Sumino Yoru: At Night, I Become A Monster (2016)
Judul Buku |
: |
At Night, I Become A Monster (Yoru no Bakemono, 2016) |
Penulis |
: |
Sumino Yoru |
Jml. Halaman |
: |
299 halaman |
Penerbit |
: |
Haru, 2022 |
Blurb |
: |
|
Ketika malam tiba,
aku menjelma sebagai monster.
Kalimat pembukanya sangat menarik dengan sekalimat sederhana
yang penuh misteri. Sebenarnya antara misteri atau aneh, karena di bab awal
langsung dijelaskan bahwa si tokoh utama kita, Adachi bisa menjadi monster saat
malam hari. Adachi –yang kemudian dipanggil Achi- ini siswa kelas dua SMP. Dia
tiba-tiba bercerita dengan sudut pandang orang pertama bahwa dia mengalami
transformasi. Anehnya tentang alasan mengapa dia jadi monster sama sekali tidak
dijelaskan.
Dengan tampilan monster hitam bermata delapan ini, Achi jadi
nyaman menjelajah di malam hari. Lagipula monster ini tidak membuatnya
merasakan kantuk ataupun membutuhkan tidur. Jadi membuatnya berkeliaran di luar
rumah. Sampai dia ketahuan berada di sekolahan dan kepergok oleh Yano Satsuki,
teman sekelasnya yang dikenal sebagai murid diasingkan.
Di sini Yano juga tidak kalah anehnya dari Achi. Yano bahkan
mengenali monster itu sebagai Achi dalam sekali tatap. Awalnya saya pesimis
Yano adalah manusia, karena dia bilang alasannya berada di sekolah malam-malam
sangat aneh. Yano bilang dia sedang istirahat malam. Sungguh novel ini isinya
tokoh-tokoh aneh yang bertemu dalam balutan plot yang aneh juga. Tapi rasanya
jadi sangat menarik ketika tiap lembar ada hal aneh terjadi.
Cerita kemudian berlanjut selang seling antara jam sekolah
dan malam hari. Mungkin hal ini jadi konsekuensi dari tokoh utama yang serasa
punya dua kepribadian berbeda. Achi di jam sekolah adalah murid yang
biasa-biasa saja, terkenal oleh teman-temannya sebagai murid rajin yang bahkan
tidak pernah begadang. Padahal itu karena tiap malam Achi jadi monster. Sama
juga kasusnya dengan Yano. Saat jam sekolah, satu kelas menjauhi Yano,
mengasingkan keberadaannya, dan bersemangat melabelinya sebagai perundung.
Malahan saya yang merasa simpati pada Yano, dia lebih ke arah korban
perundungan daripada pelaku. Yano terasa lebih energik di malam hari,
bermain-main di sekolahan dengan bebas pada malam hari. Yano juga lebih jujur
akan perasaannya di malam hari. Hanya saja yang tahu semua itu ya si Achi.
Sementara Achi di jam sekolah seolah tutup mata dengan perundungan teman
sekelasnya pada Yano.
Sebenarnya tentang isu perundungan jadi begitu sensitif dibahas dengan dua perspektif. Di sini, saya merasa Achi membingungkan pembaca.
Di siang hari, Achi ikut-ikutan mendiamkan Yano –atau setidaknya ikut mengabaikan
perundungan yang terjadi. Begitu malam tiba, dia secara gamblang menaruh
simpati akan perundungan yang diterima Yano. Sikap teman-teman sekelasnya ada
benarnya juga.
Endingnya sih masih banyak pertanyaan utama seperti kenapa
dia berubah jadi monster. Apa itu kutukan, apa itu imajinasi atau bahkan hal
itu cuma halu si Achi aja. Tapi nyatanya tidak dijelaskan alasannya. Sama
seperti kalimat pembukanya yang menarik, dua baris kalimat di akhir cerita ini
sangat menenangkan pembaca. Setidaknya cukup menjelaskan bahwa teori monster
itu adalah sebuah kejujuran.
Tidak ada komentar