Originalitas Doa dalam sebuah Nama


*
Kerandoman kali ini, aku akan bahas tentang nama. Umumnya, nama adalah identitas pertama yang dimiliki manusia. Sebuah identitas yang diberikan oleh orang tua. Sebuah nama adalah sebuah doa juga pertanda lahir. 

Baru-baru ini, aku punya dua nama. Nama pemberian orang tua dan nama yang kutulis sendiri. Sejak lahir namaku Bela Azania. Itupun sudah salah tulis saat ngurus akta kelahiran. Karena harusnya Bella Adzania. Nah nama yang baru kemarin kugunakan adalah nama Nitya Kemala. Nama pena untuk tulisan yang kemarin coba diterbitkan oleh penerbitan sendiri. 

Entah kenapa aku memilih menggunakan nama pena daripada nama sendiri. Aku bukannya tidak pede dengan nama pemberian orang tua. Hanya saja, sifat introvert ini memaksa diri untuk tetap sembunyi di balik identitas baru. Meskipun tidak ada untungnya menghidupkan sebuah nama baru. Awalnya aku menghidupkan Nitya Kemala ini dengan nama akun instagram. Tapi lama kelamaan aku malah bosan sendiri. Dan akhirnya kembali ke nama asli. Sekarang, jika ada kesempatan untuk kembali menerbitkan sebuah karya, aku akan gunakan nama pemberian orang tua. Meski tidak lengkap dan sedikit di-fiksikan. Karena saat aku mulai menghidupkan blog ini, aku sudah memutuskan. Nama penaku di kemudian hari adalah Adzania. Iyap hanya Adzania saja. Mohon maaf untuk Nitya Kemala, karena kita hanya ada dalam satu buku saja.

Kenapa? Kenapa tidak konsisten dengan nama yang sudah dipilih? Kenapa tidak bertahan dan mempertahankan nama yang sudah dipilih? Kenapa galau kemudian ganti lagi? Kenapa labil? Jawabannya satu. Sakit hati ini.

Iya, sakit di hati. Bukan maksud aku sakit liver. Bukan juga sakit hati karena gunjingan orang. Bukan sakit hati yang sama dengan patah hati. Ini benar-benar mak-JLEB. Jleb-nya itu ketika mama baca novelku dan tanya: Kenapa namanya Nitya Kemala bukan Bela Azania?

Lalu kau tau apa jawabanku?

"Itu nama pena, Mam."

Aku pikir itu ending pertanyaan. Ternyata tidak. Mama tanya lagi atau setidaknya itu adalah sebuah komentar mengenai jawaban yang kuberikan. Komentarnya: Kok sama sekali ga ada nyambung-nyambungnya sama nama aslimu?

DEG! Langsung JLEB banget. Saat itulah aku sadar bahwa pertanyaan Mama adalah sebuah kesedihan. Ketika Mama lebih mengharapkan nama yang aku gunakan adalah nama pemberiannya. Memang sih, rasanya pasti sakit ketika seseorang malah tidak menggunakan nama yang sudah dibuatkan untuknya. Apalagi spesial dari orang tua. Setelah dipikir-pikir, aku tahu sih alasannya.

Pertama, membuat nama itu tidak semudah ngelempar pakaian kotor ke bak cuci. Buat nama itu ribet. Untuk nama pena ecek-ecek sekelas Nitya Kemala saja, aku mikirya bermalam-malam sebelum sampul di-desain. Ketika ditanya desainernya mau pake nama pena apa? Baru deh bingung cari nama. Kedua, nama itu biasanya disangkut pautkan dengan sebuah arti, sebuah definisi dan doa-doa. Lalu mengapa akhirnya aku pake nama Nitya Kemala?

Jadi ceritanya panjang, bahkan aku menghabiskan banyak waktu untuk browsing untuk arti nama. Bahkan sampai masuk ke website-website penyedia nama anak, rempong kan? Nitya artinya Malam, [awalnya mau pake nama Dalu yang artinya malam juga]. Referensinya dari bahasa jawa kuno dan nyerempet ke sansekerta. Kenapa dipilih malam? Ya itu mungkin karena saya terbiasa kerja di malam hari. Apalagi untuk proses penulisan novel kemarin memang lebih banyak nulis malam alias begadang. Jadilah aku masukkan elemen malam itu dalam nama pena. Nah kemudian kata Kemala, berarti pusaka, senjata, kekuatan [berarti sama dengan Kumala, Kamala]. Nah bagian ini rada bikin merinding karena ternyata biasa dalam konotasi ajimat. Weleh, padahal niatnya adalah arti dari nama NITYA KEMALA adalah kekuatan [melawan deadline] di malam hari. Yang sangat aku banget, hehehe. Tahap terakhir dari pencarian nama pena ini adalah, aku browsing di gugel tentang Nitya Kemala. Dan BOOOM, tak ada satupun manusia tiga dimensi yang memiliki nama tersebut. Jadilah saya menggunakannya.

Fiuh, terbayang kan betapa ribetnya? Jadi, aku memutuskan untuk menghargai nama yang sudah dibuat hanya untukku. Sembunyi di balik nama orang lain, nama pena, nama buatan sendiri rasanya ga enak. Ga enaknya adalah merasa menjadi pengkhianat. Seperti curi-curi kabur dari pemberian setulus hati dari orang tua. Dan bagiku, nama terindah adalah nama yang dipilihkan orang yang akan selalu mencintaimu tanpa syarat, yaitu orang tua.

Selain, menghargai orang tua, menggunakan nama asli dalam pencantumannya di sebuah karya akan memberikan kebanggaan tersendiri. Orang tua juga ikut bangga ketika nama yang mereka berikan ada dalam karya si anak. Karena karya dan prestasi seorang anak adalah bayaran terindah bagi orang tua. Mama sendiri yang bilang begitu. Love you, Mam.

Okedeh. Jadi seberapapun pendeknya namamu, seberapapun kunonya namamu, seberapapun mainstream-nya namamu, seberapapun panjangnya namamu, seberapapun susahnya namamu, seberapapun anehnya namamu, tunjukkan saja. Karena namamu itu adalah identitas pertama yang diberikan orang tuamu sebagai pembeda di dunia. Karena namamu itulah yang senantiasa dipanggil ramah oleh orang tuamu. Karena namamu itulah kau dikenal.
***

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.