Laman

Pages - Menu

Jumat, 30 Juni 2017

Si Kupu-Kupu



Kupu-kupu terbang rendah menghampiri seorang gadis yang rambutnya tergerai terbang diayun angin. Ia pandangi serangga indah itu. Berpikir begitu ringankah tubuhnya hingga ia bisa berselaras dengan angin. Gadis itu ingin jadi kupu-kupu. Terbang bebas. Terbang ringan. Riang gembira. Ia pun bangkit dari duduknya, berdiri dan ikut berlari bersama kupu-kupu kertas itu. Ikut bermain angin, namun tak bisa ikut berselaras. Sebuah seruan menghentikan langkah riang ringannya.

Ayahnya yang berseru, membawanya masuk. Seketika segaris tipis senyumnya langsung pudar. Kebebasan itu terbang jauh membumbung bersama kupu-kupu yang semakin jauh dari pandangan. Begitu si gadis masuk, ia hanya jadi boneka. Ia terima nasehat dari ayahnya. Ia terima nasehat dari ibundanya. Ia terima semuanya. Hingga dia terdampar di ruang tamu dengan dandanan nasehat ibunya. Gadis itu masih ingat betul rupanya saat terakhir ia mengamati cermin. Tepat sebelum ayah dan ibunda membawanya ke hadapan seorang pria yang gagah rupawan. Pria itu tersenyum, duduk nyaman menyambut kedatangan si gadis di ruang tamu.

Tanpa banyak basa-basi, si gadis telah dipinang. Ayah ibundanya tertawa bahagia, si gadis diam saja. Tersenyum karena magnet intimidasi gelak tawa ayahnya. Si gadis sebenarnya tak ingin tersenyum, tapi erat genggaman ibunda membuatnya tak berdaya. Ia hanya tak ingin mengecewakan. Tapi ia ingin terbang. Ia ingin menjadi ringan dan dia tahu sekarang bukanlah saatnya. Atau bahkan dia tak akan pernah mendapatkan kesempatan itu. Ia tak bisa menolak, ayah ibundanya setuju.

Pernikahan sudah tentu harinya, mereka bahkan bicarakan itu langsung. Si gadis dalam pingitan di kamarnya. Jauh dari riuh segala persiapan. Ia buka jendela sambil memandangi padang kupu-kupu. Hanya bisa memandanginya tanpa bisa pergi. Bahkan padang itu terlihat sepi dari kupu-kupu. Setelah menikah, ia tak lagi tinggal di rumah ini. Dia akan pergi bersama sang suami dan meninggalkan padang.

Seekor kupu-kupu menyelinap masuk lewat jendela. Si gadis hanya memandanginya dengan mata berkaca. Sambil menggelengkan kepala, ia terus menolak. Tapi dalam hatinya ia ingin terbang bersama kupu-kupu. Tapi secara sadar ia tahu bahwa itu tak mungkin. Secara sadar ia tahu bahwa kupu-kupu datang terlambat. Ia datang saat pernikahan sudah ditentukan. Si gadis menangis saat mengulurkan tangan dan melompat dari jendela.

Ia terbang bersama kupu-kupu. Ia benar-benar terbang. Tapi dia sadar, terbang bersama kupu-kupu ternyata tak seringan yang dia lihat. Terbangnya bukan sebagai kupu-kupu. Dia sadar bahwa menjadi kupu-kupu tak pernah mungkin baginya. Ia hanya calon pengantin yang dalam pelarian dengan kekasih hatinya. Si kupu-kupu.
***

Dengan Sangat Menyesal


PENGUMUMAN
*

Dengan sangat menyesal, saya umumkan bahwa series The Missing Link harus berhenti tayang pada dua belas episode saja. Saya sudah selesaikan keseluruhan ceritanya. Hanya saja Alastair dan kawan-kawan kehabisan waktu untuk tayang. Karena mereka adalah project Juni dan ini sudah di penghujungnya, jadi saya hentikan.

Apalagi first reader saya menyarankan untuk dibukukan saja, Saya masih mempertimbangkan pilihan kedua soal dibukukan. Entahlah. Bagi yang masih penasaran tentang Alastair dan kisah The Missing Link bisa meninggalkan alamat emailnya di kolom komentar. Nanti saya kirimi versi pdf-nya full. Beserta cover ala kadarnya, hehehe.

Berhubung ini masih nuansa Idul Fitri, mohon maafkan author yaa. Sampai jumpa di even #nulisrandom berikutnya. Semangat yaa...



Presiden Chapteranian,
Adz.

Rabu, 21 Juni 2017

The Missing Link 12


12 NIGHTFALL
*

Ivory duduk nyaman dan menikmati sajian makan malam dengan santai. Makan malam hari ini cukup lengkap karena Ayah dan Giles ikut meramaikan. Mereka tidak pernah berkumpul satu meja untuk makan malam, kecuali hari ini. Giles menatap tajam pada Ivory. Ia bahkan tak menyentuh piringnya sama sekali. Kemudian Giles menatap ayah yang tak juga makan. Menyadari keheningan itu, Ivory menghentikan makannya. Ia tersenyum manis.

“Aku suka cincinnya. Seperti kata ayah, warna turquoise nya sangat serasi dengan warna mataku. Lihatlah, jemariku bahkan sangat pas saat mengenakannya,” kata Ivory sambil memperlihatkan jemari tangan kanannya. Cincin bermata turquoise sudah melingkar di jari tengah tangan kanannya.

“Aku senang mendengarnya, sayangku.”

“Ayah tidak makan? Giles juga tidak makan? Padahal ini kali pertama kita makan malam bersama. Bukankah harusnya kalian juga lahap sepertiku?”

“Ivory,” panggil Giles. Tapi ia tak melanjutkan kalimatnya. Ia kembali diam dan membiarkan ayah yang menanganinya. Beberapa pelayan yang berdiri di belakang Ivory juga diam menanggapi keheningan penuh kecanggungan di ruang makan. Mereka hanya memantung dan menundukkan kepala.

“Siapa dia?” sergah ayah cepat.

Ia memerhatikan seorang bocah yang sedari tadi berdiri di barisan paling pinggir di belakang Ivory. Bocah kurus dengan rambut ikal berwarna coklat pucat. Bocah itu hanya diam gemetaran mendapat tatap tajam dari ayah. Ia menundukkan kepalanya sangat rendah sampai tak ada yang bisa melihat wajahnya.

“Dia mengenakan pakaian yang kuberikan untukmu. Beraninya dia mencuri darimu, kesayanganku. Akan kuhajar dia. Seorang slav harusnya belajar tentang etika!”

“Dia Crispin, slav dari istal. Aku baru saja menunjuknya sebagai slav pribadiku. Jadi kuharap ayah mengerti dan segera memindahkannya,” jawab Ivory enteng.

“Dan kau memberikan pakaian hadiah dariku untuk seorang slav?”

“Bukankah dia terlihat cocok mengenakannya? Jika ayah memang menyayangiku, setidaknya berikan aku pakaian yang lebih indah. Jadi aku akan dengan senang hati mengenakannya.”

“Sayangku,” gumam ayah.

“Aku hanya ingin ayah memindahkan posisi Crispin malam ini juga. Bukankah ayah bisa melakukannya untukku?” ayah masih diam di kursinya. Ivory segera menghampirinya, memeluknya dari belakang dengan manja.

“Ayah bisa melakukannya untukku, bukan?” ulang Ivory.

“Tentu saja. Aku bisa melakukan apapun untukmu, sayangku.” Ivory mendaratkan kecupan manja di pipi kiri ayah.

“Terima kasih ayah,” kata Ivory centil. Ia bahkan langsung berlari sembari menggandeng Crispin. Meninggalkan ayah yang geram dan Giles yang semakin kesal dengan ulah Ivory.
*

“Ivory, apa ini akan baik-baik saja?” tanya Crispin. Ia berbaring di samping Ivory.

“Tentang ayah?”

“Tentang kau juga. Bukankah sudah kubilang bahwa slav tidak boleh melihat ataupun terlihat oleh tuannya? Kau malah membawaku ke acara sepenting makan malam ayah dan anak-anak kesayangannya. Kau bahkan menuntut ayah untuk memindahkanku.”

“Ada yang salah dengan permintaanku?”

“Bukankah permintaanmu terlalu berat. Kau mempertaruhkan banyak hal hanya untuk seorang slav.”

“Bukankah kau sendiri yang mengatakan padaku bahwa posisiku saat ini adalah raja. Bahwa tidak ada yang bisa mengusikku selama Lady Seraphina masih bersamaku? Lagipula, kau bukan hanya seorang slav dari istal. Kau adalah temanku, sahabatku Crispin. Aku tak akan membiarkanmu hilang.”

“Kudengar, kau tidak sopan pada Lady Seraphina hari ini? Kau menggenggamku erat tapi kau malah melepas Lady Seraphina. Sepertinya kau tidak sadar dengan itu.”

“Aku sangat sadar dengan apa yang kulakukan, Pin. Aku menangani Lady Seraphina dengan caraku sendiri. Aku yakin dia pasti akan kembali. Aku tak akan pernah kehilangan dia, apalagi menghilangkannya. Karena saat tangan Ivory menggenggam sesuatu, maka ia tak akan kehilangannya. Ivory akan menggenggamnya erat-erat mungkin sampai hancur.”

“Kau terlalu percaya diri.”

“Tenang saja, aku tahu lebih banyak soal perempuan.” Crispin tertawa mendengar jawaban Ivory. Kemudian keheningan melanda. Keduanya menikmati diamnya masing-masing.

“Pin, apa ayah begitu berarti buatmu?”

“Entah mengapa, begitulah yang kurasakan. Padahal aku tahu hidupku di sini selama empat tahun tidak begitu menyenangkan. Tapi aku seperti berhutang sangat besar pada Tuan Saphiro.”

“Mengapa begitu?”

“Dia menjadi satu-satunya orang yang peduli padaku setelah kejadian malam itu. Aku melihat banyak mayat tergeletak di jalanan, di depan rumah, di pasar, di gereja, di kebun-kebun. Itu sangat menyeramkan. Ayah dan ibuku juga meninggal. Sementara anak-anak lain berlarian ke kota, aku hanya diam dan meratap.”

“Kau juga mengalaminya.”

“Kemudian api menghanguskan semuanya. Berkobar dan terus melahapi bangunan sampai hujan turun dan memadamkannya. Lalu aku tergeletak sendiri di tengah jalan. Kedinginan dan ketakutan. Kupikir saat itu aku akan mati. Ternyata Tuan Saphiro datang, ia menyambutku dengan kehangatan. Aku bahagia karena dia telah menemukanku di malam itu.”

“Apa menurutmu, dia orang baik?”

“Dia mau memungutku dan terus membuatku hidup selama empat tahun ini. Ia memberi bocah tak berguna ini tempat untuk tinggal dan makan, kenapa pula harus kupertanyakan kebaikannya.”

“Ya, dia memang dermawan,” sambung Ivory. Ia mengatakannya hanya untuk menghibur Crispin.

“Jangan meragukan kebaikan orang lain, Ivory. Aku tahu pasti banyak hal yang terjadi padamu juga. Tapi jangan lupakan bahwa ada orang-orang yang juga peduli padamu. Bahkan kesedihan itulah yang membuat kita bertemu. Meskipun pertemuan ini justru terjadi di tempat yang tidak menyenangkan. Tapi buatku, bertemu denganmulah yang menjadikan tempat ini terasa menyenangkan. Kau seperti sebuah harapan. Bolehkah aku mengatakannya demikian?” tanya Crispin. Tapi ia tak segera menemukan jawaban. Ivory sudah terlelap. Crispin tersenyum.

“Selamat tidur, temanku. Selamat tidur, harapanku. Selamat tidur, Alastair,” bisik Crispin.
*

Ivory menikmati sajian teh di sore hari. Ia menikmati sajiannya, udaranya dan suasananya. Hanya satu yang ia benci, yaitu harus satu meja dengan Giles. Meja tak lagi terasa seperti layaknya meja santai dengan pembicaraan hangat. Meja itu tak lebih dari sebuah garis pembatas antara dua kubu. Masing-masing menderetkan para pengikutnya di belakang kursi, di belakang meja. Tentu saja tak ada yang melanggar garisnya.

Ivory masih terus mengaduk cangkir tehnya. Entah sudah ia lakukan berapa belas menit, mungkin tehnya malah sudah dingin. Seorang pelayan berdiri di sampingnya, menyajikan kudapan-kudapan teman minum teh. Tiga slav berderet di belakang kursinya, termasuk Crispin yang berada di ujung paling kanan. Di kubu Giles juga begitu, ia bersama seorang pelayan dan lima orang slav.

“Tehnya jadi dingin,” kata Ivory memecah kebisuan. Si pelayan segera mengganti cangkir tehnya dengan yang baru, dan yang masih hangat. Ivory tersenyum ke arah Giles, bocah itu masih saja menyibukkan diri dengan membaca buku.

“Aku tidak menyangka akan dipungut dan dipelihara di rumah ini. Tadinya kupikir akan mati terlantar di tengah jalan. Kejadian malam itu sungguh menyeramkan,” kembali Ivory berujar. Tapi Giles sama sekali tidak menanggapinya.

“Hey, aku berusaha ngobrol denganmu Kakak Giles,”

“Menjijikan,” gumam Giles.

“Iya memang begitu. Rumah ini dan segala hal yang ada di dalamnya memang menjijikan. Pertemuanku denganmu dan keharusan aku memanggilmu kakak termasuk hal yang paling menjijikan. Bahkan duduk berdua di sini, aku sudah jijik.”

“Kaupikir aku bahagia dan bisa dengan senang hati menyebutmu sebagai adikku?” balas Giles.

“Memang sih kau lebih tua dariku. Berapa umurmu? Sepertinya tujuh belas. Sedangkan aku baru lima belas. Kau juga sudah menjadi kesayangan ayah sejak setahun lalu, yang artinya kau lebih dulu berada di rumah ini daripada aku. Kau memang layak dipanggil kakak,” ujar Ivory.

“Kau memang banyak omong, bocah sialan!”

“Tuan…” sela pelayan Giles.

“Kuperintahkan kalian untuk menutup mata dan telinga juga mulut atas pembicaraan sore ini. Hari ini aku akan berbincang khusus dengan Tuan Giles. Jika kalian ada yang membocorkannya, aku tak bisa menjamin kalian akan hidup!” kata Ivory arogan. Semua pelayan dan para slav membungkuk mengiyakan perintah Ivory. Giles juga sepertinya menyetujui ajakan bicara itu. Ia mulai terpancing untuk menanyakannya.

“Apa yang ingin kau bicarakan? Tentang hadiah dari ayah? Kau masih belum puas? Kau mau meminta selusin slav?”

“Aku hanya ingin tahu tentangmu.”

“Tak ada yang menarik.”

“Ceritakan saja. Keheningan ini terasa lebih menjijikan daripada harus mendengar ceritamu.” Giles menutup bukunya. Ia letakkan di atas meja, lalu menatap Ivory lekat-lekat.

“Apa kau juga anak terlantar?” Giles menggeleng.

“Sejak awal, aku sudah istimewa. Aku memang berbeda dari yang lainnya karena itulah ayah menyayangiku lebih dari semuanya.” Ivory menyimak.

“Orang tuaku bekerja di workshop, hanya itu yang kutahu. Lalu malam itu, mereka berdua tidak pulang ke rumah. Hanya sekelompok orang asing yang datang. Mereka menerobos masuk dan membawaku dengan paksa. Mereka menculikku hingga Tuan Saphiro datang dan menyelamatkanku.”

“Jadi apa itu workshop? Kau bilang orang tuamu bekerja di sana, kau pasti tahu banyak soal apa yang mereka kerjakan.” Sayangnya Giles menggeleng.

“Aku tidak ingat apapun mengenai pekerjaan orang tuaku. Yang kuingat hanya malam ketika Tuan Saphiro menyelamatkanku.”

“Tidak menarik. Kupikir aku bisa tahu banyak soal workshop darimu.”

“Dari pencarianku sendiri, workshop adalah organisasi legal yang dibentuk untuk menampung para ahli. Tentu saja dari berbagai sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, militer dan lainnya. Hanya ada sepuluh ahli yang mengisi satu sektor workshop.”

“Jadi itu adalah tempat para jenius berkumpul? Ayahmu, jenius apa?”

“Entahlah. Aku bahkan sudah lupa nama mereka dan nama yang diberikan keluargaku. Seakan aku tak pernah hidup dengan mereka. Karena aku adalah Giles, anak kesayangan Tuan Saphiro.”

“Ah, pembicaraan ini mulai tak berguna,” gerutu Ivory. Dia kemudian bergegas meninggalkan taman beserta pelayannya. Sementara para slav membersihkan meja. Giles memendam rasa kesalnya saat ditinggalkan sendiri.

“Sepertinya kita juga harus kembali, Tuan,” ajak pelayan Giles. Tapi yang ia dapat hanya siraman air teh di wajahnya.
***

Spesial Ramadhan di Rumah


*
Jadi berhubung ini bulan Ramadhan dan sudah tinggal hitungan hari menuju Idul Fitri, saya akan menulis tentang kesibukan di bulan suci ini.

Saya pulang ke rumah pas tanggal 10 Juni 2017. Naik bus dan sendirian dan dangdutan [okedeh ga penting]. Huwaa saya kangen banget masakan mama. Jadi dibuatlah tulisan ini untuk mengenang kenikmatan dari pulang kampung dan berpuasa di rumah sendiri. Berikut adalah daftar menu sahur dan berbuka paling istimewa di Ramadhan tahun ini:

SAHUR
Hari kemarin, mama masak sayur nangka muda untuk makan sahur. Dan itu super istimewa. Yap, masakan mama memang istimewa tapi malam ini super banget. Sayurnya ditambah ceker ayam dan dengan kuah santan yang gurih, kuning menggiurkan karena kunyitnya dan terasa seperti kuah opor. Bahkan bapa bilang, ini namanya sahur rasa lebaran. Ya, memang sahur hari itu luar biasa. Yaa, asalhkan jangan Lebaran rasa sahur. Terbayang kan mirisnya? Di hari Idul Fitri, eh malah cuma makan mie instan. Hahahaha jangan dibayangkan aja deh.

Menu masakan spesial mama untuk makan sahur yang kedua adalah balado telur. Apanya yang istimewa? Jelas aja telurnya lah. Berhubung ayam-ayam piaraan lagi banyak yang bertelur [2 dari 4 indukan] dan jumlahnya wow. Akhirnya kita sisihkan setengah dari jumlah telur untuk dimasak dan sisanya buat dierami. Dan ayamnya adalah ayam kampung. Terbayang kan betapa nikmatnya telur ayam kampung yang disambal balado? Yummy... sambalnya sendiri adalah bagian dari eksperimen mama. Yaitu pake sambel lombok ijo yang metik sendiri di sawah. Uwow. Jadilah sahur malam itu sangat istimewa. Saat belah telurnya, wow kuning telur yang berwarna oren segar langsung nongol. Itu adalah kenikmatan yang tak tertandingi.
*

BUKA PUASA
Oke, untuk buka puasa sebenernya cukup fleksibel. Kata bapa sih karena keadaan perut lapar dan kosong yang membuat semua makanan yang terhidang bisa dapat predikat penyelamat. Jadi tetap nikmat apapun makanannya. Tapi karena dari judul meman sudah spesial, saya akan tulis menu buka puasa favorit keluarga.

Yang pertama, Mendoan. Makanan yang satu ini memang khas daerah karsidenan Banyumas. Tempe tipis yang dicelup ke adonan tepung dan ditambahkan potongan daun bawang. Bumbunya hanya garam, bawang putih dan ketumbar. Terus digoreng tidak terlalu kering atau disebutnya mendo. Rasanya wow. Di rumah, mendoan mama adalah juaranya. Di Bandung, saya selalu nyari mendoan yang setipe dengan rasa mendoan mama tapi ga ketemu. Entah mengapa rasanya berbeda saja. Bahkan mendoan di warung yang paling terkenal akan mendoan antrinya juga tak semantap mendoan mama. 

Yang kedua, mendoan. Apalagi buatan mama.

Yang ketiga, mendoan. Ya, mau disebutkan sampai berapa kalipun, makanan buka puasa favorit saya adalah mendoan. Apalagi jika ditemani segelas kopi susu atau teh manis hangat. Satu mendoan seperti tidak pernah cukup. Biasanya mama goreng dua belas potong dan yang memegang rekor sikat habis terbanyak adalah saya dan bapa Hahahaha, dua-dunya tergila-gila dengan mendoan mama. Hingga mama memasukkan mendoan sebagai menu wajib yang dibuat setiap hari. Dan selama bulan puasa, mama sudah menghabiskan empat liter minyak untuk mendoan. Terima kasih Mama...

Okedeh, seperti teori bapa, menu berbuka apapun pasti terasa sangat nikmat. Jadi untuk bagian berbuka saya hanya menyebutkan tiga kali juara untuk MENDOAN. Ramadhan di rumah memang spesial, itulah yang membuat saya selalu ingin pulang cepat dan menikmati hari lebih banyak untuk puasa di rumah. Karena ini puasa pertama saya di rumah dan saya pulang cepat. Sebelum-sebelumnya, saya bahkan puasa di rantau sampai H-7 baru pulang dan di kostan sendirian karena ditinggal mudik teman-teman lainnya.

Intinya, saya menikmati Ramadhan di rumah. Mengutip kalimat sakti dari adek paling gajeku tersayang, "Ingat pulang, ko ra pengen puasa neng ngumah apa? Mendoan, gedhang, jeruk, ayam, spagheti, burger, kabehan ana pokokelah. Gratis maning. Gari modal ngunyah tok." (Tepina, 2017)

[baca: Ingat pulang, kau ga pengen puasa di rumah apa? Mendoan, pisang, jeruk, ayam, spagheti, burger, intinya semua ada lah. Gratis pula. Hanya modal ngunyah saja.]

Okedeh Tepp, quotes nya keren. Satu tambahan quotes dari saya; Seberapapun indahnya rantau, rumah tetap menjadi tempat terindah yang selalu dirindukan untuk menjadi tempat pertama kembali. (Azania, 2017). Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan dan selamat menuju hari kemenangan. Jangan sia-siakan nikmatnya bulan Ramadhan dan jangan sia-siakan makanan yang spesial terhidang untukmu. Makanlah selagi makanan di rumahmu gratis. Hehehe... salam.

Selasa, 20 Juni 2017

The Missing Link 11


11 BANQUET
*

Ivory duduk di samping Giles. Ayah memimpin jamuan makan di ujung meja panjang. Di hadapan Ivory, ada Lady Seraphina dan ayahnya. Juga tiga bangsawan lain berjajar memenuhi kursi. Hidangan mulai tersaji. Ini kali pertamanya Ivory berada dalam acara formal. Para tamu memujinya karena bola mata turquoise yang dikatakan memiliki warna para bangsawan. Ayah hanya terkekeh mendengar semua pujian itu. Akhirnya ia mengenalkan Ivory.

“Tuan dan Nyonya, dia adalah anakku Ivory.” Ivory tersenyum manis sebagai tanda perkenalannya. Lady Seraphina terlihat sumringah melihatnya lagi.

Setelah jamuan makan, para tamu berkumpul di ruang tengah. Sedangkan Giles dan Ivory menemani Lady Seraphina di taman samping rumah. Giles nampak bosan karena Lady Seraphina hanya fokus menggoda Ivory. Tapi ia tak bisa kemana-mana, ia terjebak di sini.

“Jadi, ini kedua kalinya kita bertemu?” tanya Lady Seraphina pada Ivory. Ivory menatapnya dengan mantap. Ia bahkan berlutut di hadapan Lady Seraphina.

“Maafkan kecerobohanku hari itu, Lady,” kata Ivory dengan nada penuh penyesalan. Meskipun ia tak pernah menyesali kejadian itu. Ia hanya mencoba memainkan peran dengan sempurna. Lady Seraphina ikut jongkok untuk menyamakan tingginya dengan Ivory.

“Hey, kupikir kau akan seperti hari itu saja.”

Ivory berdiri, dia mengulurkan tangannya. Lady Seraphina menyambut tangan Ivory yang membantunya berdiri. Keduanya saling menatap. Ivory meletakkan tangan kanannya di depan dada, badannya sedikit membungkuk.

“Izinkan aku mengenalkan diri dengan pantas, Lady.” Lady Seraphina hanya terkikik melihat sikap formal Ivory.

“Namaku Ivory dari keluarga Saphiro,” katanya lagi. Lalu Lady Seraphina sedikit menekuk kakinya dan kedua tangannya menjimit gaun lebarnya. Ia juga melakukan perkenalan.

“Namaku Seraphina dari keluarga Clematines.”

Keduanya kemudian saling lempar senyum, bahkan Ivory mengajak Lady Seraphina untuk bermain di rumah kaca. Giles hanya menatap bosan ke arah mereka sambil menghabiskan tehnya. Tak lama kemudian, mereka keluar dari rumah kaca. Pakaian Ivory terkena lumpur, beberapa slav langsung menghampirinya.

“Apa yang terjadi, Tuan?”

“Sepertinya slav kebun tidak bekerja dengan baik. Rumah kaca bocor dan ada genangan di dalamnya. Nyaris saja Lady Seraphina jatuh karena terpeleset,” omel Ivory.

“Masuklah dan ganti pakaianmu,” kata Giles.

“Memang itu yang akan kulakukan,” balas Ivory menjengkelkan. Lady Seraphina bahkan mengekori Ivory meskipun dia sudah mengatakan hanya akan ganti pakaian. Hal itu membuat Giles semakin jengkel. Tapi ia tak bisa berkata apapun. Hanya memandangi mereka dengan kesal.
*

Ivory masuk dan Lady Seraphina masih membututinya bersama dua pelayan. Ivory melihat ayah ada di depan ruang tengah. Ia berbicara dengan si kekar. Ivory segera mendekat.

“Persiapkan semuanya, kita butuh tujuh puluh. Kumpulkan seadanya dulu, kemudian lakukan pembersihan setelah kita pungut yang baru,” katanya.

“Ayah?”

“Oh Ivory, Lady Seraphina,” balas ayah.

“Apa yang sedang ayah persiapkan?”

“Kau temani saja Lady Seraphina. Aku akan mengurus semuanya.”
*

Ivory hanya duduk dan diam selama para slav membersihkannya. Lady Seraphina juga ikut diam dan memerhatikan Ivory dari seberang. Ia terus memikirkan apa yang tengah dipersiapkan ayah. Ia takut kehilangan lagi. Apalagi si kekar adalah yang diperintahkan oleh ayah. Apakah itu berarti akan ada pengiriman slav lagi?

“Ivory!” panggil Lady Seraphina. Ia bahkan mengambil alih pekerjaan slav yang tengah menyeka dada Ivory dari lumpur. 

“Maafkan aku. Aku memikirkan banyak hal yang tak kuketahui jawabnya, tapi aku malah mengabaikanmu yang jelas ada di hadapanku. Maaf,” kata Ivory.

“Kau bisa menggunakanku,” bisik Lady Seraphina. Ivory memerintahkan semua slav di kamarnya untuk segera keluar. Hanya tersisa Ivory dan Lady Seraphina.

“Bolehkahkah seperti itu?” pancing Ivory.

“Adakah yang mengatakan tidak boleh?”

Ivory menyentak tubuh mungil Lady Seraphina. Seketika, ia terduduk di pangkuan Ivory. Diam dan terpesona. Tangan Lady Seraphina masih menelusuri dada Ivory, hingga tangan Ivory menghentikannya. Ivory menggenggamnya erat. Lady Seraphina benar-benar dalam penguasaannya sekarang.

“Satu pertanyaan,” bisik Lady Seraphina.

“Apa kau tahu maksud pertemuan hari ini, Lady?”

“Tentu saja. Para bangsawan sibuk mencari anjing-anjing baru. Workshop meminta lebih banyak belakangan ini. Bahkan permintaannya terus bertambah. Aku benci workshop, mereka bukan pecinta anjing tapi rakus. Ayahku juga tidak suka si pemilik workshop. Bahkan anjing mereka lebih banyak daripada kami.”

“Lady, bisakah kau mengatakan hal yang bisa dipahami anjing bodoh ini?” Lady Seraphina terkikik.

“Apa yang kau tawarkan supaya aku mengatakannya?”

“Apapun yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.”

“Kau selalu menarik perhatianku.”

“Itu karena aku adalah anjingmu, Lady.”

“Perdagangan manusia. Ayahmu menjual bocah-bocah terlantar untuk dijadikan bahan uji coba workshop. Kau beruntung karena menarik, jadi kita bertemu. Kau sungguh tak tahu bahwa para slav itu punya banyak kegunaan selain membersihkan rumah dan menghabiskan makanan?”

“Mereka menghasilkan uang,” sambung Ivory. Lady Seraphina mengangguk.

“Lalu tentang workshop? Tempat apa itu? Mengapa workshop membeli slav dalam jumlah banyak? Mengapa para bangsawan mendukung workshop?”

“Aku tak bisa mengatakan lebih banyak lagi.”

“Tentu saja kau tidak tahu tentang itu. Maafkan aku, Lady.” Ivory menarik Lady Seraphina semakin dekat lagi. Ia segera mendaratkan kecupan hangat di pipi lembut Lady Seraphina. Sang Lady terkejut, dia segera berontak dan keluar dari peluk Ivory.

“Aku hanya memberikanmu apa yang kujanjikan. Kau pernah menyangka aku akan memberikan hal itu?” 

Lady Seraphina terlihat marah karena ulah Ivory. Dia bergegas keluar. Ivory juga ikut keluar. Tapi bukan untuk mengejar sang Lady, ia segera menghampiri slav-nya.

“Panggil Crispin, slav dari istal. Bawa dia ke kamarku segera.”
*

Ivory segera menghambur ke arah Crispin begitu bocah kurus ini masuk ke kamarnya. Ivory bahkan memeluk Crispin erat-erat.

“Ada apa, Alastair?” bisik Crispin. Ivory langsung melepas pelukannya karena terlalu menarik perhatian. Ia kembali bertingkah normal. Melompat ke kasurnya dan mengajak Crispin untuk naik juga. Seperti biasa, mereka berdua berbaring bersamaan. Tentu saja setelah menghabiskan biskuit cokelat yang menumpuk di kamar Ivory, hadiah dari Lady Seraphina.

“Apa istal baik-baik saja?”

“Maaf tadi aku menyebutmu Alastair lagi. Sepertinya susah untuk menghilangkan nama itu darimu, Ivory.”

“Tidak masalah, Pin. Aku justru senang jika kau masih mengingat nama itu untukku. Jadi, tentang istal? Semuanya sehat kan?” kata Ivory kembali ke pertanyaannya.

“Tempat itu baik-baik saja. Semuanya berjalan seperti biasa, jika ada yang sakit bukankah itu juga hal biasa? Kau tidak perlu mengkhawatirkan tempat menyedihkan seperti itu lagi. Kau sudah dapat tempat nyaman di sini.”

“Tidak nyaman saat aku tak menemukanmu di sini.”

“Hey, ini bukan tempatku, Ivory.”

“Mengapa begitu? Bukankah kau juga menawarkan tempatmu untuk jadi tempatku juga? Kau bahkan memberiku makananmu, pakaianmu dan segala yang kau miliki. Mengapa sekarang aku tak boleh melakukannya.”

“Karena kau kesayangan ayah dan aku bukan.”

“Dia bukan ayahku dan juga bukan ayahmu!” bentak Ivory akhirnya. Ia bangkit dan memutuskan untuk duduk di kursi dekat perapian. Crispin duduk di atas kasur. Ia masih memandangi Ivory yang membuang muka darinya.

“Ivory, maafkan aku,” kata Crispin.

“Inilah bagian yang aku benci darimu, Pin.” Suara ketukan di pintu membuat keduanya menghentikan ketegangan. Crispin bangkit, sekaligus berpamitan.

“Aku harus kembali atau aku akan melewatkan jam makan malam,” katanya. Saat Crispin membukakan pintu, seorang pelayan dan dua slav yang melayani Ivory masuk sambil membawa kado.

“Tuan memberi anda hadiah untuk dikenakan saat makan malam nanti,” kata si pelayan. 
***

Aku Bahagia, Aku Istimewa


*
Hey, coba sekali-kali pakai hijab yang sedikit di model-model. Jangan lempeng saja seperti anak pesantren. Terlalu culun bahkan kaya emak-emak.

Hey coba sekali-kali kamu pake lipstick merah biar ga keliatan pucat. Lagian kamu juga udah dua satu tahun. Biar ga keliatan kaya anak SMA. Anak SMA aja bisa lebih hits.

Hey, coba sekali-kali kamu pake bedak biar ga kusam wajahnya dan bisa putihan dikit. Jadi flash kamera ga memantul dari jidatmu.

Hey, kalau bawahannya pake rok harusnya pake sepatu cantik.

Hey, coba sekali-kali selfie cantik. Masa cewe ga bisa selfie, gak hits dong. Biar tambah terkenal, panen banyak love di Instagram. Supaya orang kenal kamu dan bisa jadi ga jomblo lagi. Kan asik tuh kalo ada cowo yang suka liat fotomu dan akhirnya jadian deh.

Hey, coba sekali-kali instagrammu di update. Kan lumayan foto jalan-jalannya bisa di upload dan nambah follower.

Hey, coba sekali-kali makan cantik di café dan foto cantik lalu upload.

Hey, coba sekali-kali hedon, belanja beli baju cantik. Beli dress, beli peralatan make up, beli tas cantik di mall.

Hey, coba sekali-kali

Coba sekali-kali

Sekali-kali

Kali.
***
Pernah dengar tiga dari kalimat-kalimat di atas? 

Jika tidak berarti anda bukan target market tulisan ini. Saya menuliskan ini karena terjadi langsung dan hampir semua itu pernah saya dengar sendiri baik secara langsung maupun terbalut kalimat basa-basi lainnya. Ribet yah mau jadi cewe, hehehe. Apalagi saya adalah yang cuek dengan penampilan, sayangnya kecuekan itu kadang jadi hambatan bagi temen jalan buat selfie ataupun tampil ala-ala sosialita. Mereka bilangnya fotonya jadi tidak bagus. Bukan pose mereka yang ga bagus, bukan baju mereka yang kurang fashionable, bukan hijab mereka yang ga hits tapi karena saya yang tidak se-peduli mereka.

Dari dulu, sejak TK saya memang merasa berbeda dengan anak-anak lainnya. Sampai sekarang masih terasing, seolah saya bukan bagian dari kaum hawa. Merasa tersesat dan ya begitulah.

Saya tahu ada banyak kekurangan saya. Untuk seorang perempuan mungkin fisik saya kurang menarik dari kebanyakan perempuan lain. Oke, saya tidak putih bening ala mbak-mbak tivi jualan krim pemutih wajah [lagian saya juga bukan pelanggannya]. Kata mama saya, tipe kulit wajah saya itu yang bisa dijadikan pertambangan [baca: minyak berlebih]. 

Dulu sebelum berhijab, rambut cuma dikuncir bawah meskipun gondrong. Ketika yang lainnya berbangga dengan rambut hitam lurus rebonding yang digerai sampai melambai-lambai ditiup angin. Saya tipe yang gampang gerah bahkan hanya dengan melihat si mbak yang semacam itu. Sekarang udah dihijab jadi tinggal tutupi saja dengan kerudung dan selesai. Tapi bagi mbak-mbak sosialita dan melek fashion tidak cukup. Saya pake jilbab asal menutupi rambut dan juga dada, jadilah pilihan jilbab saya ya yang tipe anak pesantren. Kena kritik juga, hadeeh ribetnya. Muka polos ga pernah pake bedak atau foundation dan teman-temannya. Mata ga pake eyeliner, bahkan cenderung ada tanggul dam karena kebanyakan begadang. Bibir polosan warna pucat tanpa lipstick. Masalahnya bukan ga mau. Saya sih mau-mau aja tapi mau gimana lagi, bibir saya cenderung tidak cocok dengan lipstick. Makin dipake, makin kering dan pecah-pecah jadinya. Ditambah lagi, jemari saya begitu kreatif jadi kalo bibir kering dan pecah-pecah justru malah dikelupasin sama jari sampai berdarah-darah [meskipun perih, tapi ini seolah kebiasaan dari kecil dan ga bisa berhenti]

Kemudian, pertanyaan dalam diri saya adalah apa salahnya jadi perempuan yang berbeda dari yang lainnya. Ya inilah saya dan saya juga sudah berpuas dengan apa adanya saya. Bukankah akan jadi aneh ketika semua perempuan di dunia ini punya kepribadian yang sama. Bayangkan saja jika semua perempuan harus putih, rambutnya panjang dan jago berdandan. Pernah terpikir demikian? Sebenarnya jika dipikir lebih dalam lagi, perbedaan inilah yang menunjukkan kuasa Tuhan atas penciptaan manusia. Lalu mengapa si manusia yang notabene hanya makhluk ciptaan justru sibuk nyinyir dan ngiri sana-sini tentang ciptaan Tuhan. Mengeneralkan satu sifat makhluk bukankah bisa dibilang nyinyir terhadap kuasa Tuhan? Sudahlah, manusia itu dikatakan makhluk yang sempurna. Jadi stop nyinyir ketika orang lain tampil lebih cantik, lebih pinter dan ngiri karena situ ga secantik dan sepinter doi. Inilah yang coba saya terapkan betul dalam kehidupan pribadi. Dengan moto: saya sempurna karena saya menyadari keistimewaan saya sendiri.

Memang terdengar egois dan terlalu ‘mau menang sendiri’. Oke, egois atau apapun itu saya terima komentar dari anda. Tapi coba anda pikirkan lagi deh. Dengan saya ngomong bahwa saya sempurna karena saya istimewa, apakah ada bagian yang menyinggung anda? Apakah ada yang merugikan orang lain? Apakah keegoisan saya untuk tampil seadanya bisa membuat kerugian dalam hidup orang lain? Tentu ada, katanya. 

Mau bukti? Oke, ini kejadian nyata. Ketika suatu bulan Ramadhan saya dan teman-teman baru buka bersama dan akhirnya foto studio, ribet di fotonya. Jadi, sudah menjadi kebiasaan kalau habis foto studio pasti dipilih yang paling oke kan? Dan, kalau fotonya ga sendiri alias rame-rame otomatis dipilih yang mukanya paling oke dan terkondisikan di semua personel. Jadi, ada sedikit [menurut saya sih banyak] kegaduhan ketika teman-teman saya mulai berdebat untuk memilih foto terbaik yang akan dicetak dalam ukuran besar. Ketika muka si A, B, C, D terkondisikan eh ternyata muka si E dalam keadaan semrawut. Ketika muka E, A, B, C, D terkondisikan eh ternyata kaki si B ga elegan. Ketika kaki si B elegan eh ternyata hijabnya si A berantakan. Dan blah-blah-blah semuanya jadi semrawut. Saya kesel sendiri jadilah saya langsung bilang ke teman-teman untuk tidak usah khawatir jika yang tidak terkondisikan adalah tampilan saya. Toh saya sudah terbiasa punya banyak foto jelek kok. 

Kan? Mereka semua ribut hanya karena ketidak-fotogenik-an saya bisa menghancurkan kesempurnaan dan keeleganan mereka. Saya memang tidak pas diajak foto beregu apalagi dengan mereka yang selalu berdandan rapi untuk sebuah foto. Karena tentunya mereka akan post di Instagram dan saya yakin muka saya dan tampilan saya sungguh tidak Instagram-able. Karena pada dasarnya, seorang introvert tidak cocok hidup di antara semua riuh tepuk tangan karena tampilannya. Hohoho, jangan ditiru, ini teori saya sendiri. Nah jika kalian tahu kalau saya ini tidak fotogentik dan hanya akan menghancurkan status Instagram-able dan merasa dirugikan. Ya satu saran sih. Jangan atau gausah ajak saya berfoto bersama. Simple kan? Betapa terkadang manusia hanya meribetkan diri dengan persoalan sepele (Azania, 2017)

 Oke, terakhir deh. Tiap orang hidup dengan standarnya masing-masing. Men-general-kan standar itu sama dengan mengekang kebebasan individu dalam kreasinya masing-masing. Seseorang yang hobinya ngegambar, eh malah disuruh nari. Orang yang pinter pidato eh malah disuruh jadi psikolog. Seorang introvert malah disuruh public speaking. Seorang penyanyi disuruh bertani di sawah. Ya semua itu hanya andai-andai. Intinya semua orang pasti punya sisi istimewanya sendiri dan akan jenius di bidangnya masing-masing. Jadi persamaan standar jenius, hebat, cantik yang datangnya dari perspektif manusia sifatnya adalah relative. Karena penilaian yang nilainya mutlak adalah hanya dan selalu menjadi sifat Allah SWT, Tuhan semesta alam.

Sudahlah, berhenti nyinyir dan ngiri pada kesempurnaan orang lain. Kamu juga sempurna dengan caramu dan keistimewaanmu sendiri. Jangan juga mencoba menyamakan standar nyaman, standar cantik, standar baik seseorang hanya dari sudut pandangmu sendiri. Emangnya situ siapa? Emaknya? Mama saya aja ga begitu cerewet soal kejutekan dan kejombloan saya selama 22 tahun ini. [Meskipun kemarin tanya-tanya soal gebetan dan calon mantu, ekhm pura-pura tidur, hahaha]. Yap, begitulah intinya. Kalau buat saya sih; ga usah urusin urusan orang lain jika kamu sendiri masih punya banyak urusan yang harus diurus. Okedeh. Jangan nyinyir lagi ya. Jangan ngiri lagi yaa. Hahahahaha…

Senin, 19 Juni 2017

Death Note: Light up the New World

Bedah movie kali ini adalah Death Note terbaru. Sebenarnya sudah rilis lama, hanya saja baru saya sempatkan nonton. Dan baru tertarik karena di poster film nya kurang menantang dan semua tokohnya dibuat baru. Padahal sudah jatuh cinta dengan L tipe pertama. Alasan lainnya, karena ada Masaki Suda [kebetulan saya lagi penasaran dengan doi yang akan memerankan Shimura Shinpachi di Live Action Gintama bulan Juli 2017].
***

Judul : Death Note, Light up the New World
Tahun : 2016
Durasi : 2 jam 14 menit
Genre : Crime, Drama, Thriller
Sutradara: Shinsuke Sato
Manga  : Takeshi Obata dan Tsugumi Ohba

Diawali dari jalan cerita tentang Death Note dan KIRA [Light Yagami]. Mungkin bagian ini dimaksudkan untuk refresh ingatan tentang film terdahulunya. Yap, flashback ini dituturkan dalam bentuk pembacaan berita di awal-awal dengan iringan musik oke punya. Seting waktunya adalah sepuluh tahun sejak film yang terakhir. Film kali ini menurunkan enam death note ke bumi. Untuk cerita awalnya, rada aneh karena Death Note jatuhnya di Rusia dan bule gitu yang jadi KIRA. Oke karena cerita si dokter KIRA ini kurang menarik jadi saya skip. Untuk penontom pemula, mereka bisa saja mengira bahwa si bule ini yang akan jadi tokoh utamanya [nyahahaha, ga mungkin banget yaa]

Si bapak dokter rusia. KIRA pertama
Setelah si dokter tahu cara penggunaan Death Note, jadilah dia KIRA yang lumayan sempurna. Ia bahkan mulai teror di Eropa dan Rusia. Bahkan kasus Death Note seperti jadi kasus internasional yang ditangani oleh interpol. Untuk awalan bagian ini cukup keren. Apalagi ketika KIRA 'lama' nongol lewat video viral. Lalu mulai dikenalkan pada KIRA baru yang tentunya setting di Jepang. Siapa sangka ada mbak-mbak KIRA yang nampak sok asik dan main-main dengan nyawa orang. Apalagi si mbak ini punya mata shinigami [yang bisa tahu nama seseorang hanya dari lihat wajahnya]. Si mbak muncul dengan sangat bad ass, dia buat kekacauan di tengah keramaian Shibuya dengan bunuh orang-orang secara random. Siapapun nama yang dilihatnya bakalan mati karena langsung ditulis di Death Note. Kemudian nongol-lah si mas Crows Explode. Hahaha, ini serius, detektif yang kejar-kejar KIRA adalah lulusan SMA Suzuran, yap.

Si otaku Death Note, Tsukuru Mishima [Masahiro Higashide]
Mbak KIRA Sakura Aoi [si idol Rina Kawaei]
Dan di tengah kekacauan yang dibuat si mbak, muncullah seorang weirdo yang mengenakan topeng ala L tapi dia datang dengan nuansa hitam. Dia adalah penerusnya L. Makin weird aja nih sih penerus L. Dia ini lincah dan energik, penggambarannya sangat berbanding terbalik dengan L sepuluh tahun yang lalu. Dia tembak si mbak pake peluru anastetik [bius] eh ternyata si mbak mati beneran karena diserang KIRA yang lainnya [ingat: ada enam Death Note di film ini]. Begitulah pembukanya.

Si weirdo yang nongol di antara kekacauan.
Ryuzaki [Sosuke Ikematsu]

TOKOH
Tsukuru Mishima, hanya nama samaran. Dia ini disebut sebagai otaku Death Note. Tipe polisi baik yang rajin mencatat detail apapun tentang kasusnya. Ya, memang dia seperti tahu segalanya tentang kasus ini. Hmm posisi dia di Death Note seperti menggantikan posisi bapaknya Light Yagami yang memimpin divisi khusus penyelidikan kasus Death Note. Hanya saja, Mishima ini masih muda dan Masahiro Higashide [hohoho].


Mas-mas Suzuran, oiiii
Ryuzaki adalah si penerus L. Karena diungkapkan bahwa nama yang pernah tertulis di Death Note tidak akan pernah bisa dibunuh dengan cara yang sama. Namanya bisa dibilang tidak valid. Ryuzaki adalah nama asli L terdahulu yang pernah ditulis. Jadi Ryuzaki yang sekarang tidak akan mati jika tertulis di buku tersebut. Sifatnya sungguh beda 180 derajat, dia ini super songong dan pemarah. Mungkin kurang gula, hehe. Jika L lama tampil sangat elegan dengan citra anak rumahan, maka L baru ini sepertinya bukan tipe anak rumahan. Dia bahkan turun langsung ke lapangan untuk menghadapi KIRA. Dia juga bekerja dalam tim dan sepertinya tidak masalah dengan keramaian. Tampilannya yang badass didukung dengan kebiasaan dia naik motor. Wow sangat bukan L sepuluh tahun lalu. Ryuzaki ini juga tidak addicted to sweets. Beberapa hal yang masih menjadi semacam trade mark L adalah [1] tidak bisa diatur dan diperintah oleh siapapun, [2] rada annoying karena semau dia sendiri, [3] maniak komputer, [4] masih digambarkan sebagai si jenius weird.

Lihat muka annoyingnya dia?





Yugi Shien, mengaku sebagai pembawa pesan KIRA. Dia ini tipe-tipe boyband, menurut saya sih. Terlalu rapi untuk menjadi sekutu KIRA. Dia bahkan branding dirinya dengan warna khas putih. Yap, dia selalu pake warna putih dan tampil badai. Selain putih-putih, dia ini juga maniak komputer dan kemampuannya ini cukup menarik lah untuk duel hacking lawan Ryuzaki. Nah, kalo di film terdahulu, jemari L-lah yang ga pernah bisa diam untuk melakukan sesuatu [L suka ngemil]. Sedangkan di versi ini, Shien yang jarinya hiperaktif dan dia manfaatkan untuk buat origami. Dan fokus saya langsung tertuju pada mas Masaki Suda ini. Tapi salah fokus, yang saya bayangkan adalah si megane teriak-teriak GIN-SAAAAN [OKke, ini lupakan saja].




Kalau Ryuzaki dan Shion dijejerin, pasti kelihatan mirip Yin dan Yang. Entah bagaimana, dia dapatkan Death Note dari Ryuk. Jadilah dia yang selama ini memelihara Ryuk dan memberinya makan apel. Dia ini sangat mengagumi KIRA, sewaktu kecil, keluarganya dibantai penjahat dan penjahatnya mati dibunuh KIRA. Otomatis KIRA menjadi idola dia dong. 

Misa amane juga dibahas lagi. Tentang kedekatannya dengan Light Yagami dan sebagai mantan pemegang Death Note. Ia dalam pengawasan ketat kepolisian dan kehilangan memori tentang kejadian Death Note sepuluh tahun lalu. Anehnya, dia masih ingat soal Light. Misa akan menjadi salah satu tokoh yang membuat jalan cerita berkembang.

inilah Mbak Misa Amane [Erika Toda] tampilan baru

Misa Amane gerasi lama, hehehe
Nah di film ini juga dikeluarin tiga shinigami yang menyertai Death Note. Yaitu Ryuk [si maskot], Bepo [si jari enam] dan Arma[si sweety-nya Ryuzaki]

Ryuk si maskot tak tergantikan
Enam ya jari tangannya Bepo. Gausah ragu dan ngitung ulang, hehe

Arma dan anggurnya

PLOT
Untuk plot, dari awal penjelasan bahwa ada enam Death Note yang tersebar, memang berhubungan erat dengan jalan cerita. Tujuan utama dari Shion adalah mengumpulkan keenam Death Note dan katanya memanggil kembali si KIRA, idolanya. Nah, ketika keenamnya berhasil terkumpul yang nongol malah si Mishima. Dengan pistol andalannya yang hanya dia gunakan sebagai alat menodong [ingat lagi semua korban todongan tanpa tembakan dia; mbak KIRA di Shibuya, Ryuzaki, dan Shien juga]. Dia datang marah-marah dan bilang akan hancurkan Death Note. Kemudian Ryuzaki yang dikira udah mati ternyata nongol lagi. Dia belum mati karena namanya [yang asli] sudah lebih dulu tertulis di Death Note dan tanggal kematiannya belum sampai. Saat itulah terkuak bahwa KIRA yang sebenarnya adalah si Mishima. KAMPRET. Saya seperti, hmmm sudah kuduga [hahhaha]. 

Seorang [bocah terkuat di Suzuran] tidak akan dapat peran hanya sebagai polisi plonga-plongo yang terus menerus menodongkan senjata tanpa menembak. Dia ga mungkin jadi polisi yang cuma lari-lari kesana kemari tapi ga dapat apa-apa. DIALAH SI KIRA YANG SESUNGGUHNYA DI ZAMAN INI [sori CAPS semua]. 

Sudah diceritakan bahwa ambisi Shion sebenernya dikompori oleh Ryuk. Yap. Kunci dari cerita ini sebenernya adalah Ryuk yang mengabarkan bahwa sebelum KIRA mati, dia meninggalkan seorang pewaris [?] yaitu bocah laki-laki ga jelas asal usulnya. Ryuk juga yang ngompori Misa [yang sudah hidup dengan tenang] untuk kembali berurusan dengan Death Note. Bahkan Misa menjadi pion untuk menyingkirkan Ryuzaki dari jalan Shion. Meskipun akhirnya Misa mati karena menuliskan sendiri namanya di Death Note. Sayangnya, dia akhir cerita, L selalu menjadi yang paling jenius. Di sini, meskipun nama asli Ryuzaki sudah ditulis di Death Note oleh almarhumah mbak Misa, ternyata dia masih hidup. Kata Ryuzaki, itu karena kemungkinan nama aslinya sudah tertulis di Death Note oleh orang lain sebelum Misa Amane. 


Langsung jreng jreng jreng jreng... 

Shion bahagia karena ia semakin yakin KIRA Light Yagami masih hidup. Dan Ryuzaki membongkar semuanya. Termasuk kemungkinan bahwa si Mishima adalah KIRA utamanya. Ternyata benar. Dialah pemegang Death Note KIRA. Dia yang jadi saksi si bocah penerus Light Yagami mati. Dia yang akhirnya ambil alih Death Note. Dia yang menuliskan nama Ryuzaki di Death Note dan sudah menjadwalkan kematiannya. Dia adalah yang ditunggu-tunggu Shion. Selama ini, pas jadi polisi, dia pindahkan kepemilikan Death Note dengan bantuan Ryuk. Jadilah si Mishima ini amnesia soal Death Note. Berlaku sebagai si polisi sepanjang tiga per empat durasi dan jadi si penjahat dalam seketika. Bhooam!

Jadi plotnya cukup menarik karena seperti ga bisa ditebak. Tidak seperti Death Note pendahulunya, yang sudah jelas siapa yang baik siapa yang jahat. Di film terbaru ini, semua tokoh dibuat abu-abu dan keluar dari zona nyaman baik jahatnya. Plot yang tepat buat menggambarkan keserakahan manusia, selalu ingin dapat kekuasaan atas manusia lainnya. Karena pada akhirnya, yang tersisa cuma si KIRA dengan keenam Death Note ada padanya. Dan mirisnya lagi, KIRA di film ini bukan diburu sebagai penjahat tapi diburu oleh para penjahat [baca: pimpinan yang pengin menguasai Death Note]. Anehnya lagi adalah, KIRA yang mencintai Death Note dan bahagia saat dipuja sebagai dewanya manusia kini tidak ada lagi. Justru KIRA yang sekarang malah berambisi untuk menghancurkan Death Note. WHAT? 

ENDING
Empat dari enam Death Note dirampok, sisa dua dimiliki pimpinan kepolisian. Penerus L dan Kira mati. Jreng!

Karena endingnya nggantung, saya pikir itu adalah clue bahwa masih akan ada sekuel dari film ini. Tentu saja dengan KIRA, sebagai pemeran utamanya. Yaps, seorang Masahiro Higashide tidak mungkin penjadi peran ecek-ecek. Tapi entahlah, sekuelnya mungkin akan terasa hambar. Karena kemungkinan hanya akan menceritakan kisah KIRA [lupa diri] yang berusaha mengumpulkan kembali enam Death Note dari tangan para penguasa. Yap, pada akhirnya melindungi untuk menghancurkannya. 

Ini sih bukan Death Note namanya. Judulnya aja Death Note, jadi kurang afdol ketika buku itu malah tidak digunakan dan hanya berlari untuk dihancurkan. Ada juga sih kemungkinan bahwa Mishima akan kembali menggunakan Death Note untuk membunuh para pengejarnya dan menjadi KIRA. Tapi tetap saja hampa, jika ada KIRA tapi tidak ada L. Toh Ryuzaki sudah mati, siapa lagi weirdo yang akan berada di kubu saingan KIRA. Hmm, hambar. Tapi masih ada kemungkinan jika film ini lanjut.

PLUS MINUS
Untuk hal-hal yang menjadikan film ini enak ditonton adalah jalan cerita teka-tekinya yang tidak bisa dipercaya. Jadi keyakinan penonton terhadap tokoh protagonisnya benar-benar diuji. Karena seperti yang saya bahas di bagian tokoh. Semuanya digambarkan abu-abu. Bahwa setiap karakter benar-benar punya jatah protagonisnya masing-masing. Datang dengan alasan masing-masing dan bertahan dengan tujuannya masing-masing. Tinggal penonton fleksibel aja untuk menerima bahwa baik dan jahat itu memang keduanya ada dalam diri para tokoh.

KIRA yang lama
Penerus KIRA [?]

L yang lama
Penerus L
Selain penokohan, detail musik latarnya juga oke. Trus di bagian awal memang sudah ditujukan kredit musiknya untuk Yutaka Yamada, hmm tidak asing bukan? Yap, Yutaka Yamada juga memegang kredit untuk musik dari anime Tokyo Ghoul. Bahkan aransemen musiknya terdengar mirip. Jadi di bagian epik-epiknya [khas Yutaka Yamada banget] akan terasa seepik rasa Tokyo Ghoul. Pensuasanaannya benar-benar mendukung, musik epik ini benar-benar yang menjadi poin plus bagi film. Musik yang intens, pengiring chaos, suspend dan misterius. Keren lah buat Yutaka Yamada.

Untuk cabe rawitnya, tentu saja bagian penokohan. Jujur saja saya masih kurang sreg dengan penggambaran tokoh yang berada di luar zona nyamannya. Ada yang bilang bahwa ini sebuah perkembangan yang baik. Tapi, untuk ukuran Death Note bukankah harusnya mempertahankan ciri khas? Kemungkinan Mishima ini akan menjadi KIRA [karena akan berburu dan memiliki keenam Death Note] sekaligus jadi L [karena Ryuzaki sudah menunjukknya untuk menghancurkan buku itu]. Ini seperti Death Note yang kehilangan identitas. Tentu saja saya apresiasi keberanian untuk menciptakan karakter yang berkebalikan dan rumit. Tapi saya sangat bersyukur untuk keberadaan Ryuk. Dia ini seolah sudah jadi maskotnya Death Note yang tidak akan tergantikan. Ya, untuk film ini, rasa yang sangat Death Note hanya RYUK saja. Itu saja.

Nah, ada kejanggalan lain yang kurang mulus diceritakan. Yaitu tentang penerus KIRA. Ryuk dan Shien sudah menjelaskan beberapa kali bahwa mereka bertindak untuk menyiapkan calon penerus KIRA yang katanya adalah anak dari Light Yagami. YAP, beneran anaknya Light dan seorang bocah laki-laki berumur sembilan tahun. Tunggu dulu! Ini anaknya Light, tapi siapakah emaknya? Apakah dia ini anaknya Misa? Trus emangnya kapan Light dan Misa kaya begituan sampai nongol si bocah ini? Padahal juga dijelaskan bahwa setelah kasus Death Note sepuluh tahun lalu, Misa selalu dalam pengawasan ketat kepolisisan. Nah kan? Masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab dan si bocah udah mati duluan ternyata. 
***

Sudahlah itu saja. Terlepas dari semua hal di atas, saya menikmati filmnya kok. Apalagi untuk Ryuzaki. Saya suka sekali penggambaran Ryuzaki yang weirdo dan bad ass dalam satu waktu yang sama. Saya jatuh cinta dengan Ryuzaki dan akhirnya dia mati di akhir. Oke, itu cukup sakit. Seolah saya masuk jebakan sutradara dan ketika Ryuzaki mati saya seperti dapat email: selamat, tokoh favorit anda game over. Jiah... menyebalkan.


The Missing Link 10


10 THE KING
*

Ivory keluar dari kamarnya, dua slav mengawalnya. Sebelumnya, seorang pelayan memberi tahu bahwa bak mandi sudah terisi air hangat. Ivory menuju ruang mandi, para slav membawakan perlengkapannya. Mereka melakukan semua hal untuk Ivory sampai ia hanya perlu diam. Ivory segera berendam. Ia merasakan nyamannya rendaman air hangat yang ditambah ramuan herbal. Para slav berderet mengawalnya, mengambilkan apapun yang Ivory tunjuk. Cukup lama ia berendam, lama kelamaan ia dilanda kebosanan. Apalagi para slav hanya diam dan seolah tak melihat dan mendengar apapun. Ya begitulah pekerjaan mereka.

"Panggilkan Crispin, slav dari istal," kata Ivory. Seorang slav segera keluar untuk melaksanakan titah Ivory.

Begitu pintu terbuka, Giles dan lima slav-nya masuk ke ruang mandi. Slav Giles segera menghampiri salah seorang slav yang datang bersama Ivory. Mereka berdebat lumayan panjang tentang ruang mandi. Giles menyela perdebatan keduanya. Ia segera menghampiri Ivory yang tengah berendam dengan santai.

"Selamat pagi kakak. Apa kau mau mandi juga? Kau bisa gunakan ruang mandi di belakang atau menungguku selesai mandi," kata Ivory. Nada suaranya begitu menjengkelkan. Ia sengaja membuatnya begitu. Ia bahagia melihat Giles cemburu.

"Seorang adik kecil, mengambil alih ruang mandi utama bahkan sebelum ayah dan kakaknya mengunakannya? Kau masih perlu belajar soal tata krama, Ivory."

"Ayah yang memberiku izin untuk menggunakannya sesukaku. Apa kau tak sependapat dengan ayah? Apa kau mau membantah ayah, Giles?" tantang Ivory. 

Ketegangan memuncak, keduanya tak ada niatan untuk mengendurkan tekanan. Hingga dua orang pelayan masuk ke ruang mandi. Seorang membawa Giles keluar dari ruang mandi dan seorang lagi tinggal untuk menenangkan Ivory. Giles terus-terusan menggerutu saat si pelayan membawanya keluar. Ia memaki si pelayan dan mengutuk keangkuhan Ivory. 

"Kalian juga bersikap seperti itu padaku! Dia baru satu hari menjadi anak ayah tapi dia sudah mau menguasai segalanya. Bukankah kalian juga merasakan bahwa dia sangat brengsek!"

"Tuan Giles, mohon jaga perkataan anda."

"Tak usah mengajariku, idiot!"

"Giles!"

"Aaa...yah?" jawab Giles terbata. Terkejut. Takut. 

Giles hanya sendiri di ruang kerja ayah. Seluruh pelayan dan slav tak ada yang diizinkan masuk. Bahkan tak diizinkan untuk menunggu di luar ruangan. Mereka harus pergi tanpa mendengar pembicaraan penting antara ayah dan Giles. Ayah mondar-mandir di depan perapian. Ia terlihat resah. Giles bahkan tak berani menanyakan penyebabnya, ia hanya diam dan memberikan ayah ketenangan.

"Ayah."

"Giles, betapa cerobohnya kau sayangku." Ayah menghampiri Giles dengan senyum sedihnya. Matanya tak menatap Giles, pandangannya kosong entah kemana.

"Tentang Ivory..." kata-kata Giles tak terselesaikan. Pukulan ayah telak mengenainya. Ia tersungkur.

"Karena kebodohanmu, karena kecerobohanmu. Karena kau tolol! Dasar tak berguna!"

"Ayah?"

"Aku sengaja menyingkirkannya untuk bekerja menjadi slav di istal. Dari awal aku tak ingin melihatnya dekat denganku. Sekarang dia malah jadi kunci dari hidup matinya keluarga ini. Sekarang dia dengan mudahnya menyingkirkanmu. Sekarang, aku harus berpura-pura bahwa dia adalah kesayanganku. Betapa menggelikannya ketika aku membiarkan bocah itu memanggilku ayah. Argh..." Ayah melemparkan sebuah vas bunga ke perapian. Keramik indah itu hancur jadi kepingan. Giles masih diam tercekat mendengar kemarahan ayah. 

"Jadi ayah tak benar-benar menyayanginya?"

"Kau yang terbaik Giles," kata ayah. Ia ikut berlutut untuk menyamakan tingginya dengan Giles yang terduduk. Ia membelai lembut wajah tampan Giles dengan rambut lurus pirang emasnya. Ayah menatap bola mata biru safir yang terbenam dalam Giles.

"Warna keberuntunganku adalah kau Giles. Dan kau juga pastinya sudah tahu apa warna pembawa sial bagi keluarga ini 'kan?"

"Turquoise."

"Ya! Kau begitu idiot! Aku menaruh harapan banyak padamu. Aku bahkan mempersiapkanmu secara khusus untuk Lady Seraphina. Tapi kau malah membawanya pada si turquoise sialan itu. Aku sudah tahu semuanya. Aku tahu bagaimana Lady Seraphina bisa bertemu dengannya. Kau yang menyebabkan semua bencana ini terjadi, Giles! Kau yang mengajak Seraphina berkuda, di istal dia bertemu di turquoise sialan itu. Dia malah tertarik padanya. Ini musibah, Giles. Ini bencana!"

Tok..tok...tok.

Suara ketukan di pintu membuat ketegangan keduanya sedikit mereda. Ayah mulai mengatur nafas agar terlihat santai dan baik-baik saja. Ayah duduk di kursi dekat tungku perapian. Sedangkan Giles bangkit untuk membukakan pintu. Ivory muncul dari balik pintu. Ia melihat tatapan sayu Giles berubah jadi tajam. Giles juga terlambat menyembunyikan memar di sudut kiri bibirnya yang kena hajar ayah. Tanpa kata apapun, Ivory melenggang santai memasuki ruang kerja ayah. Giles juga ikut kembali. Keduanya kini menghadap ayah.

"Ayah, aku ingin mengajakmu berkuda jika kau tidak keberatan," kata Ivory.

"Ivory, ayah sedang sibuk. Kuharap kau bisa bersikap lebih dewasa dan mengerti bahwa ayah memiliki banyak pekerjaan," balas Giles. Ayah hanya tersenyum.

"Ya, Giles benar. Aku sibuk. Nanti akan kuluangkan waktu bersamamu, sayang. Oh, sebagai gantinya aku akan memberimu hadiah spesial. Aku punya batu turquoise yang indah, kupikir jemarimu akan bagus saat mengenakannya," kata ayah dengan senyum lebarnya. Ivory ikut tersenyum mendengarnya.

Ayah berlutut di hadapan Ivory untuk menggenggam jemarinya, menelusuri setiap jari seolah sedang mengukurnya. Ayah memulai dari ibu jari, kemudian telunjuk dan jari manis. Tapi Ivory menekuk semua jemarinya dan menyisakan jari tengah yang berdiri tegak menghadap ayah. Kekesalah Giles sepertinya memuncak. Ia maju dua langkah dari kursinya. Ayah tetap diam berlutut, ia juga menghentikan langkah Giles. Tatapannya berubah serius. Ivory tersenyum, ia tahu, semua orang terpancing amarahnya. Ia pasti sudah melangkah terlalu jauh.

"Aku ingin mengenakan cincin itu di jari tengahku, ayah," kata Ivory. Ayah tersenyum, ia menggenggam jemari tangan Ivory dengan kedua tangannya.

"Tentu saja, sayangku," jawab ayah. Ia lalu mencium jari tengah yang masih diacungkan Ivory.

"Oke. Aku akan menyerahkan ukurannya pada slav, nanti dia yang akan mengurusnya. Terima kasih ayah," kata Ivory dengan cerianya. Ia melepas genggaman tangan ayah. Segera bangkit dan keluar dari ruangan. Giles bangkit mencoba membantu ayah untuk bangun. Tapi ia malah terpental karena amukan ayah.

“Bocah sialan itu!”
*

Ivory berguling-guling di atas kasur, kebosanan mulai melanda. Di kamar yang begitu luas dah hanya ditempati oleh dia seorang diri, rasanya begitu kosong. Hampa. Sebuah ketukan di pintu, membuatnya melompat bersemangat. Ia segera membukakan pintu. Crispin ada di baliknya bersama tiga slav Ivory. Crispin menatap Ivory dengan tatap haru, matanya berlinang. Ivory segera menarik Crispin ke dalam kamar dan memerintahkan semua slav nya pergi.

“Pin!” seru Ivory sambil memeluk Crispin erat.

“Alastair aku bahagia bertemu denganmu lagi.”

“Pin, aku berhasil menjadi anak kesayangan ayah. Aku tak tahu bagaimana ini bisa terjadi, rasanya seperti mimpi saja.”

“Ya, dari awal aku melihatmu, aku sudah tahu bahwa ayah akan menyayangimu. Kini aku juga harus menghormatimu, Tuan Ivory,” kata Crispin seraya melepas pelukan Ivory.

“Pin?”

“Tuan Ivory, saya bahagia untuk anda.” Crispin tersenyum. Ivory cemberut, ia menarik senyumnya. Ia tak menyukai keadaan canggung ini. Kemudian Crispin tertawa terbahak, mengejutkan Ivory.

“Kau berpikir aku juga akan mengatakan seperti itu? Atau kau menyukai kalimat formal seperti tadi, kawan?” tanya Crispin. Ivory ikut terbahak mendengarnya. Mereka berdua duduk di atas kasur empuk, menyantap biskuit cokelat dan segelas susu. Crispin memakannya dengan lahap, dan Ivory hanya tersenyum memandanginya makan. Ia bahkan menyerahkan gelas susunya untuk diminum Crispin.

“Apa tidak apa-apa?” tanya Crispin.

“Toh mereka tidak tahu kan?” bisik Ivory. Crispin mengangguk. Ia tersenyum mendengar kalimatnya kini diucapkan Ivory.

Setelah biskuit habis, mereka berdua berbaring di atas kasur. Menatapi langit-langit dan lampu hias di tengah kamar. Ivory menikmati suasana santainya, ia bahagia bisa mengajak Crispin ke kamarnya. Crispin masih belum berhenti mengagumi kamar utama. Matanya masih berkeliling melihat-lihat keindahan dan kemegahan kamar.

“Pin, sebenarnya apa yang terjadi? Aku sungguh tak ingat pernah melakukan hal yang luar biasa. Aku hanya ingat kandang itu, kemudian aku sudah berada di sini dan menjadi anak kesayangan ayah.”

“Kau beruntung, Ivory. Kegilaanmu waktu itu menyelamatkan kita semua.”

“Kegilaan?” Crispin tertawa renyah.

“Ya, aku tak menemukan kata yang tepat. Kau masih ingat kejadian waktu itu kan? Ketika kau menangkap Lady Seraphina saat dia nyaris terjatuh di istal?”

“Jadi karena itu?”

“Lady Seraphina adalah putri dari gubernur. Dia putri satu-satunya, jadi dia sangat istimewa. Katanya sejak umur Lady sepuluh tahun, ayah selalu menjadi pelayannya. Ia menyediakan anak-anak terbaiknya khusus untuk dipelihara Lady. Sebenarnya saat ini, ayah sudah menyiapkan Giles tapi dia malah tergila-gila padamu.”

“Dipelihara?” ulang Ivory.

“Ya, sebenarnya alasan mengapa anak kesayangan ayah selalu tampil mengagumkan dengan pakaian mahal dan tubuh terawat adalah hal itu. Meskipun yang kudengar, Lady hanya memperlakukan mereka seperti anjing piaraan. Dan memang itu yang terjadi. Menjadi anak kesayangan ayah berarti menjadi anjing-anjing piaraan para putri bangsawan,” ujar Crispin dengan nada sedih.

“Jadi, sekarang akulah yang menjadi anjingnya?”

“Kemarin, Lady Seraphina datang tanpa pemberitahuan. Beliau mencarimu tapi saat itu kau sedang dalam hukuman dan ayah tidak tahu. Kau tahu tidak, Lady bahkan memarahi ayah dan penjaganya memukuli ayah karena membiarkanmu dihukum.”

“Benarkah?”

“Ya, itulah bisik-bisik yang merebak di antara slav. Giles juga kena hajar ayah. Kau benar-benar menjadi pion penentu di rumah ini, Ivory. Selama kau memenangkan kepercayaan Lady Serphina, tak ada satupun yang bisa menyentuhmu. Kau pemenangnya,” kata Crispin bangga.

“Apa itu bagus?”

“Yap. Langkah yang sangat bagus.”

“Kurasa ayah dan Giles tidak menyukaiku, Pin. Mereka seperti terpaksa menerima keberadaanku. Aku juga bosan terus bermanis-manis pada mereka. Apa aku harus bertahan seperti ini?”

“Tenang saja, Ivory. Seberapapun bencinya mereka, mereka tak bisa berbuat apa-apa. Lagipula kau memiliki aku, Crispin yang akan selalu setia bersamamu Tuan Ivory.” 

Ivory tersenyum lega.
***