[CURHAT] Doa Ibu Seorang Gadis

Aku tahu bagaimana khawatirnya seorang ibu jika anak gadisnya akan pulang ke pelukannya dengan kereta api. Mungkin jika mentari masih menerangi jalan sang gadis, hati si ibu akan ikhlas melepasnya bersama derak roda besi ular raksasa ini.Mungkin juga akan baik-baik saja jika si gadis berdampingan dengan orang-orang yang ibu percayai. Tapi kini ia sendiri dengan malam, kala kelam jadi satu-satunya teman. Bagaimana mungkin si ibu melepas anaknya tanpa berat hati?

Akupun tahu bagaimana perasaan gadis itu. Kabar menjadi hal yang bergelayut dalam pikiran juga hatinya. Mengabarkan pada sang bunda bahwa ia akan pulang bersama malam seorang diri hanya akan membuat hati ibu gusar. Tapi pergi tanpa pamit akan membuat perjalanannya seolah tanpa restu. Aku tahu betul bagaimana ia sesungguhnya ingin mencoba sesuatu untuk melengkapi cerita dala hidupnya. Keteraturan memang bagus, pilihan tepat untuk membuat hidup seseorang menjadi statis. Aku tahu, gadis itu juga seorang remaja, sembilan belas tahun membuat hatinya masih penuh gejolak. Jiwa berpetualangnya masih liar, belum terikat oleh tali sakral yang memilikinya. Dia masih seorang pribadi bebas yang tak ingin dikekang. Segalanya masih menjadi milik sang pencipta dan kedua orang tuanya. Tapi itu hanya separuhnya, sisanya adalah jiwa merdeka.

Sang ibu menyerah, tak ada lagi alasan yang bisa menghentikan gadis kecilnya bertualang bersama malam. Keras kepala tentu bukan sifat yang si ibu ingin lahirkan. Tapi apa mau dikata, gadisnya adalah salah satu putri yang paling keras kepala. Bahkan ia terkadang kewalahan menghadapinya. Sebuah doa demi keselamatan sang gadis ia alirkan mulai detik ketika sang gadis mengabarkan tentang perjalanannya.

Stasiun dan penghuninya memang bukan hal yang menyenangkan bagi seorang gadis. Apalagi harus menunggu hingga pagi benar-benar buta. Menunggu sendiri dengan ancaman yang selalu sang ibu khawatirkan. Tapi di benak sang gadis, ia percaya bahwa tak semua yang ada di kepala menjadi kenyataan. Masih ada celah positif yang ia tanamkan. Berteman dengan malam dan stasiun adalah seumpama pengintaian seekor bunglon. Mencari tempat yang nyaman untuk beradaptasi dan menjadi serupa dengan sekitarnya. Si gadis tahu betul dirinya bukan bunglon dan diapun tahu malam di stasiun tak akan semeriah pesta dansa sang pangetan. Setidaknya stasiun tak akan membuatnya terlelap seperti saat ia terjebak dalam pesta pangeran. Segala kewaspadaan akan menuntunnya untuk lebih dekat dengan ketajaman panca indera. Menjadikannya lebih peka untuk menjadi alami.

Si gadis menutup tasnya, menambahkan sebuah jurnal kecil di kantong depan tasnya. Tak lupa sebotol air yang akan menemaninya melewati malam di gurun. Memandangi foto ayahanda, sang bunda dan puteri-puteri lainnya. Si gadis tahu, malam kalo ini akan menjadi cerita yang sangat panjang. Jaket tebal menyelimuti tubuh mungilnya, ia kemudian menghampiri sepatu tali kesayangannya. Disimpulkannya tali sepatu itu seerat mungkin. Direngkuhnya ransel yang berisi kenangan. Dalam hatinya, ia panjatkan doa perpanjangan pinta sang bunda pada Sang Esa. Si gadis tahu bahwa perjalanan akan segera dimulai.



Kanayakan Bawah No. 61, Dago, Bandung
Sabtu, 10 Mei 2014. 6:32 PM


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.