Laman

Pages - Menu

Rabu, 27 November 2019

Keluar dari Goa


Halo warga Chapteranian yang nyasar lewat lobang cacing dan berakhir di sini untuk membaca tulisan random saya. Hehehe masih ada tidak yang baca ya?

Jadi beberapa bulan lalu saya ikut meramaikan kompetisi menulis yang diadakan oleh salah satu platform menulis online. Bukan di wattpad tapi, saya menulis di Storial.co meskipun respon pembacanya tak begitu memuaskan. Bahkan saya masih lebih suka nulis random di blog. Ya, mungkin karena saya jarang promosi. Akhirnya saya datang lagi ke Chapteranian untuk promosi dan memberi tahu anda-anda sekalian.

Mohon maaf apabila Chapteranian saya kurang berisi dalam beberapa tahun terakhir ini. Mohon tolong untuk cek akun storial saya, namanya Bell dan di sana sudah ada beberapa cerita yang dipublish. Dua novel selesai dan satu proyek cerpen random. Mungkin nantinya akan saya promosikan sebagai bahan postingan di sini. Nah, saya akan nambah label baru di sini, label storial.

Ide bagus.

Terima kasih sudah mampir dan menyempatkan diri baca. Semoga diberi rezeki melimpah untuk beli kuota [hehehe] dan akhirnya bisa mampir untuk support saya di storial. Sungguh, menjelajahi belantara storial tanpa dukungan itu rasanya begitu menyedihkan. Sedih saya kadang-kadang. Karena itulah saya butuh kalian semua para Chapteranian. Halah makin ngelantur saja.

UPDATE: Storial sudah meninggalkan tulis menulis cerita dunia maya. Selamat jalan, Storial



Senin, 18 November 2019

[REVIEW] Satsuriku no Tenshi: Janji yang Wajib Ditepati



Judul                            : Satsuriku no Tenshi (Angel of Death)


Jumlah episode           : 16 episode


Banyak komentar di luar sana yang membicarakan tentang ending anime Satsuriku no Tenshi yang memang open ending alias ambigu. Anime yang diadaptasi dari game ini memang bikin penasaran. Status Rachel Gardner di Wikipedia juga katanya unknown. Zack mati karena kena hukum mati. Lalu akhirnya saya menuntaskan enam belas episodenya. Tangan ini rasanya gatel kalo gak nulis reviewnya. Jadilah tulisan ini saya publish juga untuk meramaikan Chapteranian.



1.      Yes, Zack emang mati

Di luar sana masih banyak yang bertanya-tanya apakah status Isaac Foster setelah episode 16. Mungkin karena banyak yang berharap Zack benar-benar kabur dari penjara dan akhirnya menemui Rachel untuk memenuhi janji mereka. Tapi menurut saya, Zack beneran sudah mati atau akan mati. Itu menjelaskan kenapa dia bisa muncul di jendela kamar Rachel yang ada di lantai atas. Ya kali dia terbang ke lantai atas.

Alasan lainnya adalah Zack ngancurin jendela kamar Rachel dengan sabit besarnya yang di episode sebelumnya udah potek lalu dibuangnya. Yes yes yes, that’s the clue. Karena banyak loh yang mengira kalo kemunculan kembali sabitnya Zack itu sebuah kesalahan alias plot hole. Padahal jelas-jelas itu sebuah petunjuk untuk menunjukan bahwa ya Zack sudah di alam lain. Atau setidaknya, ini hanya dalam imajinasi Rachel. Bisa dibilang si Rachel nge-halu kalo Zack datang menjemputnya. Padahal itu cuma halusinasi yang menuntun Rachel untuk lompat dari kamarnya di lantai atas.

Jadi di anime ini, bisa dibilang Zack adalah figur satsuriku no tenshi alias angel of death-nya si Rachel.

2.      Rachel bunuh diri

Jreng jreng jreng, ada yang tidak setuju? Sudahlah, nyerah ke saya. Ini bukan cuma nulis dan curi-curi sensasi kok. Ada buktinya. Bukti kuat lagi, menurut saya sih. Mau dengarkan dulu?

Oke, jadi kenapa saya menyatakan demikian itu karena scene beberapa detik setelah credit movie. Hayooo pada nonton sampai akhir gak? Bagi yang nyimak sampai akhir pasti sadar kalao pisau Zack tergeletak di lantai kamar Rachel. Lalu jendelanya rusak dan aada luberan darah di jendela. Itu darah Rachel dan yang ngerusak jendela itu bukan Zack dengan sabitnya tapi si Rachel sendiri.

Rachel menggunakan pisau Zack untuk hancurin jendela lalu dia sendiri lompat dari kamarnya. Masih ingat dengan teriakan ibu-ibu dan kemudian ada sirene polisi? Itu ibu-ibu teriak karena memergoki Rachel mau bunuh diri. Lalu polisi datang bukan untuk kejar Zack tapi karena dokter Rachel nelpon untuk mengabarkan apa yang ditemukannya.

INGAT SELALU KALO ZACK TIDAK PERNAH SEKALIPUN KETEMU RACHEL SECARA FISIK DI EPS. 16!

3.      Kenapa status Rachel Gardner masih unknown?

Jika teori-teori di atas yang sudah saya beberkan sampai berbusa itu memang bisa dibenarkan. Maka pertanyaan lainnya adalah status unknown dari sang heroine. Itu kenapa? Jawabannya gampang saja, hahaha saya sudah punya jawaban lagi nih. Mantap.

Jadi, saat si Rachel bunuh diri, dokternya tahu. Itu menjelaskan suara teriakan ibu-ibu sebelum Zack hancurin jendela kamar Rachel. INGAT: adegan Zack nongol dan berbincang-bincang romantis dengan Rachel itu harusnya hanya ada dalam bawah sadar Rachel. Jadi saat ‘bawah sadar Rachel’ lompat dari jendela untuk kemudian digenggam tangannya oleh Zack, itu tubuh asli Rachel yang bleeding terjun dari atas. Ingat lagi kalo ada banyak mobil polisi yang kemudian datang. Jika polisi berhasil tepat waktu membawa Rachel untuk mendapat pertolongan medis, maka Rachel bisa selamat. Tapi status UNKNOWN itu diberikan karena durasi yang sudah habis. tidak diceritakan apakah polisi berhasil menyelamatkan Rachel yang bunuh diri atau tidak. Terjawab kan?

Nah, menurut kalian yang sudah nonton bagaimana? Apa teori kalian?

Saya sih leboh condong ke ending yang Rachel akhirnya mati. Karena dengan itulah janji keduanya menjadi saling ditepati. Rasanya begitu nyesek kalo yang mati cuma Zack. Mengingat semua jasa Zack saat mereka berdua coba keluar dari gedung. Nyesek lagi kalo dipikir bahwa Zack yang segigih itu harus mati karena hukuman mati.

Episode terakhir ini sangat nge-feel, saya bahkan sangat terharu, terguncang, tergerak dan ter- lainnya. keren parah. Sebenarnya dari episode satu sih, intinya genre psikologinya dapet dah karena berhasil ngubek-ubek emosi penontonnya.

Janji yang mereka buat di episode satu akhirnya dipenuhi di episode terakhir. Meskipun secara gak langsung. Rachel minta Zack untuk berjanji bunuh dia, dan Zack menepatinya. Ini dalem banget. Entah kenapa mereka tetep memilih akhir ini daripada mempertimbangkah happy ending ketika Zack dan Rachel akhirnya berhasil keluar dan hidup bahagia bersama-sama. Tapi karena konsisten dengan tema dark dari awal hingga akhir, maka saya suka. Anggaplah review ini adalah sebuah apresiasi dari kehidupan malang Rachel Gardner dan Isaac Foster. Berbucin-bucinlah kalian di dunia lain sana.

Duh ini epik sih di eps. 16

Kutipan kalimat menyentuh di akhir episode 16:

“Hey, Zack. Bunuhlah aku!”

“Kalau begitu jangan menangis dan tersenyumlah.”


KYAAAAA

Reviewer undur diri. Selamat berbahagia untuk Mbak Ray dan Mas Zack yang akhirnya saling menepati janji. Cerita kalian indah sekali. Bubye…

Kamis, 08 Agustus 2019

Review Superman v Batman (2016)


Review: Superman is not dead.
Judul   : Batman v Superman, Dawn of Justice
Tahun  : 2016
Durasi : 2jam 31menit


Kali ini review film Batman v Superman: Dawn of Justice tahun 2016. Saya baru tonton film ini di awal Maret tahun 2018, wow sangat terlambat mungkin tapi ga ada waktu yang salah untuk menikmati film. Jika filmnya memang bagus ya ga lekang oleh waktu dan ceritanya pasti tetep relevan lah.

Oke langsung saja, film superhero jujur saja saya cenderung tim Marvel dengan Tony Stark dan kesongongannya yang mengagumkan. Tapi saya bukan yang pilih-pilih tontonan, hanya karena saya kubu Marvel bukan berarti saya antipati sama DC. Marvel mungkin punya budget lebih untuk buat film yang menarik dan franchise menjanjikan dari The Avengers-nya yang baru-baru ini merekrut Spiderman. Tapi DC tidak selalu membunuh penjahat utamanya, itu yang membuatnya legendaris. Seperti Superman dengan Lex Luthor dan Batman dengan Joker. Tapi apa jadinya jika dua superhero legend ini diadu dalam satu judul. Yang terjadi adalah masing-masing kelihatan buruknya dalam sesi duel memperebutkan posisi tokoh utama. Apalagi mereka sempat kena politik devide et impera sama si anaknya Lex Luthor. Alhasil konflik di film ini kurang menarik. Seolah keduanya ini kurang dewasa dan tidak memakai logis sama sekali dalam bertindak.

Pertama, dari sisi Batman, digambarkan masa kecilnya sebagai pembuka film. Yaitu ketika papa mamanya ditembak di jalanan dan keduanya tewas meninggalkan Bruce Wayne sendirian. Konflik masih bergulir di kubu Batman, ketika kemudian Superman berantem di Metropolis lawan musuh yang ga bisa dihadapi manusia biasa. Tentu saja pertarungan kekuatan super di atas rata-rata itu akan menghancurkan kota dan memakan korban sipil. Gedung dari Wayne Financial termasuk salah satu korbannya dan para pegawai di sana juga menjadi korban. Saat itulah seperti mulai terpercik kemarahan dan niatan untuk membalas aksi Superman. Ini loh, masa di hati pahlawan super ada cacing bernama dendam atas nama kemarahan. Ya meskipun saya memaklumi, toh Batman itu hanya manusia biasa [dengan duit yang berlimpah, ekhm]. Dari dulu saya suka Batman, tapi Batsy di sisi ini baru saya temui di film kali ini. Mungkin itu juga yang ingin ditunjukkan DC.

Kedua, sisi Superman juga digali. Bahwa Superman juga [setidaknya] manusia saat dia memikirkan segalanya dan seluruh dirinya untuk seorang gadis. Ya, sebagai Superman ataupun sebagai Clark Kent, dia tetap milik Lois Lane. Jadi saat Lois dalam bahaya dan terancam nyawanya, Superman akan datang dan menyelamatkannya apapun resikonya siapapun musuhnya dan sekalipun itu jebakan. Halo, sebagai seorang hero, dia menumbuhkan cacing juga di hatinya yaitu terlalu cinta pada seorang wanita. Kecintaan Clark Kent pada Lois seakan ikut membutakan mata Superman akan pendapat dunia mengenai aksinya. Ya, menghabisi sekelompok teroris di daerah konflik luar negeri hanya untuk menyelamatkan nyawa kekasihnya, romantis sekali sih tapi terkesan sangat egosentris. Untuk sesaat saya ikutan ke kubu Batman bahwa Superman pantas diadili atas semua aksi semborononya yang dianggap heroic. Karena pada akhirnya, tidak semua orang bisa diselamatkan justru banyak yang menjadi korban.

Lepas dari dua pihak superhero, ada yang mendapat keuntungan dari konflik mereka. Tentu saja, saat perang pihak yang paling diuntungkan adalah si penjual senjata. Di film ini, musuh bersama yang kasat mata adalah anak dari musuh terbesar Superman, Alexander Luthor dan Lex Corp. nya. Padahal entah darimana, saya penginnya Joker yang muncul tapi kejahatan Joker masih terlalu receh untuk ngalahin si Superman. Apalagi si badutnya belum tentu Joker Leto alias Joker yang diambil peran oleh Jared Leto [ini terlalu berharap untuk kesempatan kedua, haha]. Saya sempat ngefans sama Lex junior ini, dengan rambut gondrong dan sifat weirdo-nya sebagai maniak ilmu pengetahuan juga persenjataan [tapi mainannya sama mitos Yunani]. Dia sebagai penjahatnya dan sebagai orang bisnis tahu betul bagaimana harus bergerak dan memanfaatkan keadaan. Apalagi Jesse Eisenberg yang peranin, si mas Daniel Atlas di No* Yo* Se* Me [hahaha, another review yaa].
Tiga kubu tokoh utama dengan konfliknya masing-masing tapi kebanyakan reaksi di luar sana tidak menunjukkan hasil yang positif. Saya juga kurang menikmati karena konfliknya kurang nendang. Ada beberapa poin yang menurut saya membuat film DC kali ini kurang megah dan kurang menggairahkan bagi para penikmat film superhero.

Perbedaan sangat jauh antara Batman dan Superman
Ya, ini sih yang paling menonjol, ketika duel antara Batman dan Superman bisa diibaratkan semut lawan gajah. Batman dengan kepalannya sementara Superman tidak butuh apapun untuk menghadapinya. Bahkan bat car langsung mental ketika nabrak Superman. Bagaimanapun pemilihan Batman v Superman ini sepertinya cuma dari hasil voting kepopuleran superhero DC. 

Batman jelas hanya manusia biasa tanpa kekuatan super tanpa magis dan tanpa cewe cantik yang bisa diajaknya ciuman di bak mandi [alih-alih cewe cantik, dia cuma punya kakek antik si Alfred]. Superman adalah keturunan dari Planet Krypton yang menetap di Bumi menjadi Clark Kent, kerja di kantor berita dan dapat Lois Lane. Batman yang bekerja diam-diam di malam hari tanpa partner kepolisian dan bukan duta superhero justru dilihat sebagai kriminalnya di film ini karena menentang arus ketika seluruh Metropolis memuji-muji Superman. Batman sebagai Bruce Wayne mungkin lebih beruntung dari sisi finansial daripada Superman sebagai Clark Kent.

Selain dari kekuatan dan kehidupan pribadinya, visi mereka juga berbeda. Bahkan sangat jauh berbeda. Superman dengan ke-superannya menggunakan itu sebagai sebuah kewajiban bahwa dia harus melindungi semua orang di kota bahkan di planet bumi dari ancaman. Dia menjalankan misi pahlawan supernya ini dengan penuh kesadaran, apalagi karena almarhum papanya juga berpesan demikian. Bisa dibilang Superman ini adalah hero yang memang dari lahir sudah diwarisi kekuatan berlimpah dan harus menjadi hero lagi karena tradisi. Sedangkan Batman hanya berurusan dengan penjahat-penjahat kota, kotanya juga hanya sebatas kota kecil, Gotham. Dia bahkan tidak secara terang-terangan menyebut dirinya pahlawan. Bruce Wayne ini hanya sedang mengobati traumanya di masa kecil dengan membasmi kejahatan di kota. Ia hanya membantu dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga supaya tidak ada anak yang menjadi yatim piatu karena menjadi korban kejahatan. Misi besar versus misi sederhana.

Alurnya yang bergerak lambat
Saya cukup bosan untuk menantikan konflik memuncak. Konflik ini dibangun dari masing-masing sudut pandang dan menurut saya ini yang menjadikannya lambat. Awalnya dari sisi Batman yang benci kekuatan super tanpa batas milik Superman yang sebagai penyelamat juga sekaligus penghancur. Lalu bergeser ke Lois Lane dengan kegiatan jurnalismenya dan percintaannya dengan Clark Kent. Eh, kemudian nongol si Lex Luthor, belum lagi nongol si Diana Prince alias Wonder Woman. Padahal tokohnya tidak lebih banyak daripada Avengers: Civil War, kok rasanya mereka ini pada nongol hanya untuk memperpanjang durasi saja [entahlah, maaf kalo kebangetan yak]. Bahkan untuk puncak konfliknya juga saya tidak puas karena baik Batman maupun Superman tidak punya argumentasi lebih kuat untuk konflik ini. Justru yang menciptakan konflik ini ternyata adalah Lex. Intinya, konfliknya terlalu ecek-ecek. Judulnya harusnya Superhero Baper. Entahlah, kurang logis aja alasan mereka berkonflik.

Bruce Wayne dan Mbak Diana Prince
Lex Luthor 


Mengapa dua pahlawan super justru duel? Apa masalahnya?
Alasan ini yang sedikit bikin males buat ditonton sih sebenarnya, justru konfliknya tejadi di dunia nyata ketika kubu penggemar Batman dan kubu penggemar Superman ricuh sendiri. Kalo mereka beneran duel, kira-kira siapa yang menang? Nah cuma pendapat ini yang ingin didapat penonton, eh akhirnya malah ga ada yang menang. Yang disayangkan lagi adalah pertanyaan yang sudah saya tebalkan di atas. Mengapa dua pahlawan super yang biasanya membela kebaikan di film masing-masing justru duel tanpa alasan saat dipertemukan di satu judul yang sama. Otomatis tingkat kebijaksanaan keduanya turun drastis. 

Ingin tahu kesimpulan apa yang terpikirkan saat selesai nonton film ini? Oh ternyata Superman itu egois, dia cuma ingin mellindungi orang-orang terdekatnya, oh dia cuma sibuk pacaran sama si Lois Lane, oh jadi sumber dari bermacam konflik cuma sebatas ceweknya. Lalu di sisi Batman, oh ternyata dia cuma pria kesepian yang sebenarnya ingin dipujji-puji sebesar warga kota peduli ke Superman. Oh ternyata Batman itu pencemburu dan pendendam. Tentu saja ini bukan tujuan utama DC mempertemukan mereka berdua di satu judul yang sama kan?

Jadi, buat saya Batman v Superman ini tidak punya latar belakang permasalahan yang jelas. Mereka terus duel bahkan ketika Batman terlihat lebih unggul [iyalah, karena dia punya batu krypton]. Tapi Superman juga tidak mau kalah karena mamanya disekap sama Luthor junior dan harus diganti dengan nyawa Batman kalo mau selamat. Lalu saat duelnya nyaris berakhir, muncul nama Martha disebut si Superman sebagai alasan dia dari tadi ngelawan Batman. Seketika, si Batman berhenti dan penonton diminta berputar ulang ke awal film. Lalu apa yang dipikirkan? Ini sedikit bikin rancu, bahkan sempet dikira Batman dan Superman ini adalah saudara yang terpisah jauh dan akhirnya dipertemukan lagi saat battle [apaan inih?] hehe. Ternyata bukan begituan ya sodara-sodara. Ibunya Batman itu Martha Wayne yang sudah meninggal karena ditembak di jalanan saat Bruce kecil. Sedangkan ibunya Superman itu Martha Kent yang tinggal di Smallvile. Tapi bukankah tidak menutup kemungkinan bahwa kedua Martha ini orang yang sama hanya saja menikah dengan Pak Kent dan Pak Wayne sekaligus? Jadi dia menikahi Pak Kent duluan, trus pindah ke Pak Wayne yang lebih kaya raya [AAAA TIDAK, INI TEORI BODOH JANGAN DIBACA. APA INI SAYA MALU MENULISNYA TAPI BUAT LUCU-LUCUAN JADI TIDAK SAYA BUANG. TOLONG JANGAN BUANG SAYA DARI PLANET BUMI, SUPERMAN-KUN]

Superman tidak mati!
Kenapa? Entahlah, saya tidak melihat adanya death flag yang berkibar jelas di film ini. Ini Superman loh, oke monumennya mungkin ambruk dan hancur berkeping-keping tapi Supermannya kan enggak. Haloooo, Clark Kent masih utuh setelah dia lari marathon bawa tombak dari Kripton dan bunuh iblis buatan Lex. Bahkan jika ada death flag, menurut saya itu di bagian AS luncurin nuklir ke angkasa dan Superman kena ledakan nuklir juga. Toh nyatanya Superman ga mati setelah kena tembak nuklir lalu kenapa Superman harus mati hanya karena ketusuk batu [runcing] dari tubuh iblis planet Kripton yang sama sekali ga ada kriptonnya? Bahkan bajunya si Superman juga sepertinya punya kekuatan super. Karena ga kebakaran waktu ledakan nuklir, wow bener-bener super kan? Saat pemakaman juga seolah memberi clue bahwa Superman ga mati, dia mungkin cuma cuti sebelum nongol di keadaan kritisnya Justice League. Pemakaman dilakukan di dua tempat, di Metropolis dan di Smallvile. Nyatanya Superman alias Clark Kent dimakamkannya di kampung halamannya di Smallvile. Entahlah, secara logika mungkin lebih gampang untuk bangkit dari kubur di kampung sendiri daripada di kota besar dengan sorotan kamera. Apalagi di makamnya yang di Smallvile, tidak ditimbun tanah dan di detik-detik akhir seolah mengisyaratkan bahwa tanahnya aja kehilangan gravitasi buat mengubur peti Clark Kent. Trust me, Superman is not DEAD [yet] [entahlah].

Oke, ini pembahasan di luar jalan ceritanya sih. Mana mungkin DC membunuh superhero yang bisa dibilang paling menguntungkan buatnya. Jika DC kehilangan Superman maka mereka kehilangan banyak persen penggemarnya di seluruh dunia. Jika DC matiin Superman, maka mereka lagi bunuh dirinya sendiri. Karena selama ini maskot dari komik DC adalah Superman [dan Batman tentunya]. Masih ada hero lain tapi apa ada yang lebih mentereng daripada mereka berdua? Apa ada hero DC lainnya yang punya maniak lebih banyak daripada mereka berdua? Sepertinya belum. Dan sepertinya DC masih ingin jadi komik super hero ternama kan? Masa iya mereka akhirnya banting stir jadi komik antihero dan mengangkat Joker jadi maskot mereka. Berat pasti buat DC untuk mematikan si Superman. Buat saya aja yang mengaku sebagai penulis, masih sangat berat untuk melepas satu tokoh untuk dibiarkan mati, apalagi tokoh utama. Meskipun saya pernah membuat cerita yang membunuh tokoh utama, tapi saya terus dihantui sama karakter dia dan akhirnya menulis cerita spin off ketika dia masih ada. Untuk sekelas DC, mereka tidak akan bunuh Superman hanya dengan tusukan kecil di dadanya. Terlalu rugi.

Ambisi Justice League untuk menyaingi The Avengers
Ide yang di-bold di atas adalah salah satu alasan pendukung dugaan bahwa Superman ga mati. Justice League adalah bisnis masa depan DC, ya menggabungkan banyak dan hampir semua superhero dalam satu judul yang sama atas nama keadilan dan perdamaian abadi [berasa pembukaan UUD]. Justice League versi kartunnya bahkan sudah ada dan Superman ada di dalam koalisi ini. Bahkan menurut saya, komplotan pahlawan super DC tidak berdaya tanpa Superman yang ikonik. Jadi sekali lagi, DC tidak akan membunuh Superman. Clark Kent hanya diberi cuti, mungkin untuk nikah siri dengan Lois Lane dan bulan madu sampai beranak [infotainment mode:ON]. Nah jika suatu hari Superman sudah beranak pinak dan melahirkan generasi keduanya, bisa jadi inilah saat yang tepat untuk deathflag benar-benar berkibar.

DC butuh Superman untuk menghidupi Justice League dalam perang menghadapi The Avengers punya Marvel. Ya, persaingan di antara dua bisnis yang sama bukankah hal yang lumrah? Di setiap film, jika konflik yang diambil sama terus maka akan kurang garam ga sih? Seperti kurang berkesan dan ga ada efek kejutan. Marvel sadar betul dengan efek kejutan ini, misalnya di The Avengers 2 yang secara mengejutkan rekrut Spiderman. Kehadiran Spidey di tim Avengers sepertinya bisa menciptakan jalan cerita lain untuk dikembangkan. Mungkin saja Spiderman returns dengan seragam baru dan inovasi teknologi canggih dari Stark Company. Sedangkan DC nampaknya sedang belajar tentang efek kejutan ini dengan “mematikan” Superman. Tapi ini kejutan yang sudah terbaca. Justice League mungkin akan dijalankan tanpa Superman di awal pembentukannya, tapi kemudian saat-saat kritis dia nongol kembali dengan epic. Ya, mungkin sekitaran itu.

Oke, begitu review kali ini. Sayang sekali saya tidak menuliskan hal yang menarik hati tapi karena filmnya memang begitu. Kecuali tampilan visual Bruce Wayne dan otot-ototnya [astaga] dan bagi para pemirsa pria mungkin akan terpesona dan menunggu-nunggu scene Diana Prince [untuk liat bodi mbak Gal Gadot]. Sudah sih, begitu saja. Tips dari saya untuk DC dan teman-teman semua yang ingin membuat plot twist dengan unsur efek kejut, jangan tunjukkan. Ya, jangan tuntun penonton untuk melihat clue bahwa Superman belum mati lewat tanah di atas petinya. Jangan. Tapi biarlah Superman atau emaknya atau bahkan Lois Lane atau Batman atau Mbak Gal Gadot yang mengatakan. Yes, perkataan. Meski hanya sekalimat. Kenapa lebih baik disembunyikan dalam dialog? Karena penonton kadang menyepelekan sebuah dialog, apalagi jika diucapkan di saat-saat bukan genting. Sekian.


Maret, 2018

Ps: edisi membersihkan draft dengan posting-posting. Salam dari Chapteranian. Terima kasih sudah mampir...

Kamis, 14 Februari 2019

Dimanakah Fiksi Fantasi Indonesia Berada?

Sudah Februari, halo.

Rasanya bulan Februari saya dipenuhi keinginan untuk kembali nulis genre fantasi. Cerita-cerita yang awalnya saya tulis kebanyakan bergenre ini. Tapi ya, memang sulit dikerjakan karena banyak tantangan dan kurangnya niat [hehehe]. Nah kemarin, pas lagi bersih-bersih berkas lama [eciee] saya menemukan draft-draft novel fantasi pada lembaran kertas surat yang buram. Ya, sebelum ada laptop, saya menulis pada kertas buram dan itu sumbernya dari undangan-undangan sejak SMP dan SMA.

Jadi seakan timbul keinginan untuk menyalinnya dalam dokumen Ms. Word. Tapi enggan juga, ada banyak sekali dan itu tulisan tangan. Ceritanya juga masih berantakan dan kadang bikin saya tersenyum sendiri.

Mengenai genre Fantasi memang sebuah pertimbangan yang sulit. Banyak sih novel-novel fantasi yang beredar di Indonesia. Tapi kebanyakan adalah novel terjemahan, bukan ori karya anak bangsa. Novel fantasi dalam negeri yang saya punya lengkap cuma Ther Melian. Sayangnya ibu author TM kok ga menulis seri lainnya dengan genre yang sama yaa?

Tentang judul, ya tulisan saya hari ini murni sebuah pertanyaan. Miris tapi juga sebenarnya tahu alasan realistis dari sepinya genre fantasi lokal. Selain pasar yang kurang dan stigma kurang baik tentang karya lokal yang katanya ga semenarik novel terjemahan. Kebanyakan meledak di genre romance, teenlit dan banyak banget variasi bucin. Padahal genre fantasi juga bisa menghadirkan romance dan bucin-bucinan juga loh [apa inih?] 

SAYA KANGEN FIKSI FANTASI INDONESIA.

Hey, novel fantasi Indonesia, kapan bangun? Saya kangen.

Cari di watty, banyak fantasi yang dibuat seperti setengah matang. Hanya fokus pada hal-hal ajaib lalu meninggalkan kaidah logika dan referensi yang cukup. Jadi pas dibaca hambar, tidak terasa nendang fantasinya. Salah satu blog yang sering saya kunjungi adalah tentang review novel fantasi. Tapi sayangnya mereka juga kebanyakan tak lagi aktif. Sayang sekali.

Selasa, 12 Februari 2019

Bunga di Tepi Jalan


Seorang gadis berjalan melalui setapak menuju rumahnya. Jalannya becek, masih tanah yang jadi lembek setelah tersiram hujan seharian. Bahkan tanah jalanan itu sudah jadi lumpur yang menempel di bawah sepatu si gadis. Coklat dan nodanya terlihat jelas di sepatu putih itu. Si gadis hanya menggerutu tentang sepatunya yang kotor, tentang jalanan yang berlumpur, tentang hujan seharian dan tentang segalanya. Ia mengeluhkan semua hal buruk yang menghampirinya hari ini. Tapi di antara semua gerutuannya itu, ia takjub untuk sesaat. Ia pun menghentikan langkah di hamparan tanaman yang berbunga warna pink yang tengah bermekaran.

Tanaman berbunga itu benar-benar mencuri perhatiannya. Mereka merekah sempurna secara bersamaan, membuat pemandangan indah di tengah kekacauan. Padahal, ia tumbuh di tanah berpasir dan berkerikil. Maklum saja, di seberangnya ada pembangunan rumah. Tapi bunga itu masih mau mekar saja. Padahal, di belakangnya adalah pekarangan kosong tempat orang-orang mengumpulkan sampahnya. Meskipun berpasir, berkerikil dan dekat sampah, bunganya itu masih indah. Si gadis jongkok untuk melihat lebih dekat rimbunnya. Ia mengeluarkan ponselnya untuk mengambil gambar. Bukan hanya itu, tangannya tak bisa menahan godaan untuk mencabut serumpun tanaman itu sampai ke akarnya. Ia berpikir untuk menanamnya sendiri di rumah. Ia bahkan sudah memikirkan pot dan tanah subur untuk menanamnya. Seketika, langkah sebalnya berubah jadi langkah bahagia dengan tanaman berbunga itu di genggaman tangan kanannya.

Seperti yang diharapkannya, gadis itu menanam bunga cantik yang ia temui di pinggir setapak itu. Ia memasukkannya ke pot tanah berwarna bata. Ia tambahkan tanah kompos ditambah pupuk kandang dan sekam bakar. Tak lupa, ia sirami secukupnya. Tanaman itu terlihat senang mendapat tempat baru, setidaknya itulah yang terpikirkan oleh si gadis. Ia mulai berangan-angan bila tanaman itu semakin rimbun dan berbunga lebat. Si gadis bahkan menempatkan pot bunga itu di kamarnya, di dekat jendela. Menghias ruangan dengan sempurna, apalagi dengan bunga-bunga yang masih mekar indah.

Si gadis selalu bersemangat memandangi dan menanti mekarnya bunga dari tangkai yang lain. Sudah seminggu lebih, dan dia tetap menanti. Tapi tak ada satupun yang muncul. Meskipun tanaman itu terlihat bahagia dan daunnya tumbuh dengan subur sampai memenuhi permukaan tanah di pot. Bunganya tak muncul lagi. Bahkan bunga yang pertama juga sudah layu dalam sehari. Si gadis bertanya-tanya. Padahal saat ia melalui jalanan becek, bunga-bunga yang di sana masih terus bermekaran seperti tidak ada putusnya. Sama seperti hujan yang setiap hari selalu mengguyur meski kadang hanya gerimis. Di keesokan harinya, ia membeli pupuk dan langsung ia pupuk pot tanamannya dengan harapan akan mekar indah seperti yang di jalanan.

Satu bulan kemudian, si gadis putus asa. Tanaman yang ia pungut dari pinggir jalan tidak lagi berbunga. Jalanan di sana juga sudah tidak lagi becek. Ini sudah bulan Mei, hujan tidak sesering bulan sebelumnya. Si gadis akhirnya mengeluarkan pot tanaman itu dari kamarnya. Rumpunnya sudah lebih banyak, tapi ia hanya tumbuh daun tanpa berbunga sekalipun. Ia meletakan pot tanaman itu di halaman rumahnya. 

Sore harinya, hujan turun lagi. Setelah seminggu tak turun hujan, akhirnya turun juga. Si gadis ada di rumah, ia menutup jendela kamarnya sambil memandangi pot tanaman yang baru saja ia telantarkan. Hujan sore itu berlanjut sampai senja. Malam yang dingin juga langsung menyambut. 

Dua hari setelah hujan, si gadis terkejut. Sebelum ia masuk ke dalam rumah, ia sempat melihat bakal bunga dari tangkai-tangkai panjang yang menyembul dari rimbunnya daun. Tanaman yang ia ambil dari pinggir jalan akhirnya akan berbunga. Ia bertanya-tanya dan keheranan. Karena di esoknya, bunga-bunga merah muda mulai memenuhi permukaan rimbun hijau.

Saat itu pula seseorang mengatakan nama tanaman yang diambil si gadis itu di pinggir jalan. Namanya Lily hujan. Bunga cantik yang akan mekar setelah terguyur air hujan. Tak peduli itu hujan bulan April, Mei atau Juni, dia pasti mekar. Si gadis tersenyum sambil menyapa tanamannya itu.

"Hai, Lily Hujan," sapanya.

***

Minggu, 10 Februari 2019, 
10:14pm

Selasa, 29 Januari 2019

APA KABAR, JANUARI?

***

Apa kabar, Januari?

Rasanya kurang tepat menanyakannya begitu lagi. Apalagi kini sudah tanggal akhir Januari yang harusnya disapa nanti dengan: selamat tinggal Januari. Tapi Januari-ku bukan nama bulan pertama dalam kalender. Januari-ku bukan tentang tiga puluh satu hari dalam sebuah bulan. 

Januari, sebentar lagi Februari. Tapi aku masih sama. Persis seperti saat itu, diam dan menunggu. Bodohnya aku, Januari. Tapi jangan salahkan aku, itu karena kau. Salahmu yang tak mengucapkan selamat tinggal saat pergi. Yang kusimpan dari pertemuan denganmu adalah senyum itu. Entah bagaimana, entah sebodoh apa aku hingga masih mengingatnya dengan jelas seolah itu baru saja kemarin. Bahkan bukan kemarin, buatku itu seperti satu jam lalu, satu menit lalu. Itu belum lama berlalu. Semua orang mulai menasehatiku untuk beranjak darimu. Tapi semua orang tidak tahu tentangmu lebih dari aku, bukan?

Hey, Januari. Aku punya nama panggilan baru. Orang-orang menyebutku BUCIN, kau tahu? Mereka bilang aku Budak Cinta karena terus menerus bilang akan menunggumu. Lucu bukan? Tapi buatku itu menyedihkan.

Kapan kau kembali? Aku nyaris putus asa menunggumu. Dengan hari ini, berarti sudah lebih dari satu tahun aku tak menerima kabarmu. Tidak apa jika kau ingin sembunyi lebih lama, aku tahu duniamu bahkan terasa lebih kejam daripada dunia manusia normal dengan kehidupan biasanya. Tapi setidaknya, kirimi aku surat. Balas suratku ini, Januari.

Surat pertamaku ini adalah seutas tali rapuh yang tetap kugenggam di tepian jurang keputus asaan. Jika kau ada di ujung jurang itu, beritahu aku. Kirimkan cahaya kecil yang bisa menembus gelapnya supaya mata sayuku bisa melihat tanda itu. Setidaknya aku bisa bahagia dan kembali berharap bahwa kau masih peduli. Setidaknya kau harus tahu bahwa aku juga masih peduli tentangmu. Jangan lari seperti ini, Januari.

Aku tak peduli orang-orang, mereka tidak tahu. Setiap kali mereka menyindirku, pasti kuacuhkan. Mereka tidak tahu. Mereka tidak tahu. Mereka tidak tahu. Mereka tidak tahu kita, Januari.

Kumohon kembalilah, Januari-ku yang pemberani.

Kuharap surat ini tersampaikan padamu.



Dariku yang selalu menunggumu,
Mins