[CURHAT] Kenangan dari Angan
Kadang meringkuk sendiri dalam
lubang hati terasa begitu menyakitkan sekaligus menenangkan. Ibuku sayang,
kadang aku rindu saat aku masih belum jadi apa-apa, rindu saat aku masih
segumpal darah, timbunan daging merah yang bahkan tak mampu ucapkan kata aku
sayang padamu ibu. Aku rindu saat tengah malam aku terjaga karena mimpi yang
bahkan aku tak tahu bahwa itu adalah mimpi buruk. Dengan lembut tanganmu akan
mencidukku dari alam mimpi. Menenangkanku dengan belaian hangatmu. Ibu, aku
merindukannya. Aku rindu pelukmu. Aku selalu mendamba kehangatanmmu, peluk
kasihmu, cintamu, ketulusanmu. Aku rindu segalanya tapi entah mengapa bibir ini
berat tuk ucapkannya. Semakin munafik saja kurasakan diriku tumbuh, mungkin
bukan inginmu. Suatu malam aku pernah mendengar kisah yang ibu bisikkan tepat
di telingaku saat aku tertidur. Tepatnya pura-pura tidur. Mendengar indahnya
doa dan harapan yang kau titipkan pada tubuh ini. Hanya bisa menangis, ya
itulah yang kulakukan dalam diamnya aku menuju mimpi. Mimpiku selalu untuk bersamamu,
kita semua bahagia bersama dalam keadaan apapun.
Ibu, disini
tengah gerimis dan aku justru tak berani menerjangnya. Seperti pesanmu padaku
bukan? Gerimis lebih mengerikan daripada hujan badai, kan bu? Tapi entah
mengapa aku masih mencintai tetesan air yang terjatuh lembut dari langit. Saat
hujan adalah saat dimana mengenang ketulusanmu akan menghangatkan tubuh bahkan
jiwa yang dingin sekalipun. Hmm mungkin terlalu berlebihan, tapi setahuku cinta
dan tulusmu tak pernah ada batasnya. Sepertinya gerimis tlah usai meski langit
masih mendung. Tapi, ya sudahlah. Aku harus segera bergegas dari sini bukan?
Sepertinya ayah sudah menungguku di ujung jalan.
Purbalingga, 17 Januari
2014
Museum Purbalingga, Jumat,
3:30 pm
Tidak ada komentar