KISAH SI IMPOSTER

Be a good girl, please.
Buatan saya loh, hehe promo.

Dikenal untuk dijauhi? Tidak lagi

Mungkin kata imposter masih terdengar asing di telinga Indonesia, tapi bukan berarti ia tak ada di sini. Bisa jadi tetanggamu, saudaramu, temanmu, orang tua, kakak, adik atau bahkan dirimu sendiri adalah pengidap sindrom imposter ini.

Tak kenal maka tak sayang bukan? Yap, jika masih ambil kata dari si pepatah tua. Baiklah, mari berkenalan dengan si imposter. Lihatlah baik-baik dan genggam tanganku jangan sampai lepas atau kau akan terjebak di dunia imposter yang penuh monster [sebenarnya tidak]

Seseorang dengan imposter selalu mempunyai kecenderungan untuk meraih puncak sukses dengan mudah, bahkan dia akan menganggap semua yang dia raih adalah kebetulan. Rata-rata pengidap imposter adalah orang-orang sukses, bukan berarti semua orang sukses mengidap imposter. Tapi kali ini, tak akan kupanggil dokter untuk menjelaskan secara klinis cukup cerita ringan tentang bagaimana para imposter menghadapi dirinya sendiri. Cari kamus tebalmu, klik kamus online atau cukup baca saja di sini. Imposter berarti penipu dalam bahasa Inggris. Loh kok penipu? Penipu yang gimana?

Penipu ini lebih sering menipu diri sendiri, sering terlihat biasa saja tapi di dalamnya terluka. Mereka cenderung tak mau mengungkapkan semua luka yang selamanya selalu ia pendam. Untuk menangispun, mereka harus memilih tempat yang tak terlihat oleh orang lain. Kebangkitan imposter dalam diri seseorang akan terlihat dari caranya menghadapi kemunduran prestasi. Imposter akan menyalahkan orang lain satu kali dalam makiannya, tapi beribu kali untuk dirinya sendiri. Memaafkan diri sendiri adalah masalah terbesar para imposter, bahkan saat tak ada celah lagi untuk menghujat niat untuk menghukum si pembuat kesalahan (dalam hal ini adalah dirinya sendiri) mulai muncul. Hal ekstrem nan nekat mampu dilancarkan tak peduli bahwa tubuh berdosa itu adalah tubuhnya sendiri.

Tips menghadapi para imposter:
1. Terkadang mereka adalah penyendiri yang tak menghendaki perhatian berlebih dari orang lain, saat ia tengah bersama imposternya berikan dia waktu luang untuk memahami dirinya sendiri. Biasanya pelampiasan yang dipilih adalah diam, menangis sendiri dalam gelap, biarkan mereka melakukannya.

2. Jauhkan kemarahan mereka dari benda yang memiliki potensi untuk melukai. Terkadang luapan emosi yang tak terkendali menjadikan mereka lupa diri.

3. Jangan pojokkan dia dengan pertanyaan yang menuntut kebenaran dari lukanya. Hal ini hanya memicu sikap defensifnya menguar. Tunggu sampai dia merasa nyaman dengan keberadaan orang lain dan tungggu sampai dia siap untuk membaginya. Sabar, kunci paling tepat.

4. Ada hal yang unik dari para imposter, yaitu perubahan emosi yang  tak dapat diprediksi. Terkadang menikmati kesendiriannya tapi sesekali merasa sendiri adalah jurang terburuk. Jadi berhati-hatilah menebak mood si imposter, yang terpenting adalah jaga semangatnya dan terus berikan motivasi saat ia berani mengungkapkan kebenaran dirinya pada orang lain. Mereka yang berteman dengan imposter bukanlah orang gila, psikopat maupun monster jadi saat mereka terbuka, kita harus menerima apa adanya mereka. Bukan lari dan meninggalkannya di jurang itu sendiri, lagi.

Semangat... ^^

1 komentar:

  1. Halo kak, aku baru tau ternyata sikap yg kaya gitu termasuk sebuah sindrom. Artikel ini kaya ngegambarin aku yg sesungguhnya dan mungkin aku mengidap sindrom tsb. Hal itu juga sangat mengganggu sebenarnya, lalu apa yg harus dilakukan agar bs mengatasinya ya?

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.