[Fiksi-Fantasi] 3BLOOD KEPING 7

Warning: Fiction-Fantsy Detected Inside
Halooo, update ke tujuh tersedia. Bagaimana kabar Leil setelah kekacauan yang dibuat June dengan menjual rekaman CCTV? Langsung saja,...
Happy reading. Jangan ketinggalan galon kopinya.

LEIL


Ternyata peristiwa mengerikan yang sesungguhnya terjadi tepat di depan toko tempatku bekerja. Segerombolan perempuan tengah mengepung toko, beberapa melemparinya dengan senjata yang sama yang mereka gunakan untuk menyerangku kemarin malam, tomat busuk dan yang paling ampuh. Telur busuk. Beberapa bahkan telah menempel di kaca. Huh, pekerjaanku akan bertambah berat hari ini. Kutarik nafas panjang lalu aku berjalan menuju mereka. Mereka menyapaku lalu membukakan jalan untukku.
“Hey, Leil bisakah kau keluarkan bos-mu itu dari persembunyiannya.”
“Akan kuurus nanti.”
“Nanti! Kau gila??”
“Kalian yang gila! Kalian pikir ini taman bermain? Datang berkelompok hanya untuk mengacau! Melempar telur busuk seenaknya, kalian tak termaafkan!” seketika emosiku meluap, kupasang kuda-kuda terbuka dengan pucak kemarahan yang harus segera kulepaskan ke udara.
“Akan kutendang kalian kembali ke rumah. Apa kalian tidak ingat yang kukatakan kemarin, dasar pelupa.”
“Maaafkan kami, Leil…” mereka langsung lari tunggang langgang meninggalkan toko dengan bentuk yang kacau. June mengendap untuk membukakan pintu lalu menatapku dengan mata penuh penyesalan.
“Maafkan aku, Leil. Aku menyesalinya dan… terima kasih telah mengusir mereka. Kau benar-benar pegawai terbaikku. Kau menyelamatkan keuanganku.”
“Apa maksudmu? Bukankah mereka sudah tahu alamat rumahmu? Jadi kukatakan kau akan membayarnya di rumah.”
“Aaappa… maksudmu?”
“Oops, maaf. Mereka terus mendesakku.” Aku tertawa ringan sambil memasukki toko sementara June masih terpaku di ambang pintu.
“Tak bisa dipercaya… Leil, bersihkan toko ini sebersih mungkin dan akan kupotong 20 persen gajimu bulan ini. Terimalah hukumanmu!!”
“20 persen? Aku bahkan ragu kau bisa membayar gajiku bulan ini, nyonya June,” jawabku enteng sambil bergerak malas untuk membersihkan kaca toko yang kini tampak lebih parah daripada lukisan abstrak karya anak TK.
“Kau harus menutup toko untuk hari ini dan bantu aku membersihkan telur busuk ini.”
“Aaaapppaa? Menutup toko? Tak mungkin. Aku tak akan menutup toko apapun yang terjadi, walau hanya sehari sekalipun aku tetap tak akan melakukannya. Kau bersihkan secepatnya!” June mulai menggerakkan jemarinya di atas tombol kalkulatornya. Yeah, aku bisa menebak apa yang kini terpikir olehnya.
“Dasar keras kepala.”
Aku segera keluar toko dan memeriksa seberapa parah noda telur busuk yang menempel di kaca berukuran empat kali enam meter tersebut. Huh, ini sangat parah. Akan butuh ekstra waktu sekaligus tenaga untuk membersihkannya. June mengintip dari balik pintu sambil membawa sebuah majalah. Wajahnya menunjukkan bahwa ia ingin menyampaikan sesuatu yang serius.
“Leil, kau sudah membaca berita hari ini? Apa kau baik-baik saja?”
“Yah, aku sudah baca News Piece, New Spot dan majalah para orang gila. Mereka terlalu berlebihan, mungkin saja orang-orang yang hilang itu hanya tersesat.” June menunjukkan satu koran yang belum kubaca headlinenya hari ini.
VIGALINE: Viga—Polisi mengklarifikasikan bahwa serangan yang terjadi adalah serangan dari binatang buas, masih diselidiki kemungkinan menjadi serangan vampir.
“Aku baik-baik saja. Ayo bersihkan!” seruku bersemangat mencoba menutupi bahwa sebenarnya aku takut jika bagian akhir berita itu benar. Serangan vampir? Lagi. Sudah cukup lama aktivitas dunia supernatural tak bersinggungan dengan kehidupan manusia sejak serangan yang merenggut ibuku. Lalu mengapa kini mereka kembali dengan kisah mengerikannya. Apa yang hendak mereka buktikan?
Aku mulai menyemprot beberapa titik noda dengan cairan pembersih kaca. Langsung kuusap dengan kain tapi noda itu tetap merekat kuat. Telur apa yang mereka gunakan, mengapa nodanya membandel! Aku terus menggosoknya hingga kurasa semakin parah saja, belum lagi bau busuk bercampur amis yang menguar.
“Hey, Leil. Apa yang terjadi dengan toko kalian?”
Aku menoleh terkejut ke belakang dan kutemukan Jossie berdiri penuh pertanyaan di sana. Astaga, aku terlalu fokus pada kaca sehingga tak menyadari kehadiran Jossie.
“Beberapa orang mengacau dan… yeah, kau bisa mellihatnya sendiri bukan?”
“Sangat kacau.”
“Yeah, kau benar. Aku mulai frustasi dengan noda ini,” kataku sambil menunjuk hasil pekerjaanku yang semakin membuatnya terlihat kacau. Jossie mendekati kaca dan mengorek salah satu noda yang tlah mengering dengan jarinya.
“Ini mudah.” Jossie menyambar selang air, cairan pembersih kaca dan lap dari tanganku.
“Apa yang kau lakukan? Aku akan melakukannya sendiri.” Lenganku bergerak secepat mungkin mengejar semua benda itu berpindah tangan. June tak akan memaafkanku jika seorang pelanggan terbaiknya melakukan pekerjaan seperti ini.
“Aku pandai membersihkan,” kata Jossie sambil tersenyum manis dan kurasa aku tak bisa menyangkal bahwa aku memang membutuhkan bantuan.
“Oke, apapun itu alasanmu. Aku hanya tak ingin June salah paham dengan niatmu. Dia bisa menendangku kalau dia tahu pelanggan sepertimu mendapat pelayanan tak menyenangkan dengan mengelus kaca penuh noda telur busuk.” Jossie hanya tertawa ringan seolah tak mempedulikan ocehanku.
“Aku tanggung resikonya, nona.”
Kami berdua membereskan masalah yang satu ini dengan cepat. Tak kusangka bahwa tangan Jossie sangat cekatan, seperti katanya dia pintar membersihkan. Akhirnya, pekerjaan menyebalkan ini usai. Jujur saja, melakukan ini bersama Jossie sangat menyenangkan.
“Usai juga,” kata Jossie sembari menyandarkan tubuhnya.
“Yeah, terimakasih banyak. Aku mungkin akan berlumut jika melakukannya sendiri. Kau memang pandai membersihkan.” Beberapa pelanggan mulai mendatangi toko, sementara June masih sibuk dengan telepon permintaan tebusan atas pengembalian uang hasil gosipnya yang gagal.
“Apa yang terjadi? Kulihat hari ini June sangat sibuk dengan teleponnya. Apa ada masalah?”
“Bukan masalah, hanya sedikit salah paham.”
“Aaappppaa yang… kalian lakukan? Di sini???” kata June terperanjat, menemukan kami berdua tengah bersandar di emperan tokonya dengan wajah lusuh.
“Kami baru saja selesai membereskan kaca tokomu. Bagaimana, bersih bukan?” jawab Jossie santai.
“Mengapa bersantai di sini, masuklah,” kata June ramah. Jossie memasuki toko dan June mulai beraksi, ia menggiring kami berdua menuju gazebo belakang.
“Nikmati waktumu, aku tak mau mengganggu kalian,” kata June dengan keramahan yang diragukan. Jossie malah diam, menciptakan suasana hening yang menyebalkan.
“Terima kasih sudah membantuku hari ini,” kataku, mencoba memecah keheningan. Jossie hanya tersenyum indah seperti biasa.
“Leil, aku ingin mengatakan sesuatu padamu.”
“Oh, ya. A…pa itu, katakan saja aku mendengarkan.”
“Kau masih ingat saat kita di ruang hukuman menunggu orang tua kita datang?” ya tentu, itu saat sekolah dasar. Aku hanya mengangguk, tapi apa yang sebenarnya ingin Jossie katakan?
“Rasanya sama seperti saat ini. Hening, tak ada orang lain. Tapi aku harap kita tidak sedang menanti sebuah hukuman. Aku akan mengubah suasananya.”
“Maksudmu?” Jossie turun dari bangkunya dan berlutut di hadapanku. Menatapku lembut sambil tersenyum gugup, tapi akupun merasakan hal yang sama. Jossie mengeluarkan sebuah kotak kecil dari jasnya yang berada di meja. Sebuah cincin mungil dengan permata berkilau menyembul dari baliknya. Aku kehabisan kata-kata, Jossie…
“Maukah kau menikah denganku, Leil Grazdien?”

(Bersambung…)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.