berefek pada motivasi untuk memperbaiki diri yang tadinya ada menjadi nol. Mereka akan terganggu psikisnya, merasa tidak berguna, merasa tidak diperhatikan, merasa tidak diberi kesempatan dan merasa tidak ada yang mendukung. Lalu efek buruknya? Suicide.
Bayangkan betapa mengerikannya sebuah julukan yang tadinya mungkin hanya main-main (tanpa niat menyakiti) akan menuntun pada akhir yang tragis. Jadi bijak-bijaklah dalam berkata, kalaupun ingin memberi julukan pilihlah yang bermuatan positif dalam rangka memotivasi. Meskipun awalnya terdengar seperti ironi, tapi pada akhirnya individu akan mengikuti labeling nya bukan?
Jadi sudah menemukan jalinan benang antara labeling dan bullying kan? Inilah sekilas kesimpulan dari pembahasan di atas:

1. Mulutmu, harimaumu. Kalau kamu tidak tahu bagaimana sebenarnya karakter seseorang, maka lebih baik diam. Meskipun ada kata maaf, tapi kata itu tak berguna jika yang kamu mintai maaf adalah masalah sakit hati seseorang. Kata terkadang bisa lebih tajam daripada pedang, karena kata bisa mehujam hati tanpa harus mengeluarkan darah. Bahkan waktu pun tidak perkasa untuk menghentikan sebuah kata meluncur menyakiti hati.

2. Kamu bukan juri atas hidup orang lain. Jadi jangan seenaknya melabeli orang. Kalaupun ingin memberinya julukan, pilihlah yang bermuatan positif untuk memotivasinya.

3. Pemberian label pada seseorang didepan umum sama saja seperti menelanjanginya di di depan semua orang. Sekali ada label pendiam, maka mencoba secerewet apapun seseorang akan tetap berjalan dengan label diam. Parahnya lagi, semua orang menyematkan kata yang sama.

4. Uruslah urusanmu sendiri. Memang negara ini lebih menerapkan konsep demokrasi daripada liberalism. Tapi kebebasan individu akan hidupnya juga diatur dalam undang-undang.

5. Pikir sebelum bertindak. Hal sederhana yang mungkin hanya untuk bersenang-senang tidak selalu ditangkap sebagai hal yang sama. Karena setiap individu memiliki persepsinya sendiri. Atau lebih mudahnya, bayangkan jika kamu berada di posisi si korban bulian. Pasti ga mau kan? Memang dasarnya manusia, selalu ingin berkuasa daripada dikuasai.

6. Setiap individu adalah unik. Labeling hanya menuntun dalam pengelompokan, padahal tidak mungkin semua orang bersifat mirip sehingga dapat dikelompokan dalam satu label.

7. Ingat lagi, pemberian LABEL itu JAHAT. Kalian yang melakukannya sama saja kalian jahat. Ajaran mana yang menyebutkan bahwa manusia boleh menjahati manusia lainnya? Pakailah golden rules yang sudah mendunia: jika kita ingin mendapat perlakuan baik dari orang lain maka kita harus memperlakukan orang lain dengan baik juga.
Terimakasih sudah mampir. Semoga dengan tulisan ini, kalian menyadari bahwa pembulian bukan hanya yang menjambak rambut, pengucilan atau jahil. Tapi juga pemberian label seenak jidat kalian. Ingat lagi poin nomor tujuh. LABEL=BULLY=JAHAT. Semoga tidak satupun dari kalian termasuk kelompok pem-bully. Mari sadarkan teman-teman lain jika gurauannya sudah keterlaluan. Dunia akan indah jika semua yang ada di dalamnya saling menjaga, bukan menyakiti.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.