[Fiksi-Fantasi] 3BLOOD KEPING 2


Wah, maaf telat nih. Harusnya terbit setiap hari Minggu. Tapi tak apa. Gimana kemarin perkenalannya dengan Leil Grazdien? Atau udah ada yang langsung kepincut dengan pesona Jossie? Lumayan nih buat dijadiin calon, #ehm (berdehem untuk diri sendiri). Oke buat yang penasaran dengan kelanjutan cerita Leil tentang Jossie yang romantis, atau mungkin yang penasaran dengan perasaan Jossie yang sebenarnya. Ini dia lanjutannya. Jangan lupa cangkir kopinya disiapkan menjelang buka puasa juga nih. Selamat menikmati...
***

LEIL
Kebahagiaan masih melingkupi hati. Bahkan aku seolah tak bisa mencabut senyum dari wajah dan June mulai menyikutku untuk menghentikan kegilaan ini. Mungkin terlihat berlebihan sih, tapi menurutku ini wajar, karena baru kali ini ada pria yang mengundangku untuk pergi bersama. Apalagi mengikut sertakan orang tua kami.

"Hentikan senyum itu, kau membuatku terlihat seolah mengantarkan orang gila pulang ke rumahnya," kata June sewot.

"Biarkan saja. Kau fokuslah pada jalanan, aku tak mau besok harus membatalkan janji dengan Jossie karena harus menginap di klinik." June terlibat berpikir keras mencerna kalimatku. Astaga apa sesulit itu memahaminya?

"Sial," umpatnya kemudian. Mungkin dia sudah menemukan apa pesan yang kusembunyikan dalam kalimat itu. Sementara senyumku masih juga belum pudar.

Mobil June berhenti tepan di jalanan depan pagar rumahku. Setelah aku turun, ia bergegas pulang padahal aku sudah mencoba menahannya untuk mampir. Kulihat ayah tengah sibuk dengan koran sorenya ditemani sebuah gelas besar. Aku berani bertaruh kalau gelasnya itu berisi kopi. Aku langsung memeluk ayah dan ia hanya diam dipenuhi tanda tanya. Ia pasrah ketika menjadi tempatku bergelayut hingga ia menyerah. Ayah meletakkan koran yang tengah dibaca untuk menyambut pelukanku.

"Apa hari ini toko ramai dan kau dapat bonus dari June?" tanya ayah, aku hanya menggeleng.

"Apa seseorang mengajakmu makan gratis hingga kau pulang selarut ini?" tanya ayah yang masih saja penasaran. Akupun menggeleng lagi.

"Joshua Franklin mengundang kita untuk memancing bersama besok pagi. Apa ayah bisa datang?" kataku kemudian. Masih dengan bebungaan yang seolah mekar dan berterbangan di sekelilingku.

"Tentu saja. Dengan senang hati ayah akan memenuhi undangannya."

"Aku sayang ayah."

"Ayah juga sayang kamu."

Hatiku berbunga-bunga, rasanya seperti semua mawar, azalea, daisy, krisan, aster bahkan lily mekar di sini. Saat aku hendak memasuki kamar, ayah memanggil dan kalimatnya menghentikan langkahku.

"Ada yang mengirimkan bunga hari ini. Lihatlah, aku menaruhnya di ruang makan. Kupikir tadinya salah rumah, tapi ternyata benar. Bunga itu untukmu, Leil."

Aku bergegas menuju ruang makan dan kutemui sekeranjang mawar merah dengan kertas pink beraroma mawar yang tergantung di salah satu tangkainya. Astaga! Mimpikah ini, Leil? Berkali-kali kutepuk pipiku sendiri untuk menyadarkan jika ini hanya mimpi. Jika aku tidak pikun, keranjang itu adalah mawar yang tadi dipesan Jossie. Aku langsung menyambar kertas pesan itu dan membacanya.

Terima kasih atas kesediaanmu menerima undangannku. Kutunggu kalian di dermaga Easter jam 8 pagi. Mawar-mawar ini mungkin tak cukup untuk mewakili keindahanmu, Leil. Tapi mereka mewakili ketulusanku.
-Jossie-

Aku berteriak histeris karena meleleh dibuatnya. Ternyata Jossie sangat romantis dan semua teman-temanku tidak salah menilainya. Aku sangat beruntung! Kini kakiku berekspresi ekstrem dan membuatku tak berhenti melompat bahagia. Semakin lama semakin tinggi saja dan aku merasa terbang. Tiba-tiba ayah masuk dengan wajah bingungnya. Langsung kusembunyikan kertas pink itu.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Memastikan bahwa hari ini bukan mimpi. Selamat malam, ayah."

"Malam, sayang. Bersihkan dirimu dan tidurlah yang nyenyak dalam mimpi indah. Karena besok kita akan mengangkat tuna." Ayah terkekeh lalu mencium keningku penuh kehangatan.
***
Bonus: Kepingan kali ini bukan karakter. Hmm, saya harus lebih persiapkan untuk ilustrasi sepertinya. Btw, selamat menikmati

JOSSIE
Kupenuhi gelas di tangan dan segera kosong dalam satu tegukan. Setidaknya aliran wine itu mampu membuatku tenang untuk sejenak. Bagaimana bisa aku menghilangkan semua perasaan aneh dalam diriku saat ini? Semua tekanan itu membuatku muak.

Aku baru saja menghembaskan tubuh di atas sofa ruang kerja saat pintu terbuka dan seorang asisten masuk. Ia membawa beberapa lembar kertas dalam map. Segera ia menuju ke arahku dan mungkin segera melapor seperti biasanya. Dan benar saja.

"Tuan Joshua Franklin, beberapa klien dan pemegang saham meminta anda mengadakan pertemuan."

"Baiklah, katakan pada mereka bahwa aku akan mengadakan rapat besar untuk evaluasi bulanan, tapi tidak dalam minggu ini."

"Tapi mereka mendesak untuk secepatnya."

"Secepatnya! Apa mereka ingin keluar dari konsorsium perusahaanku secepatnya juga! Katakan itu pula pada mereka."

"Baik, tuan." Orang-orang semakin sulit saja untuk diatur. Mereka pikir waktuku hanya milik mereka? Enak saja. Deringan telepon mengusik gerutuanku. Segera kusambar teleponnya.

"Halo?" jawabku sewot sembari memberi isyarat pergi bagi asisten menyebalkan itu. Ia segera meninggalkan ruangan dan aku kembali menuang minuman dalam gelas.

"Dari suaramu, kau tampak frustasi Josh. Apa kau mulai tak yakin dengan janjimu padaku? Waktumu tinggal sedikit lagi untuk mendapatkannya atau kau akan kehilangan segalanya. Kuharap kau masih ingat dengan pertaruhan besar itu."

"Aku pasti mendapatkannya. Dia akan kudapatkan dan kita lihat saja siapa yang akan tertawa di akhir cerita. Dari awal kau sudah digariskan untuk kalah dan selalu akulah pemenangnya."

"Gadis itu berbeda dari gadis lainnya karena itulah aku berani bertaruh denganmu, Josh. Tidakkah dia gadis yang malang jika tahu tentang hal ini?"

"DIAM."

Tuut... tuuut...tuut

Sial! Dia terus mendesakku. Apa yang sebenarnya terjadi dengan semua orang!



(Bersambung...)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.