Laman

Pages - Menu

Rabu, 31 Mei 2017

Kasih yang Pasti Sampai dan Diterima, Terima Kasih

Thank you, I love you all.
dSGN by ME [Ahahaha promo lapak sendiri]
#sukasukasaya

Terima kasih dan segala rasa syukur tercurah padamu ya Allah Tuhan Semesta Alam. Terimakasih telah memberikan tubuh dan segala pernak-pernik rezekimu. Bela Azania bukanlah apa-apa tanpa pertolonganmu yang tak pernah terhitung lagi. Kaulah yang membuatku selalu yakin dengan hari esok. Kaulah yang tak pernah meninggalkanku saat yang lain hanya menunjukkan punggungnya dan lari kencang. Kaulah yang selalu menemani dan menatap mata sembabku ketika yang lain menutup mata. Terimakasih atas kehidupan penuh perjuangan yang kau titipkan pada Bela Azania.

Terima kasih untuk Mama dan Bapa yang menjadi salah dua perantara hidupnya aku. Mama adalah professor terbaik yang mengajarkan apa yang tak diajarkan di kampus manapun. Mama, putrimu ini hanya secercah cahaya deplak di tengah badai tanpa perlindungan kedua tanganmu. Bapa juga hebat dan mengajarkan bahwa tsundere adalah yang paling sugoii. Hahaha, bercanda. Bapa selalu bekerja keras dan diam-diam membantuku di balik sikap diamnya ketika ditelpon.

Terima kasih pada bapak dosen pembimbing, yang sabar membimbingku agar tugas akhir ini kembali ke jalurnya. Maafkan juga karena dalam prosesnya, aku sering loncat-loncat dan jadi pertanyaan. Sebenarnya bukan maksudku untuk lari, hanya saja ketemu dosen pembimbing untuk bimbingan serasa begitu mendebarkan. Aku selalu merasa kurang benar dan bertemu dengan bapak seolah aku menyerahkan semua kesalahan untuk dicoret spidol merah [meskipun bapak tidak pernah melakukannya] [padahal saya mengharapkannya] [Plaaak. maso detected]

Terima kasih untuk teman yang sudah melihat baik buruknya aku. Terima kasih untuk berbagi kasur dan meringankan biaya kost. Juga berbagi Kurosaki-kun. Kapan-kapan kalo kita ketemu lagi, jangan sungkan-sungkan untuk ngupil ato kentut bareng. N.B: tentunya pas suami kita lagi ga ngeliat. N.B.2: juga pas anak-anak kita lagi sibuk main atau rebutan mainan.

Terima kasih untuk Agen D yang selalu menyediakan safe house ketika aku lelah dan ingin melarikan diri. Agen D, satu yang tak pernah aku lupa yaitu tentangmu. Tentang teman pertama di perantauan yang pernah melihat air mataku dan akupun pernah melihat air matamu. Tapi jangan salah, misimu belum berakhir. Misi kali ini yaitu tetaplah jadi temanku selalu. Lebih tepatnya, jadilah saudaraku.

Terima kasih untuk Mbah Sastro dan ibu. Kalian berdua adalah Otose-nya anak-anak 44A. Terima kasih karena menjadi tempat segalanya bagi anak kostan tengil ga tau diri ini. Terima kasih untuk meminjamkan kamar mandinya ketika krisis air. Terima kasih karena bersedia jadi tujuan pak pos ketika bel 44A tak ada yang menjawab. Terima kasih telah bersedia jadi loket titipan untuk bayar iuran sampah rumah 44A. Yang paling penting, terima kasih karena mengijinkan saya nge-bon untuk makan sehari-hari. Semoga mbah sehat selalu.

Terima kasih untuk saudara satu bapak bimbingan di perantauan. Maaf kalau aku ngilang, pertanyaannya jadi tertuju padamu. Hehehe, ini sungguhan minta maaf loh.

Terima kasih pada teman-teman ngapak koplak yang tergabung di gajah ngapak. Tenang saja, aku sudah mengarang pujian untuk kalian. Di saat aku merasa sendirian dan merasa hilang tersesat jauh dari rumah dan keluarga, kalian mengembalikanku ke rumah. Mungkin aku jarang berkicau di grup, tapi aku baca semua obrolan juga spam kalian.

Terima kasih untuk dua adeku di rumah. Kalian membuatku tetap berlari meski lelah. N.B: literally lari, karena mereka serem. Tepi, jangan kebanyakan pacaran. Kalo ada tugas coba kerjain sendiri, kadang aku tak ada pulsa jadi maafkan tak bisa balas sms dan kerjain tugasmu. Indominus Rex, aku jadi saksi kebandelan princess dari hutan sejak kecil. Kalian berdua membuatku ingin menjadi kakak yang baik dan patut dicontoh. N.B: gausah tiru aku.

Terima kasih untuk semua pedagang seblak di Tamansari. Makanan ini selalu menjadi nomor satu ketika aku kembali ke Bandung. Meskipun di tempat lain aku bisa menemukannya, tapi hanya seblak Bandung yang membuatku rindu. Terutama untuk seblak depan lapangan SR, seblak depan Salman bapak Brebes, seblak ibu Yati, seblak depan PDAM Tirtawening, seblak bapak nonton tivi, ibu seblak rt 07, seblak deket indomar Baltos, juga seblak depan SDN Plesiran 1.

Terima kasih pada bapak tukang nasi goreng keliling yang biasanya memutari gang jam sepuluh malam. Terima kasih telah datang di saat aku kelaparan. Jangan tanyakan mengapa bocah perempuan kelaparan di jam itu dan masih ingin makan.

Terima kasih pada aa warung depan Jalan Plesiran. Jajanan di warung aa terpercaya untuk menemani begadang. Meskipun aku selalu kalap beli jajan bertema cokelat di situ. Semoga warungnya makin lancar jaya.

Terima kasih pada semua produk mi instan. Terutama mi sedaaaaap kari spesial [apalagi yang isi dua]. Mungkin kebanyakan mahasiswa pilih indomi tapi sebenarnya itu pembodohan. Mi sedaaaaap isinya lebih banyak. Sepenting apa bagian ini? Ya, sebenarnya ga penting hanya saja aku mau balas meme tentang indomi yang minta ditulis di lembar terima kasih mahasiswa tingkat akhir.

Terakhir. 

Terima kasih untuk diriku sendiri. Terima kasih sudah mengingatkan Bela Azania bahwa semua yang tersebut di atas tak akan terwujud tanpa dukunganku. Terima kasih untuk aku yang selalu menemani. Bahkan aku lebih setia dari siapapun yang tersebut di atas. Terima kasih sudah bersedia menyelesaikannya.


Bandung, 30 Mei 2017

Jangan Baca Tulisan Orang Sakit Jiwa

we are the crazy people.
Just Awesome dSGN by ME

Berharap kebaikan pada manusia memang salah. Memang tidak dianjurkan karena hanya akan berbuah sakit hati. Karena manusia ya hanya manusia yang kemampuannya mentok pada standar manusia. Aku tahu itu dari lama, sehingga aku ga pernah berharap lebih pada manusia lain. Aku lebih senang menyelesaikan apapun seminimal mungkin tanpa pengaruh manusia lain. Aku coba kurangi ketergantungan pada manusia lain. Karena itulah hasilnya adalah aku yang saat ini.

Aku yang tak punya banyak teman baik. Aku yang dikenal hanya karena keangkuhannya tak bergaul dengan orang lain. Aku si katak yang mencoba jadi kutu karena asyik sendiri dengan buku. Aku si pendiam yang hanya muncul untuk menampakkan diri. Aku yang lama kelamaan dihindari manusia lainnya. Intinya, aku yang selalu sendiri atau lebih tepatnya merasa sendiri dan bahagia dalam sendiri itu.

Pada dasarnya aku seolah menghindari pertemuan dengan manusia lain. Aku menghindari pertemuan dengan manusia lain. Aku sangat ogah terlibat dengan kehidupan dan urusan manusia lain. Aku cuek dengan semua itu. Aku tak peduli dengan perayaan ulang tahun, perayaan lulus sidang tugas akhir, memberi hadiah wisuda, ikut berempati karena manusia lain sakit, ikut bahagia saat manusia lain bahagia, ataupun menyampaikan bela sungkawa saat duka. Itu semua adalah aku ini. Aku si apatis. Aku si anti sosial. Aku si sosiopat.

Aku menyadari, bahwa sosiopat tak bisa bertahan apalagi diterima di masyarakat. Apalagi untuk sosiopat stadium akhir yang tak tertolong lagi seperti aku ini. Tapi buatku ini yang terbaik. Sudah habis jatah kebaikanku untuk menganggap semua manusia di dunia ini pasti punya sisi baik. Aku sudah muak berpura-pura empati pada manusia lain yang belum tentu empati balik pada ke-sosiopat-an ku. Kadang aku merasa jadi psikopat akan lebih menarik daripada jadi sosiopat. Psikopat akan dengan mudahnya menghilangkan manusia lain yang menyakiti perasaannya. Itu akan jadi lebih mudah. Karena manusia itu akan hilang bersama sakit hatinya. Tapi aku tak bisa melakukannya. Alih-alih membunuh manusia yang menyakitiku, aku malah diam dan menahan sakitnya. Aku malah mempertanyakan keberadaan diriku sendiri. Aku malah mempertanyakan sebuah alasan di balik tindakan manusia lain padaku. Aku mempertanyakan, apa salahku pada manusia itu? Aku mempertanyakan, apakah aku begitu berbeda dari manusia lain sehingga tak bisa diperlakukan sama? Aku mempertanyakan segalanya sampai deras air mata jadi kering. Aku  terus bertanya tanpa jawab hingga empatiku membusuk bersama waktu.

Ini semua salah kalian. Kupikir kalian akan baik jika aku memperlakukan kalian dengan baik pula. Ya memang kalian baik, jika di depanku. Aku tak berani mengatakan kata yang tepat untuk mendefinisikan apa yang kalian lakukan dan katakan di belakangku. Kasihanilah mulut kalian, kasihanilah empati kalian. Mulut ada di depan seharusnya digunakan dengan sebenar-benarnya. Ngomonglah tentang manusia lain di depan manusia itu. Supaya tidak jadi gunjingan. Toh, kalo di belakang, setiap manusia juga punya lubang yang bisa bunyi juga kan? Ya, lubang itupun punya tempat tersendiri ketika harus terbuka. Di kamar mandi kan?

Sabtu, 27 Mei 2017

ME #6: SENYUM ITU PERIH

Hmm, bagi yang terbiasa membaca tulisanku, atau mungkin mengikuti kicau dan fotoku di sosial media mungkin akan tahu. Yap, aku menulis dengan ramah dan bahasa santai seolah aku ini memang ramah di dunia nyata. Dalam bahasa tulis juga aku banyak menyampaikan hahaha, hehhehe, ihi, aha dan berbagai ungkapan ekspresif. Tapi kalo ketemu aku di dunia nyata mungkin sangat berbeda. Kata orang-orang dekatku, pertama kali ketemu bikin ragu buat kenalan dan berteman. Katanya mukaku jutek dan garang, ga ada senyumnya sama sekali. Yap, aku cuma ekstrovert dalam tulisan. Banyak orang yang menyarankan aku untuk sering-seringlah tersenyum. Biar ga pada minggir duluan sebelum tahu ramah di dalam diriku ini, hehehe.

jajaja,

Berhubung tulisan ini memang membuka satu-persatu tentang aku, jadi akan kubuka. Senyum itu sakit, perih buatku. Loh, kok gitu? Kalo senyum ya tinggal senyum aja. Yap, hal tergampang yang bisa dilakukan untuk menunjukan keramahan memang dengan senyum. Sekali lagi, buatku tidak. Jadi entah karena apa [aku menduga efek mirip onta sih] bibirku kering setiap hari. Bukan hanya keringnya yang perlu difokuskan, tapi jemariku juga 'gatel' buat mencabik-cabik permukaan kering itu. Ini kebiasaan buruk yang entah dimulai dari kapan. Kupikir bahkan dari kecil, dari sekolah dasar aku udah punya kebiasaan sadis ini. Mengelupasi bibirku sendiri sampai tanganku puas. Ya, tanganku belum bisa dan belum mau berhenti kalo masih ada bagian yang kering. Aku sudah coba menghetikannya dengan kesadaran sendiri, tapi mereka bergerak seolah di luar kesadaranku. Orang-orang di rumah yang selalu rajin patroli save bibir Bela. Bapa, Mama juga adeku yang paling kecil adalah kandidat relawan of the year. Mereka selalu tabok tanganku pas mulai mendekati bibir. Noh, protektif sekali kan hehehe.

Emang ga sakit? Ya, banyak yang tanya seperti itu. Jujur, SAKIT woii PERIH. Apalagi kalo si jemari kebablasan nariknya. Bisa terlalu dalem, bisa terlalu panjang ketarik atau terlalu lebar. Hasilnya berdarah. Iya ini beneran, keluar darah semacam luka lecet. Ngilu aku nulisnya. Rasanya juga ngilu. Nah kadang bibirku merah merona sempurna [kalo dilihat dari jauh] meski ga pake lipstick sekalipun. Pas keadaan seperti itu, tolong jangan di zoom bibirnya yaa... serem. Merahnya karena sudah disobek bagian luar yang keringnya jadi merah darah gitu, ahahaha horor dah. Kemudian di pagi harinya, bagian yang berdarah akan item kering da keras. Lalu tahapan berulang lagi, seolah ga bisa berhenti.

Kalo dipikir baik-baik, kebiasaan buruk ini muncul saat aku lagi 'ndongong', atau ketika dua tanganku ga ada pekerjaan lain. Jadi, ketika ga ada orang [ataupun ada orang] dan tanganku bebas tanpa kerjaan ya pasti itu terjadi. Karena itulah menulis menjadi salah satu terapi supaya hilang si kebiasaan buruk itu. Tapi tetap saja kan, pasti ada jeda waktu tertentu yang tangan bener-bener dalam keadaan free. Misalnya pas lagi mandi, boker, menjelang tidur, bangun tidur, dan lainnya. Ah iya lupa, kebiasaan buruk ini juga nongol tanpa sadar ketika aku lagi mikir keras, khawatir, takut dan keadaan yang membuat keadaan tangan tidak terkontrol. Selain nulis, aku juga biasa ngegambar [cek ig kalo mau tahu, hehehe promo], buat kerajinan, buat origami [lipat kertas], kirigami [potong kertas] juga.

Jadi bagi teman-teman yang merasa dijutekin olehku, sungguh minta maaf. Bukan bermaksud seperti itu atau membuatmu merasa seperti itu. Sungguh bibirku kadang perih kalo ditarik buat senyum jadi aku wakilkan dengan anggukan kepala. Sungguh, aku pengin banget senyum sebanyak mungkin ke semua orang yang aku temui. Bahkan banyak yang bilang aku sombong karena kalo ketemu ga senyum. Plis, mulai detik ini setelah kau baca tulisan ini kuharap ga ada lagi prasangka seperti itu yaa. Aku ingin ramah, aku ingin balas senyummu tapi itu perlu perjuangan. PERIH WOII. Noh sekarang bukan cuma perih di bibir tapi perih di hati juga. Hehe untuk kali ini cukup sampai di sini yaa, aku ga mau menulis panjang lebar tentang si perih itu, bikin ngilu sendiri.

Hahahahaha, Smile.

Kamis, 25 Mei 2017

Animasi yang Memenangi 102 Awards

Yap, halo... maafkan beberapa bari ini saya in-aktif post karena ada banyak urusan di dunia nyata. Nah, post kali ini saya akan share pendapat mengenai sebuah video animasi pendek yang cukup menarik. Menarik semuanya buat saya. Mulai dari ceritanya, judulnya, proses penemuannya juga. Ini video ada di youtube. Awalnya sih bermula dari kegabutan dan sendirian di kost dan kuota internet full, jadi saya nonton iklan-iklan tivi yang punya konsep keren. Adakah yang setipe dengan saya nonton iklan? Hehehe.

Kemudian saya nemu video dengan judul; Animasi pendek ini memenangi 102 awards. Langsung saya klik dan tonton. Cuma dengan durasi tujuh menitan, dapat membuka mata tentang realita yang cukup masih relevan. Ya, videonya diposting sekitar tiga tahun lalu [di channel youtube-nya dipost tanggal 17 Mei 2014]. Graphic-nya sederhana, animasinya juga sederhana bahkan di awal-awal rasanya creepy. Tapi itu menggambarkan realita kekinian sekali. Yuk tonton dulu ah...


Setelah nonton, saya ga tahu sih apa yang anda rasakan. Tapi saya ingin share sedikit tentang pendapat saya sih. 

Jadi, pada dasarnya memang benar manusia itu makhluk social yang tak bisa hidup sendiri tanpa manusia lain. Tapi di lain pihak, saya juga merasa bahwa ada benarnya juga kalimat Homo Homini Lupus waktu pelajaran sosiologi di SMA. Manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya. Di awal, si tokoh utama bangun tidur dengan semua perabotan yang disusun dari manusia lainnya.

Menurut saja, judul yang tepat adalah kehampaan dalam realitas dan tenggelam dalam rutinitas. Itu sih, ketika manusia tidak menghargai jasa manusia lainnya dalam hidup, maka dia ga akan pernah melihat bahwa selama ini dia menginjak-injak orang lain sampai kemudian dia sendiri juga terinjak. Digambarkan betapa elitnya si bapak tokoh utama ini menjalani pagi menuju kantor. Mulai dari bangun tidur, sarapan, naik taksi, berhenti di lampu merah, pintu otomatis di kantor, lift manusia, loker dan akhirnya dia sendiri ternyata hanya selembar keset. 

Yap, jika tujuan yang dibuat hanya semata-mata untuk kebutuhan dunia, ya seperti itulah gambarannya. Manusia hanya robot yang terjebak dalam rutinitas, rela menginjak dan mengabaikan orang lain seolah lebih rendah dari dirinya. Padahal ia juga hanya kesetnya manusia lain. Jika videonya dilanjutkan lagi sampai ke dalam ruangan, mungkin saja si bapak yang masuk itu hanya seorang manajer yang menjadi gantungan jas bapak direktur. Jika diperpanjang lagi, mungkin si bapak direktur hanya tempat pensilnya bapak CEO. Lebih panjang lagi, mungkin bapak CEO hanya karpet mahalnya bapak Pemegang saham. Terus diperpanjang, mungkin si bapak Pemegang saham itu hanya kesetnya bapak Presiden. Dan seterusnya sampai tak terhingga. Intinya manusia hanya saling menginjak untuk menuju posisi yang tertinggi. 

Miris sebenarnya. Jika dikaitkan dengan realitas mahasiswa fresh graduate yang berjuang saling tindih untuk bisa lolos seleksi di korporasi yang bona fide. Yang sekiranya mau membayar minimal sepuluh juta per bulan hanya untuk gaji seorang fresh graduate berbekal IPK tinggi [maaf, ini bukan sesi curhat mahasisa minimalis]. Mereka seperti berlomba-lomba mengumpulkan gaji tertinggi di perusahaan dengan prestige tertinggi untuk dapat status terpandang di manusia lainnya. Untuk dapat membeli apapun yang mereka inginkan. Untuk mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan hati [katanya]. Tapi apa yang dimaksud dengan kepuasan hati jika hidupnya begitu-begitu saja terjebak dalam rutinitas bangun pagi, menginjak-injak orang yang pekerjaannya lebih rendah dan akhirnya hanya berakhir sebagai keset bapak CEO? 

Maaf, seperti yang saya bilang di awal pembahasan, bahwa ini murni ide saya, opini saya yang muncul dari kepala yang abnormal ini. Dari dulu saya tidak pernah punya orientasi untuk bekerja pada orang lain [sungguh sebuah keangkuhan si butiran debu ini]. Saya tidak pernah menganggap bahwa bekerja di korporasi besar adalah sebuah prestige. Saya tidak pernah merasa demikian, bahkan kakak-kakak kelas yang sejalan pemikiran dengan saya [dan yang meracuni saya] dengan ekstrem menyebut mereka sebagai kaum budak korporasi. Tajam? Memang, lidah memang tidak bertulang tapi menjadi sangat tajam saat mengucap kalimat vulgar.

Bagi saya, hidup sebagai budak korporasi mungkin ada baiknya. Sama seperti alasan teman-teman lainnya mengincar kehidupan di korporasi besar. Mungkin menjadi wahana yang tepat untuk mengembangkan diri. Mungkin menjadi wahana yang tepat untuk mencari uang saku lebih di usia muda. Mungkin menjadi kawah yang tepat untuk belajar mendirikan korporasi yang nantinya akan menyaingi. Iya, sayatak menutup mata akan semua alasan itu, teman.

Hanya saja, saya punya mimpi yang lebih indah daripada hanya sekedar jadi budak korporasi. Saya ingin menjadi berguna untuk orang-orang disekitar secepat mungkin. Sayaingin bukan hanya saya yang berkembang, tapi mereka juga. Mungkin terdengar sok sosialis. Tapi memang begitulah. Saya ingin belajar dengan orang yang juga ingin dan mau belajar. Saya benci keadaan yang mengharuskan saya belajar sendiri satu arah dengan orang yang maha pandai. Saya benci pelajaran konvensional yang punya kesenjangan vertikal. Saya mahasisa, dia dosen. Saya inginnya, dia guru buatku dan saya bisa jadi guru buatnya. Saya ingin saling bertukar pemikiran dengan ide yang berbeda. Bukan memberi soal yang jawabannya harus benar karena jika tidak, akan dapat nilai nol. Jadi saya bisa tumbuh bersama mereka. Tidak hanya tumbuh dengan saling menginjak dan saling memanfaatan tapi dengan bergandengan tangan dan sama-sama menegakkan kepala menuju ke arah yang lebih baik [MERDEKA].

Sudah ah, semakin lama semakin mirip pidato kampanye calon lurah. Ingat yaa, bukan aku meremehkan teman-teman yang punya impian tinggi bekerja di korporasi. Boleh kok, aku juga menghargainya. Tapi, aku juga harus menghargai impianku sendiri kan? Jadi mari saling hormat-menghormati bukan saling bacok membacoki. Terima kasih sudah mampir di antara semua ke-randoman ini. Saya hargai itu.



Kamis pagi tanggal merah. Renungan mahasisa butiran debu.
Di Bandung rasa Bulan. Plesiran tapi bukan plesir.

Senin, 22 Mei 2017

Peluk Aku, Gelap


Sebuah roket telah meluncur hari ini. Jauh menuju kehampaan gelap di antariksa. Kepulan asap putih dari peluncurannya masih beradu terang dengan malam penuh gemintang. Hembus anginnya masih berdesir menyapu gemulai lembut rerumputan dan gaun seorang gadis yang tengah berbaring di atas padang. Warna turquoise gaunnya kontras dengan hijau tegas rerumputan. Gadis itu memandangi langit, bola matanya bergerak mengikuti garis lurus yang dibuat dari kepulan asap roket. Mulutnya masih ternganga, kagum.  Tapi tak sesuara apapun keluar.

Si gadis bangkit, membersihkan gaunnya. Ia segera menuju skuter yang parkir dekat tempatnya berbaring. Kini asap knalpot skuternya juga sudah mengepul, siap meluncur. Dalam hati si gadis, ia tengah menghitung mundur untuk peluncuran kecilnya. Lampu skuter menyala, sengaja ia nyalakan memang. Bahkan dari pertama ia berbaring di atas padang. Ia takut kegelapan. Ia takut sendiri dalam gelap. Ia takut kehampaan.

Di perempatan jalan, lampu merah menyala. Skuter gadis bergaun turquoise juga berhenti, berjajar sendiri di malam gelap nan sepi. Tak banyak yang melintas di jalanan kota kecilnya. Sebuah mobil box besar menjajari. Ada logo departemen antariksa di pintu dan box kacanya. Musik menguar dari kaca mobil yang terbuka. Berkumandang lagu kebangsaan, beriring dengan disampaikannya pidato apresiasi presiden untuk para astronot yang hari ini berangkat. 

Si gadis disergap diam. 

Jantungnya berdegup-degup tak menentu. 

Lampu hijau menyala.

Mobil bergerak perlahan, jelas, sebuah setelan seragam khusus astronot tersisa di balik box kaca. Hanya satu tersisa dari empat etalase. Mobil itu semakin jauh. Si gadis masih diam. Namanya tertulis di seragam itu. Dia tinggal ketika yang lainnya pergi. 

Si gadis tetap diam. 

Ia matikan lampu skuternya. 

Gelap.
***

Bandung rasa Bulan.
Plesiran tapi bukan plesir.

Minggu, 21 Mei 2017

ME #5: 10.30PM, GOOD MORNING

Melanjutkan tren narsisme. Kau harus tahu salah satu keunikanku yang cuma ada di aku. Hehehe, aku pasang alarm jam 10.30pm alias 22.30 WIB dan nama alarm-nya adalah Good Morning. Ini beneran, no kidding. Saat ini aku nulis dan sudah jam 1.24am, aku belum tidur dari tadi pagi loh. Tapi start rasa pagi hari dalam Waktu Indonesia Bela adalah jam 10 malam ke atas. Kupikir di waktu itu aku bisa sangat produktif dan menulis tanpa hambatan. Aku pasang alarm ini di laptop. Jadi, sebagai peringatan saja. Jika lewat jam sepuluh malam aku masih beraktivitas dengan laptop menyala, itu artinya aku tidak akan bisa tidur sampai tengah malam atau bahkan sampai pagi. Biasanya karena takut kelewat subuh, aku tidur setelah sholat subuh sekalian. Gila kan?

Jam malam adalah waktu ideal untuk kerja bareng Batman.
Siang waktunya tidur. 10:30pm say Good Morning
Ini sudah biasa dan permasalahan jadwal tidur ini cuma aku alami di perantauan. Argh, sungguh hidupku di rumah begitu teratur dan begitu terdampar di perantauan, kacau balau, hehe. Bukan isomnia menurutku karena gejala insom yang kubaca di google nampaknya berat. Aku cuma mengalami gangguan tidur aja. Jadi, ketika di rumah, jam sembilan malam sudah sepi semua bersiap tidur. Televisi dimatikan, lampu juga. Ga ada pilihan lain kecuali tidur. Belum lagi bapa yang selalu jadi hansip siap patroli suruh tidur anak-anak yang belum tidur. Di antara anak-anak mama bapa, aku yang paling kalong [kelelawar]. Aku paling kuat untuk urusan begadang. Adeku yang besar, dia paling ga bisa melek malem. Dia selalu jadi yang tidur pertama ataupun tidur setiap ada bantal. Dimanapun. Kapanpun. Setipe dengan bapa. Ade kecilku lumayan kuat begadang, tapi dia juara dua lah. Meskipun tidur larut malam, dia tetep bisa bangun pagi ngikut mama. Sedangkan aku bisa kuat melek semaleman tapi di siang harinya jika free akan tumbang di tempat tidur. Jika esok harinya ada kegiatan, ya terpaksa tidak tidur. Bahkan minta bantuan secangkir kopi untuk bangun sampai punya kesempatan tidur.

Kadang useful sih kelainan ini. Kalo di pagi atau siang hari, aku belum tentu bisa fokus seperti di jam malam hari. Tapi, pasti kena omel mama. Ya, memang ga baik sih. Aku pernah baca fakta bahwa kualitas tidur malam tidak bisa digantikan dengan balas dendam tidur di siang hari. Intinya, tidur malam sangat dibutuhkan tubuh karena normalnya tubuh berada dalam keletihan. Eh aku malah begadang dan ngajak tubuhku bekerja lebih keras lagi di malam hari. Maaf, tubuhku. Meski begitu, aku masih tetep suka kerja lembur malam. Biasanya aku siasati dengan tidur sekitar jam tujuh dan bangun di jam sebelas atau pertengahan malam. Tapi, as usual, planning hanya tersisa sebagai planning saja. Eksekusinya amburadul. Ketika sudah lewat jam sepuluh malam, ya sudah relakan saja tidur malam. Kecuali benar-benar berusaha untuk segera tidur. Based on experience, aku ga bisa merem setelah jam sepuluh. Meski sudah dipaksa merem, tetep aja ga pulas dan akhirnya pilih lanjut begadang aja sampai subuh. Syukur banget kalo di pertengahan malam sudah ngantuk dan tidur. Biasanya sih tidak.

Aku ga tau darimana kebiasaan ini muncul, sepertinya hasil dari kesalahan pola hidupku sendiri. Argh, sungguh aku pengen tidur normal. Kelamaan begadang dan natap layar terlalu lama bikin pusing kepala. Sering juga aku kena migren di pagi hari setelah begadang. Efek lain seperti kantong mata dan mata panda jarang terlihat sih. Kecuali kalau dalam kondisi tertentu. Ah, mulai bosan ngalong. Meskipun asyik juga sih, toh aku juga penggemar Batman. Jika BATMAN ada di kota ini atau ada dimanapun aku tinggal, mungkin aku udah direkrut buat jadi asistennya. Kan seru, direkrut Batman. Nanti battle malamnya Batman and Bela versus Joker and Harley. Hwahahaha mulai ngelantur inih. Sekalian nanti si Batman kupanggil dengan panggilan manja: PUDDIN [aHa, langsung dikepruk mbak Harley Quinn pake tongkat baseball]. Aku masakin mie instan andalan Bela aja deh si Batman. Akan kugunakan teknik masak ala chef terkenal untuk plating-nya [aHa, ini sih ditimpuk teflon sama chef Farah Quin]

Asal kau tahu, jika di pagi hari wajahku tampak menyebalkan, kucel dan mager maksimal itu artinya aku habis ngedate bareng Batman. Tak jarang aku beli kopi kotak buat dongkrak mata supaya tetep melek. Tapi kopi di pagi hari setelah semalaman begadang tidak ada efeknya, menurutku sih. Aku tetep aja bisa tumbang buat hibernasi, hahaha [hibernasi, beruang grizly kali hibernasi]

Satu pertanyaan penutup kegajean ini di dini hari pukul 1.53 Waktu Indonesia Bela. Singkat saja, apa yang terlihat jelas saat mahasiswa-mahasiswi berfoto sambil tersenyum? Apa hayooo? Cantik dan gantengnya? Ah ga jago menebak nih. Kecantikan dan kegantengan tidak akan hilang meski seseorang itu tidak tersenyum. Jawabannya adalah kantong mata. True? Ga percaya? Coba aja liat di kaca. Sudahlah, mataku mulai pegal dan kepala pening. Tidur saja sana. Ah, sebelum terlambat... jaga pola tidur kalian yaa, jangan sampai menyesal seperti asisten Batman ini. See ya. Sweet dream, Puddin! [kyaa, ditimpuk pake purple lamborghini]. Rozey!!! [Dhuarrr!!! diledakin sama Joker]. END.

Si Sadis yang Makin Menawan

Ahahahaa, review kali ini pengen ke anime lagi. Tapi bukan review animenya, berhubung ceritanya panjang dan masih on going. Jadi saya mau buat review karakternya aja deh. Karakter favorit saya dari anime Gintama. Si do-S bakaiser Okita Sougo. Yeay. Nah, bagi pecinta Gintama, pasti tahu kenapa Sougo saya identikan dengan gambar tersebut kan? Nyahahaha, yap, karena Sougo hobi tidur saat apel pagi Shinsengumi dan pake penutup mata dengan tampilan seperti di bawah ini. Mata melek padahal matanya merem masih tidur sambil berjalan.

Credit to me. Jhahaha

Sougo adalah kapten divisi 1 Shinsengumi. Dia dikenal sebagai pedangnya Shinsengumi. Dalam beberapa review yang saya baca, Okita ini memang paling bagus teknik berpedangnya dan sadisnya juga dapet banget. Iya padahal dia cuma kapten, bukan wakil komandan bukan komandannya. Hijikata sebagai wakil komandan masih bisa kalah apalagi jika musuhnya perempuan. Kan sudah jadi prinsip si Mayo ini untuk tidak melukai perempuan sekalipun itu musuh. Nah kalau Si Komandan Kondo 'Gorila' Isao, sepertinya dia lebih kuat ke wibawa dan keramahannya. Meskipun dia juga kuat, tapi ga begitu sering show off. Iya sih, buat apa juga si bapak Komandan repot-repot duel kalo dia punya dua pedang tajam di sampingnya [baca: Hijikata sama Sougo]

Nah, menurut Sorachi Hideaki [mangaka Gintama], karakter Sougo dapat referensi dari samurai bernama Okita Souji yang memang jago banget berpedang. Namun, Okita Souji meninggal dalam usia 25 tahun karena penyakit TBC sedangkan Sougo sehat wal afiat. Maka jadilah dia si sadis yang tak terkalahkan. Di Shinsengumi versi Gintama tentunya, Sougo selalu mengincar posisi wakil komandan dari Hijikata Toshiro. Selain karena dia ingin jadi wakilnya Kondo Isao.

Pengembangan karakter Sougo menurut saya cukup bagus. Saya yang awalnya lihat Sougo sebagai bocah yang pantas dikasihani untuk semua kemalangannya. Saya juga paham betul bahwa dia ini tipe yang ingin diperhatikan dan cemburuan ketika orang terdekatnya dicuri perhatiannya oleh orang lain. Sougo dari kecil tinggal bareng mbaknya, Okita Mitsuba. Namun mbak Mitsuba meninggal karena sakit paru-paru. Menurut Sorachi sensei, ini karena dia ingin membuat Sougo hidup lebih lama. Jadi dia limpahkan penyakit yang aslinya punya Sougo ke mbaknya. Sedih juga sih pas arc Okita Mitsuba. Keahlian berpedang Sougo diraihnya karena latihan di dojo Kondo sejak kecil. Memang tidak semua yang di sejarah, diambil untuk menjadi Sougo tapi bagian ini bener-bener ada dalam sejarah. Bahkan Hijikata juga juniornya Sougo karena dia bergabung terakhir.

Nah, ini Sougo mode sadis. Look at that eyes and that smile.
Hahaha saya suka, saya suka.
Misi rahasia khusus. Campur racun ke mayo fukucho.
Sambil bergumam, "Shine Hijikata."

Satu yang tidak lepas dan menjadi identitas Sougo adalah sadisnya yang digambarkan dengan sangat cool. Bukan hanya sadis dalam bertarung, sadis juga dalam dunia nyata. Mulai dari ngejar Hijikata pake canon [ini juga ciri khasnya], ngeracunin mayonnaise-nya, kirim santet buat Hijikata di malam hari [episode ini ngakak sih, dengan polosnya dia jawab jogging]. Bahkan semakin lama, penonton makin tahu bahwa tiap kali Sougo nongol pasti akan terjadi kemalangan pada Hijikata dengan cara sadisnya. Semakin lama, penggambaran karakternya di anime juga makin bagus. Sougo yang di episode awal terlihat seperti bocah kawaii, semakin lama semakin menunjukkan sisi ikemen-nya. Ahay. Bahkan banyak meme bertebaran dan banyak penonton jadi korban Sougo. Katanya, mereka rela jadi masokis demi Sougo [whaat? saya banyak saingan, nyahaaha]

Sepertinya chara-development belum lengkap jika belum dikembangkan future-nya. Nah, menurut saya, future development paling menarik dan paling banyak digunakan adalah pairing. Apalagi pairing love interest. Cihuy, kita ke pembahasan yang lebih intense mengenai pairing Sougo. Selama yang saya tonton, ada dua karakter perempuan yang riuh jadi pairing Sougo. Yap, mungkin reader penikmat Gintama juga tahu siapa.


Pertama, memang tidak sederas pairing yang kedua, tapi ini penting. Yaitu pairing Sougo dan Imai Nobume. Di arc Baragaki, keduanya duel sengit dengan tingkat kesadisan dan keahlian berpedang yang setara. Meskipun singkat tapi menarik untuk dinikmati. Meski intensitas pertemuan keduanya bisa dibilang jarang, tapi sekali ketemuan keren. P.S: boleh tuh nonton video di atas. Cukup menggambarkan pairingnya kok. Dan sudah include epic battle.


Pairing kedua dan pairing paling populer; OKIKAGU [hail]. Yap pairing Okita sama Kagura. Sepertinya banyak momen Okikagu selama anime on-going dan manga juga. Gimana ya menjelaskan pairing keduanya. Hmm, romantis ala Gintama banget lah. Sougo yang sadis akhirnya ketemu cewe tangguh semacam Kagura. Jika cewe biasa, pasti rentan masuk rumah sakit kalo dekat-dekat Sougo. Jadi beruntung Sougo ketemu Kagura. Apalagi Kagura adalah ade-nya Kamui, sepertinya development ini memang punya banyak cerita di masa depan. Kan kita tahu bersama bahwa di arc Shogun Assassination, ada duel sengit antara Sougo vs Kamui. P.S: video kedua cukup bercerita tentang pairing keduanya.


Meskipun ada satu black pairing yang termasuk ilegal. Saya benci pairing ini tapi ya, asal tahu aja, ada orang-orang yang bahagia dengan pairing Okita sama Hijikata. Menurutku itu bukan pairing sih tapi lebih ke trolling. Kan kalo pairing Hijikata cocoknya sama Gintoki *plaaaak* [diguyur mayo sama lelehan parfait]

Oke berakhir sudah. Fiuh, besok Selasa saya sidang tugas akhir. Doakan yaa...

Sabtu, 20 Mei 2017

ME #4: IDAMAN KINGDOM ANIMALIA

"Kamu tuh punya feromon ke binatang-binatang tau," kata tetangga kamarku. Mantan teman sekamar di asrama dan sekarang jadi tetangga kamar di kostan yang sama.

Ah, masa sih? Awalnya aku rada ga percaya. Aku bahkan tanya apa itu feromon [dasar cupu]. Oke, jadi feromon adalah semacam zat penggaet sesuatu atau seseorang. Intinya memunculkan ketertarikan, yang membuat sesuatu atau seseorang tertarik untuk mendekatimu. Hmm, pengertiannya cukup seksi. Cewe dengan tingkat feromon tinggi, hwahahaha pasti banyak cowo yang antri. Tapi buatku, feromon ini cuma ngefek ke binatang-binatang. Aku ini idaman Kingdom Animalia.

Ya, kuakui dari kecil memang dekat dengan urusan beternak dan kenal berbagai macam binatang. Ada banyak binatang piaraan yang pernah dan masih tinggal di halaman belakang rumahku. Bapa pernah piara kambing dan aku yang kasih makan ketika bapa ke Jakarta. Kambing makan tiga kali sehari dengan waktu yang nyaris sama dengan manusia. Tapi bisa juga dua kali saja, asal porsi pagi atau malamnya lebih banyak. Mama jagoan soal berternak unggas. Pernah piara entok/ mentok, ayam juga sampai sekarang masih ada. Bukan cuma piara dan digendutin untuk dipotong ya, tapi dikembang biakkan. Sampai beranak pinak punya banyak generasi. 

Entok terkenal garang dan suka nyosor kalo lagi kelaperan. Tapi aku ga pernah disosor padahal aku yang kasih makan mereka. Ayam juga aku yang kasih makan dan rajin kandangin pas sore hari bahkan aku beri nama. Seliar-liarnya ayam jago, masih bisa takluk dan dengan santai kutangkap loh. Padahal kalo adeku yang nangkep, bisa heboh sampai dia kesel sendiri dan ngumpat-ngumpat ga jelas minta potong ayam. Nah ini salah satu dilemanya, aku sering ga tega kalo ayam yang kubesarkan dan kuberi makan setiap hari harus dipotong. Meskipun ketika udah dimasak, enak juga sih. Bukannya tidak rela ya, cuma ya begitulah. Mungkin ikatan batin antara ayam itu dan feromonku sudah sangat kuat. Jadi, syarat potong ayam piaraan adalah; aku ga boleh lihat pas dia digorok dan harus aku yang cabut bulunya. Titik. Setelah itu aman. Bahkan aku makan dengan lahap sebagai bentuk apresiasiku pada si ayam. 

See? Ayam tuh imut-imut pas masih pitik.
Enak digoreng kalo udah gede, hahaha sadis mode.
Aku pernah punya ayam yang sejak dia kecil main bareng. Ketika dia gede, dia selalu ikut aku kemanapun perginya [masih di sekitar rumah yaa], misalnya jalan ke rumah mbah, ke warung, buang sampah. Aku jadi induknya. Lebih tepatnya, jadi The Queen. Ikan juga begitu, memberi pakan ikan lele di bak kecil belakang rumah sudah biasa. Lelenya gendut-gendut dan mantap pas digoreng. Sedih juga pas harus goreng si lele. Saat ini ikan cuma ada dua sih, di toples pula. Satu ikan bethik [mirip sepat] dan satu sisir melik. Setiap kali aku nepok nyamuk, kukasih ke mereka deh.

Zaman SMA ada kucing liar yang mampir dan ngorek-orek bak sampah belakang rumah. Ternyata dia laper dan tertarik bau duri belut goreng hari ini. Dia kurus banget dan mengenaskan, awalnya dia langsung lari pas aku buka pintu. Tapi dia cuma jaga jarak dan tetap diam di sana sambil pandangi aku. Aku diem dan duduk di depan pintu. Ga sampe lima menit, dia mendekat. Kembali ngorek-orek tempat sampah tanpa peduli dan waspada ke aku. Inikah efek feromonnya? Hahaha waktu itu ga sadar. Sungguh. Setelah kejadian itu, dia sering datang dan sering juga kuberi makan. Semakin lama, dia semakin percaya. Bahkan dia tidur di bagian belakang rumah, di atas tumpukan karung. Awalnya mama ga setuju piara kucing liar. Bapa juga no comment. Tapi aku semakin ngotot dan si mpus mencuri perhatian orang rumah. Dia bisa nangkep tikus dan bapa pro. Kan lumayan punya hunter tikus ketika lumbung padi di rumah masih penuh setelah panen. Akhirnya mama pro, jadilah dia kucing piaraanku yang pertama. Namanya Cime binti Cipluk [ex nama kucing mama] bin Puspa [ex nama kucing bapa]. Bahagia punya kucing. Sedih pas dia mati. Dan aku kutuk tetanggaku yang ngeracuni Cime.

Sewaktu di Bandung, interaksi dengan binatang-binatang ga begitu sering. Yang masih sering ketemu adalah kucing. Di Salman juga banyak kucing dan pasti nempel numpang duduk atau numpang lewat minta dielus sama The Queen, jhahaha. Puncak bahagiaku adalah pas bulan Februari kemarin adopsi kitten. Aku, piara kucing di kostan. Omaigat ga pernah terbayang sebelumnya. Namanya Mewa, jantan, anak haram [kebobolan] mama Anggora dan papa domestik. Di antara semua keheningan kost yang ditinggalkan sebagian penghuninya wisuda, Mewa jadi teman setia. Dia bahkan teman makan, tidur, nyuci piring, nyuci baju, liatin hujan, teman tendang-tendangan, teman buat dipeluk, teman pipis di malam hari, teman jaga pintu depan kamar mandi. Ah, segalanya lah. Bahkan kita mudik bareng dari Bandung ke Purbalingga naik bis. Kau tahu judul perjalanan kami apa? Pejantan tangguh dan cewe strong, jhahahaha.

Aku bahagia dengan feromon atau apapun ini. Inti dalam berhubungan baik dengan binatang adalah, kau baik ke mereka maka mereka akan baik ke kamu juga. Ah, setelah dibaca lagi aku merasa seperti Snow White. Tapi, kalo princess itu anggun banget, maka aku versi ga anggunnya. Intinya, aku bukan princess yang nyanyi dan nari bareng burung, rusa dan kelinci. Aku peternak ayam, entok, kambing, lele dan penakluk kucing. Salam feromon.

Jumat, 19 Mei 2017

Where Idiot Should Go

Hari ini atau tepatnya malam ini, saya merasa sangat sensitif. Terlalu drama hingga saya nulis post ini seolah saya sedang menulis live report dari bulan. Jauh dari rumah. Dalam gelap. Melayang-layang tanpa arah jelas. Ditinggalkan gravitasi. Minim komunikasi. Parahnya lagi sendiri. Benar-benar terasa seperti astronot. Dari lama, saya memang selalu merasa tersesat. Dan tulisan-tulisan yang saya buat seolah menjadi report perjalanan yang semoga bisa saya banggakan waktu kembali. Beruntung kuota internet penuh jadi bisa ngeblog.

Yap. Saya di rumah kost, di depan televisi menyala. Cuma ditemani acara talk show yang saya bingung kenapa acara itu disebut talk show. Apa saya yang nonton sambil ndongong ini disebut listen show. Manusia punya telinga lebih banyak daripada mulutnya, tapi mulut bicara tanpa henti dengan sombongnya. Bahkan televisi juga membayar mahal mereka yang lihai bicara. Tak peduli apa yang ia bicarakan, seolah yang penting dia bisa membuat televisi jadi ramai. Noh kan, jadi curhat.

Emergency exit.
Yap, buatku Chapteranian ini adalah jawaban dari judul post kali ini.
Tentunya buatku yaa. Buatmu apa?
Saya tersesat. Saya kecewa? Saya menyesal? Buat apa kecewa, buat apa menyesal atas jalan yang dipilih sendiri. Kaki ini yang melangkah tanpa bertanya. Buat apa. Saya cukup berbahagia menjadi alien di planet bumi indah ini [meski kelamaan semakin rusak]. Awalnya memang merasa kok saya aneh ya daripada manusia lainnya. Hingga bertemu teman-teman alien lainnya yang juga tersesat dan satu frekuensi. Mereka masih jadi teman dan saya berharap masih terus begitu seterusnya. Bertemu zaman SMA rasanya terlalu lambat. Kadang saya bertanya mengapa kami tidak bertemu lebih awal hingga bisa berteman lebih lama. Dari yang saya baca, teman yang sudah tujuh tahun akan menjadi teman sampai tua kakek-nenek. Tapi khusus untuk pertemanan ALIEND, kami hanya akan jadi nenek-nenek bahagia yang mewariskan keanehan kami sampai ke cucu-cicit. Ya, perkumpulan rahasia para alien di bumi disebut ALIEND dengan D, sebuah akronim indah untuk Amazing Loner till the End. See? 

SMA berakhir, ALIEND berpencar mencari markas baru masing-masing. Ada yang menemukan laki-laki normal dan akhirnya menikah secara mengejutkan. Ada yang lulus pendidikan dan memiliki pekerjaan tapi masih saja gila seperti alien. Satu berada di Ibukota, bekerja mapan dan dapat pasangan juga meski belum ada tanda mau menikah. Satu tetap di kota itu, menemukan laki-laki alien dari spesies yang berbeda dengan tingkat kegilaan yang nyaris cocok. Mereka sebentar lagi menikah. Ya, masing-masing dari mereka menemukan alien lain dan membentuk sekutu baru. Lalu aku? Perjalananku atau bahkan aku sepertinya kali ini sangat berbeda dengan mereka. Aku belum menemukan alien lainnya. Atau mungkin di sini tidak ada alien lainnya. 

Ya, puncak dari nyasar ini saya rasa saat berada di tempat ini. Berada di Bandung, terasa seperti di bulan. Kata Ruth B, "My only friend was the man in the moon. And even sometimes he would go away, too." Kata Billie Joe Armstrong, "My shadow's the only one that walks beside me. My shallow heart's the only thing that's beating." Kampret. Bahkan lawakan di televisi-pun ga bisa membuat saya tersenyum. Mungkin keanehan saya sudah kronis. Saya jadi pengin request lagu Coldplay yang Fix You dengan syarat Takahiro Morita yang menyanyikannya. Akustik dan hanya berdua saja tanpa Toru Yamashita [ahaha, saya oportunis]. Now playing: Kasabuta dari One Ok Rock.

Di sini, isinya orang-orang pintar. Di sini, isinya mereka yang ingin selalu berakselerasi. Di sini, isinya mereka yang ambisius. Di sini, isinya mereka yang belajar dengan passionnya. Tapi di sinilah saya ada. Toh tidak semua orang di sini seperti itu. Tapi mereka yang demikian, sebegitu terangnya sampai menyilaukan. Tentu saja silau dan terang beda jauh. Kalau terang itu, kau bisa melihat semua sudut karena cahaya itu membantumu. Tapi kesilauan hanya membutakan mata. Mengejutkan pupil dan menciptakan gelap yang mungkin seperti black hole.

Saya standar lah, IQ cuma rata-rata.
Saya tidak suka diajak berlari untuk mengejar hal yang tidak saya sukai.
Saya bahkan tidak tahu apa itu definisi ambisius sesungguhnya.
Saya punya passion tapi bukan untuk hal yang saya terjebak kini.
Saya ada.
Saya masih sapiens yang punya kecerdasan. Saya menghargai.
Saya masih punya kaki. Meskipun tidak berlari cepat, saya bisa melangkah.
Saya masih punya rasa ingin tahu. Jadi saya bisa cari tahu kata apapun yang tidak diketahui.
Saya masih hidup untuk lakukan yang menjadi passion. 

Meski bukan di sini. Meski bukan sekarang.

Sekarang, saya hanya mencoba yang terbaik untuk menyelesaikan semua yang tertunda. Membereskan hal-hal mangkrak yang terhenti karena saya hindari. Sama seperti bocah yang memisah-misahkan sayuran yang tidak disukainya di pinggiran piring. Saya sudah tidak bocah lagi. Saya sudah 22 tahun, kemarin. Saya gadis perantauan yang tidak punya kesempatan untuk menyingkirkan makanan dari piring. Karena makanan di sini bayar jadi sayang untuk dibuang.


Kembali ke judul di atas, adalah intro untuk album JinseixBoku= dari One Ok Rock [again]. Sebuah pertanyaan yang bagus dan diiringi aransemen epik dari Toru. Seolah saya kembali disadarkan bahwa setiap homo sapiens pasti punya perannya di dunia ini. Meskipun hanya berperan sebagai si hilang, si tersesat, si mager, si loner, si aneh, si gila dan si idiot. Jadi, pertanyaan, where idiot should go akan menjadi introduction yang epik dari sebuah perjalanan besar nan panjang di koridor ini.

Where I should go?


Bandung rasa di Bulan. Plesiran tapi bukan lagi plesir.
19 Mei 2017

One Ok Rock feat. Avril Lavigne- Listen

Oke, jadi ceritanya, saya habis post lirik One Ok Rock yang Taking Off. Eh, ketagihan dan kebetulan playlist di youtube lagi One Ok Rock yang featuring Avril Lavigne. Jadilah saya post lagu itu juga. Tapi bukan itu poin pentingnya, saya malah baca ke berita-berita hits tentang mbak Avril yang katanya udah meninggal dari tahun 2003. Omaigatt, jahat banget fitnahnya [kalo berita ini bener, kan kasihan Toru]. Bertebaran banyak artikel yang katanya mengungkap teori konspirasi kematian Avril yang katanya sekarang digantikan oleh Melissa Vandella. Bertebaran juga #notmyAvril, kalo gitu saya juga mau buat #saveToru. Udahan ah, malah nge-gosip.


LISTEN

You always call me full of regret
You want me to save you again

All these years the days go by
I’ve seen you fall a million times
Everybody makes mistakes

It feels so hard to watch you hurt
From the pain a lesson learned
This is how you find your way

It feels so hard, I’ve been there too
Sky’s so dark, no way through
Stories only scars can tell

I’ve got so much love for you, my friend
Ride or die until the end
But only you can save yourself

You just have to listen, listen
I hope that you know
Listen, listen
I won’t let you go
I wish I could save you from the pain you’ve been through
And all I can tell you is the best thing to do


You gotta listen, listen (now…)
Listen, listen (now…)
Listen, listen
To your heart

Listen, listen
Listen, listen

Listen, listen hitotsu dake
Listen, listen shinjiyou (I won’t let you go)
Oriyamanai ame nado nai (the pain you’ve been through)
And all I can tell you is the best thing to do
(Best thing to do)

You gotta listen, listen (now…)
Listen, listen (now…)
Listen, listen (now…)
To your heart
Oh…
To your heart
*
Foto sudah lama. Dari kiri ke kanan:
Duo seumuran korban pairing, mbak Avril, adik ipar, korban bully. Ehhehe
Nah, jadi itulah sodara-sodara. Seperti biasa, saya share yang Japanese Version nya. Terima kasih untuk bantuan Furahasekai.net atas lirik japanesenya. Sedikit tentang lagu duet ini. Jadi Listen ini udah masuk Ambitions album trus Taka diajak duet sama mbak Avril. Aha, saya ga bisa membayangkan bagaimana bahagianya Toru sebagai fanboy Avril Lavigne [jelas banget kan fanboy-nya. Rambut aja udah couple-an]. Dan saya juga ga bisa membayangkan perasaan Toru sekarang ini ketika kabar konspirasi mengerikan itu menghantam idolanya. Hehehe, save Toru. Oh tentang Avril Lavigne dan One Ok Rock sepertinya terjalin hubungan yang sangat dekat. Karena Ryota menikahi adik mbak Avril, yaitu Michelle Lavigne [Omedeto Ryota-kun]. Iyaaah, yang paling muda malah nikah duluan saat yang paling tua masih aja kena buli dan yang seumuran kena pairing hot #toruka yang makin hari makin riuh. Selain munculnya mbak Avril, ada juga sumbangan suara dari Mbak Aimer [duh, pairing Taka sama Aimer keren sih]. Udahan ah. 

One Ok Rock- Taking Off

Masih dari One Ok Rock album terbaru. Akhirnya lagu ini masuk playlist Ambitions, intinya lagu Taking Off ini bahkan sudah tenar sebelum kabar new album menyebar. Bisa dibilang ini lagu pertama yang dikenalkan Taka, Toru, Ryota, Tomoya di bawah manajemen baru. Selamat menikmati. Oh yang saya share ini versi Jepang yaa. Untuk yang full Inggris juga banyak kok bertebaran, hehehe. Dan music videonya, ini dari One Ok Rock youtube channel officialnya yang khusus konser di Nagisaen. Kenapa ambil yang ini? Hmm, karena saya lebih suka yang versi Nagisaen daripada versi FBR [hehhe...]



TAKING OFF

*
Stuck in the same routine
Living an empty dream
When am I gonna wake up
Thought we had it right
Now it's an endless night
Where is it gonna take us

Realizing, everything I love is slowly killing me

I know, I know
Were taking off together
Even though we always crash and burn
Tonight you and I will fall from the sky
Drag me all the way to hell
'Cause I'm never let it go

Oto mo tatezu kuzureochita
Shikaikara kieru
Kuruu byoushin
Maki modosu
Torimodosenai nanika ga aru

Realizing, everything I love is slowly killing me

I know, I know
We're taking off together
Even though we always crash and burn
Tonight you and I will fall from the sky
Drag me all the way to hell
'Cause I'm never let it go

I know I know
I'm never gonna let it go
I know I know 
never gonna let it go
I know I know
Drag me all the way to hell 
'Cause I'm never gonna let it go

Don't lie, you know everything you do is killing me

I know i know
We're taking off together
Even though we always
Crash and burn 
Tonight you and I
Will fall from the sky 
Drag me all the way to hell 

We're taking off together
Even though we always
Crash and burn 
Tonight you and I
Will fall from the sky 
Drag me all the way to hell 
'Cause I'm never gonna let it go

I know I know
I'm never gonna let it go
I know I know 
Never gonna let it go
I know I know
Drag me all the way to hell 
'Cause I'm never gonna let it go

Kamis, 18 Mei 2017

ME #3: MIRIP ONTA

Titip kecup manja buat pembaca.
Dari si bibir seksi kaya onta.
Jiahahaha
Aku mirip onta...

Hah? Apanya? Bagian apa dariku yang mirip onta? Bahkan mukanya mirip Arab juga tidak. Bukan fisik ke-araban atau ke-ontaan ya kawan. Tapi lebih ke karakteristiknya. Onta bisa menahan minum selama beberapa hari dalam perjalanan jauh. Sedangkan aku bisa tidak minum seharian, bahkan bisa tidak makan nasi dari pagi sampai sore dan beraktivitas biasa. Kalo mamaku tahu, pasti kena omel. Kemageranku sudah sampai pada tahap kronis tidak tertolong lagi. Kalo di rumah sih masih mending karena mama dan bapa siap dan selalu bawel mengingatkan untuk makan tiga kali sehari dan minum air putih yang banyak. Terutama bapa yang getol mengingatkan untuk sering minum air putih. Bapa pernah sakit batu ginjal, kata dokter karena jarang minum. Mungkin beliau mencegahku mengalami hal yang sama, so sweet. Hmm bapake memang tsundere paling sugoi, hehehe.

Berhubung selama nyaris empat tahun ini aku jauh dari rumah. Ngekost sendiri dan bukan di tanah airnya [bukan luar negeri loh]. Maksudku di sini tanahnya sewa, airnya beli. Kebutuhan air minum pilihannya antara beli dalam kemasan botol atau langganan galon. Dulu sih pas anak-anak kost masih rame belum pada wisuda dan pulang atau kerja masing-masing, kita patungan langganan galon ori. Delapan belas ribu per galon. Sekarang mahasiswanya sudah wisuda semua, cuma tinggal si mahasisa ini. Langganan galon jadi mager, alhasil beli air minum botol 1.5 liter. Bagi beberapa orang atau mungkin bagi kebanyakan orang, air sebanyak itu hanya cukup untuk sehari. Maka buatku bisa buat berhari-hari, biasanya sampai dua-tiga bahkan empat hari. Sungguh. 

Bener-bener onta sih. Paling minum cuma pas bangun tidur, setelah makan, pas haus parah [ini jarang], pas mau tidur. Sudah, itu saja. Woii beli air juga mahal dan boros kalo dipikir dan dihitung sih. Satu botol air mineral isi 1.5 liter merk v*t sekitar lima ribuan. Coba kalo sebotol hanya untuk sehari. Lima ribu kali tiga puluh hari. Nahloh, sudah habis seratus lima puluh untuk air minum. Eh, ga besar juga sih. Tapi ya lumayan kalo bisa dipakai buat yang lain [dasar anak kost]. Tapi setelah ditelusuri, harga air mineral 1.5 liter dengan merek yang sama bisa berbeda-beda di tiap warung loh. Mungkin karena jiwa penjelajahku, akhirnya aku menemukan kesimpulan ini dari tiga sampel warung ring satu dari kostan;

1. Warung Bapak ramah Ibu jutek rp.5000
2. Warung Bapak nonton tivi rp.4500
3. Warung Aa         rp.3500 [wow]

Tapi beli air bukan satu-satunya pilihan sih. Toh dulu sebelum langganan galon, aku biasa ngangkut air dari kampus. Ya, di tiap lantai gedung kuliahku ada galon air yang selalu diisi, air galonnya ori lagi bukan isi ulang. Nah saat itu aku rajin bawa botol minum kosong supaya bisa refill sampai full. Selalu begitu. Kecuali kalo kehabisan, karena pemburu refill galon ga cuma satu hehehe. Selain di kampus, refill di Salman juga sudah biasa. Cuma kalo di Salman rada ngantri karena yang refill bukan mahasiswa satu jurusan saja. Mahasiswa satu kampus bisa free refill di situ. Belum lagi pengunjung lain yang pengin refill juga. Untuk sekarang aku masih stok dari warung Aa sih. Tapi mungkin akan segera mulai misi ngangkut air minum, dimulai dari cuci botol air jumbo punyaku. Hahaha kalo bawa tempat minum itu berasa anak ITB banget. Kan ada yang bawa botol airnya segede jerigen [ga ding, bercanda tapi seriusan ada].

Jadi, bukannya ga mau mengeluarkan duit untuk beli air. Bukan berarti pelit ya, cuma ya kalo ga terbiasa kan harus dan perlu waktu untuk membiasakan diri. Tapi kalo dipikir-pikir, pelit juga sih. Plis, jangan salahkan kepelitan itu. Salahkan saja sisi mager dalam diriku yang mendominasi, hahaha. Nanti juga terbiasa kok, akan kukabari kalo aku berhasil meningkatkan intensitas minum air putih. Intinya, sama seperti onta. Kalo ada air aku pasti minum, tapi kalo ga ada ya mager buat nyari dan tahan minum. Hehehe, bukan begitu lah. Sip, bapa, aku pasti minum yang banyak kok. Misi bulan ini adalah menjadi PDAM untuk diri sendiri.

P.S: padahal kostanku deket PDAM kota. Tepat di depan gapura, hehe.

3BLOOD KEPING 30 [END]

Iya judulnya ga salah kok. Ini memang episode terakhir dari cerbung ini. Hmm, setelah saya baca keseluruhan ternyata masih terlalu rasa romance daripada misteri dan fantasinya. Ya jadi daripada semakin ngelantur, saya akhiri saja. Yaaaah.

Eits, jangan bersedih dulu. Episode ini ekstra satu halaman panjangnya. Seiring berakhirnya cerita ini, saya udah mulai menuliskan lanjutannya kok. Nyaris setiap hari pikiran saya ada di Viga buat mencari misteri-misteri yang twist-nya sudah tersebar di season satu. Hehehe berasa ga ada kerjaan, salah besar loh. Saya banyak pikiran tentang project novel romance baru dan catatan akhir kuliah [final defense juga] [wisuda juga] [emaak, pengen pake toga di sabuga] [amin]. Ups curhat malah. Okelah, intinya saya akhiri season satu ini untuk kembali dengan season dua yang lebih mengejutkan dengan action-nya. Selamat membaca episode terakhir...
***

3BLOOD SEASON 1: HINT
END
Setelah berkendara hampir setengah jam dari kota, kami akhirnya sampai di tempat Leil berada. Yap, segera setelah aku tahu bahwa Leil dipenjara, aku mendatangi rumah tahanan di kota. Namun, Leil sudah dipindahkan ke pusat rehabilitasi kejiwaan. Sebuah penjara yang diawasi langsung oleh psikiater dan dokter jiwa. Aku masih tak mengerti mengapa Leil dipindahkan ke tempat semacam itu. Bahkan ayahnya juga mungkin tidak tahu. Polisi itu memberi isyarat bahwa aku harus keluar dari mobilnya. Ia juga segera mengembalikan kartu pengenalku. Kulangkahkan kaki menapaki tanah tandus kerontang. Benarkah Leil berada di sini?

“Apa yang membuatmu ragu, ayo masuklah. Aku akan bicara dengan pengawasnya.”

“Terima kasih,” kataku datar.

Bangunan tua menjulang di hadapanku, bahkan lebih suram dari aura rumah yang kutinggali. Mustahil tempat ini digunakan oleh manusia. Aku tak bisa membayangkan apa yang Leil rasakan saat berada di dalamnya. Buruknya lagi, aku yang melemparnya ke dalam sana. Di bagian dalam juga tak jauh berbeda, bahkann semak liar tumbuh di taman dekat meja resepsionis yang sekarang kosong. Seorang pria berseragam biru datang dari koridor jauh sambil menyorot kami dengan senternya.

“Hey, ini aku Steve,” kata si polisi dan penjaga itu langsung meredupkan senternya. Ia menghampiri pria bernama Steve dengan tergopoh-gopoh. Yah, dengan postur tubuh gemuknya itu, mana mungkin ia bisa bergerak cepat. Aku ragu apakah ia benar-benar penjaga dengan gerakan selamban itu?

“Apa kabar teman lama?” sambutnya.

“Kau sendiri masih setia dengan tempat usang ini?” balas Steve lalu mereka berdua tertawa bersama. Astaga jangan sampai reuni ini membuatku terlupakan. Aku segera berdehem dan Steve kembali ke jalurnya.

“Kau tahu dimana si psikiater itu? Kudengar dia selalu di tempat ini sepanjang hari.”

“Oh, nona Miaranda. Tentu, akan kuantar kau ke ruangannya. Tapi, untuk apa kau menemuinya. Kau ada masalah kejiwaan?” ledek si pria gendut.

“Tidak. Bukan aku, tapi pemuda ini. Kau bawa saja dia ke ruangannya, aku akan kembali ke mobil.”

“Kau boleh langsung kembali ke kantormu, Steve.”

“Oh dengan senang hati. Berjuanglah Romeo, aku senang bisa membantumu. Selamat malam, Joe.”

Steve melambaikan tangan sebelum akhirnya pergi. Kini aku berada tepat di belakang Joe si siput, jika aku boleh menyebutnya begitu. Ia terus mengoceh sepanjang perjalanan dan sesekali melemparkan lawakannya padaku. Tapi aku hanya menanggapinya dengan senyuman datar. Selama melintasi lorong panjang ini yang kulihat hanya koridor suram yang terlihat menyengsarakan.

“Siapa saja yang berada di sini, Joe?”

“Eh, kau belum tahu. Kukira kau datang kemari karena sudah tau tempat macam apa ini. Kau adalah orang ketiga yang datang ke tempat ini di bulan ini. Aku takut mereka melupakan tempat ini. Tapi tak apa, selama mereka tidak melupakan gaji bulananku,” oceh Joe panjang lebar. Ia masih terus mengoceh sementara tanganku sudah berada di kerah kemejanya.

“Aku tidak ingin mendengar ocehanmu itu. Jawab saja apa yang kutanyakan!”

“Tidak perlu serius seperti itu. Kau membuatnya takut,” sahut seseorang dari ujung koridor.”

“Nona Miaranda,” sapa Joe dengan suara bergetar. Aku segera melepaskannya dan membawa diriku semakin mendekati sosok wanita itu. Parasnya cantik, dengan rambut pirang ikal yang terurai. Tapi wajahnya cukup pucat jika ia baru saja bangun tidur. Kutatap lekat bola matanya dan kutemukan sesuatu yang mengejutkan.

“Ayo bicara di ruanganku,” ajaknya.

“Terima kasih sudah mengantarnya, Joe. Kerja yang bagus,” katanya pada Joe. Kulihat pria itu masih gemetar, ia segera meninggalkanku. Aku duduk di sebuah sofa yang ada di ruangan Miaranda. Tapi ia menghilang dari hadapanku, dia masih terlalu sibuk menyiapkan gelas dan sesuatu yang tercium memuakkan.

“Jadi siapa namamu dan mengapa kau datang?” tanyanya kemudian. Aku belum melihatnya lagi, tapi aku tahu pasti bahwa ia ada tepat di belakangku.

“Kau bukan manusia,” sergahku. 

Akhirnya dia muncul di hadapanku dan menuangkan air putih dalam gelasku. Tak lama kemudian ia menjatuhkan dua butir pil dan air dalam gelas berubah kemerahan. Darah sintetis, jadi aroma itu yang kucium sebelumnya. Aku tak terkejut saat ia menyuguhkan minuman itu untukku. Dia juga sudah mengetahui kalau aku bukan manusia.

“Selamat menikmati,” katanya santai. Ia duduk dan menenggak gelasnya.

“Aku tak pernah bisa menikmati darah sintetis. Itu penemuan yang menjijikan,” kataku sinis.

“Wow, ternyata kau tipe yang agresif yah. Aku suka vampir yang agresif. Aku mencium aroma yang berbeda darimu, apa kau vampir baru?”

“Hentikan perbincangan mengenai ini. Aku datang hanya untuk Leil Grazdien. Aku akan membawanya pergi dari tempat ini.”

“Tunggu dulu, jadi gadis itu. Kau mengenalnya?”

“Dia bersamaku.”

“Jadi vampir yang membunuh kekasihnya adalah kau? Sekarang kau mengatakan bahwa kau bersamanya?”

“Dimana dia?”

“Darahnya sangat manis, aku suka dia berada di tempat ini. Pasti sangat mengerikan baginya melihat kekasih tercinta terbunuh di depan mata oleh makhluk mengerikan sepertimu.”

“Mereka bukan sepasang kekasih.”

“Itu bahkan menjadikannya lebih malang.”
Entah apa yang merasukiku, emosi kembali memuncak. Aku menghantamkan tubuh kecilnya ke dinding dan kini lenganku tengah menekan lehernya.

“Aku tahu ini tak akan membunuhmu atau membuatmu berteriak kesakitan. Setidaknya ini membuatmu sadar bahwa aku tak butuh ocehanmu itu! Dimana dia!”

“Kau dan aku sama-sama dalam keadaan yang tak baik, bukan?” bisik Miaranda sambil menatap tajam ke arah lengan kiiku. Sialan, dia jeli juga. “Jadi untuk apa saling menghajar. Emosimu sangat berlebihan, terlalu kekanakan dan tidak stabil. Apa kau anak baru?” lanjutnya.

“Dimana dia?” geramku lagi. Miaranda hanya tersenyum sinis.

“Kau akan melepaskanku?” Perlahan aku mulai melepaskannya. Logika kembali masuk dalam kepalaku. Apa yang terjadi denganku?

“Maafkan aku,” kataku kemudian. 

Ia melemparkan sebuah selimut tebal tepat ke arahku. Aku menangkapnya sebelum benda itu mendarat di wajahku. Miaranda mengambil anak kunci dari lemari dan segera keluar dari ruangan. Ia bahkan mengunci ruangannya, mungkin ia takut ada yang melihat ruangannya yang porak poranda karena aksiku. Aku mengekorinya kembali melintasi lorong yang lebih gelap. Lampu yang menyala hanya beberapa buah setiap sepuluh meter. Jarak yang terlalu jauh untuk penglihatan manusia. Tapi menyadari bahwa Miaranda bukanlah manusia, maka aku tak heran untuk itu.

“Dia sangat menggiurkan. Banyak yang mengincarnya sewaktu berada di kantor polisi. Karena itulah aku membuat surat rekomendasi agar dia berada dalam pengawasanku.”

“Itu karena aku lalai melindunginya.”

“Kau benar-benar bersamanya?” aku hanya mengangguk.

“Baiklah. Tempat ini sebenarnya perlindungan yang paling aman dari para vampir, terutama karena aku yang menjaganya. Tapi malam ini ada beberapa vampir yang berhasil menyusup dan hendak mencurinya dariku. Kupertaruhkan semuanya untuk mengusir mereka.”

Pantas saja ia terlihat sangat pucat dan lelah. Ternyata ia baru saja bertarung. Itu cukup menjelaskan mengapa dia meminum darah sintetis meskipun rasanya memuakkan. Ia perlu banyak energi untuk pulih dan berjaga semalaman.

“Untuk apa kau bekerja di tempat seperti ini?”

“Entahlah, aku hanya pernah gagal menjaga pria yang kucintai. Jadi aku menghukum diriku di sini. Menjaga manusia lemah lainnya. Bagaimana denganmu?”

“Maksudmu?”

“Untuk apa kau datang ke tempat seperti ini dan menemui seorang gadis yang bahkan takut dengan keberadaanmu?”

“Entahlah, mungkin sedikit mirip denganmu. Aku gagal menjaganya dari pria yang dia cintai. Pria itu, Joshua Franklin, tak sebaik yang Leil tahu. Sialnya, aku bahkan tak bisa membuktikan hal itu.”

“Kau penjahatnya disini.”

“Yap. Aku penjahatnya. Dan berharap ada pintu maaf yang terbuka. Sepertinya ini malam yang tepat untuk memohon pengampunan.”

“Selamat berjuang.”
***
Cihuy bonus fresh from the oven.
Bener-bener baru buat beberapa puluh menit lalu.

LEIL
“Aku melihatmu,” bisikku.

Aku tahu ini berlebihan, tapi aku melihatnya. Aku melihat Pierre dengan mata indahnya meski mataku terpejam dalam gelap. Aku merasakan kehadirannya, meski aku tak bisa mendengar ungkapan hatinya. Tapi aku tak tahu mengapa dia membisu di sana. Tidakkah dia memiliki hal yang ingin diungkapkan? Sesuatu yang membawanya ke tempat hina ini. Aku terus bertanya, apa ia datang hanya untuk memandangi punggungku dan terpaku dalam kegelapan?

“Ah kau masih saja diam.”

Aku bangkit. Duduk menghadap tembok dengan temaram cahaya. Aku hanya melihat bayangannya tepat di belakangku, di balik jeruji. Apa yang dia lakukan? Membisu untuk melihatku yang menyedihkan ini? Kudengar suara gemerincing kunci. Ia membuka sel.

“Maafkan aku,” jawab Piere singkat mengakhiri kebisuan. Pierre melapisi tubuhku dengan selimut yang begitu hangat.

“Apa maafmu bisa mengembalikan Nyonya Franklin ataupun Jossie?”

“Aku tahu. Maaf bukanlah sesuatu yang bisa membayar kecewamu dan menebus semua salahku. Aku punya sesuatu untukmu. Mungkin hal ini bisa membantumu memaafkanku.”

“Apa ini tawar menawar?”

“Hanya hadiah ulang tahun. Apa aku yang terakhir mengucapkan selamat ulang tahun untukmu?”

“Kau benar, ini hari ulang tahunku. Di hari ini 23 tahun lalu, lahirlah manusia tak tahu apa-apa yang sekarang meringkuk ketakutan. Hari itu aku mengenal dunia, entah apa yang kurasakan. Seharusnya bahagia. Lalu hari ini aku berkenalan dengan dunia dan semakin ketakutan karenanya. Bukankah ini lucu? Kau yang pertama mengucapkan selamat. Tak ada yang datang menemuiku selain kau dan beberapa vampir kelaparan.”

“Malam ini kau bisa melakukan pertukaran jiwa. Aku bisa mengembalikan Jossie untukmu.”

“Yang mati tak akan pernah kembali. Kebohongan apa lagi yang ingin kau sampaikan padaku?”

“Memang bukan menghidupkan kembali Joshua Franklin. Tapi kami bisa menghidupkan memorinya dan menggunakan jiwa seseorang untuk menjadi Joshua Franklin sebelum kematiannya. Kau bahkan tak akan menyadari bahwa Jossie sudah mati.”

“Lalu apa yang kau tawarkan?”

“Hanya perlu mengorbankan satu nyawa untuk membawa kembali Joshua Franklin. Satu nyawa yang menyaksikan kematiannya. Sofia akan merapalkan mantera untuk pertukaran. Sedangkan kau adalah orang yang menginginkan Jossie kembali. Jadi tinggal aku saja yang tersisa dan aku bersedia untuk menukarkan diri untuk memori Jossie.”

“Haruskah seperti itu?”

“Kumohon terimalah penawaranku.”

“Lalu bagaimana denganmu?”

“Aku akan menggantikan Jossie. Aku akan jadi yang mati dan akulah yang dilupakan. Tak ada lagi tumpukan krisan dan tangisan di hari itu. Mungkin semua yang kau ingat hanya kau dan Jossie duduk di bangku rumah sakit dan menyaksikan kematian nyonya Franklin. Selanjutnya akan berlaku normal, bahkan kematianku tak bisa mengganggu kebahagiaanmu.”

Bodoh. Mana mungkin itu menjadi pertukaran yang setimpal? Bagaimana mungkin aku menukarkan nyawa seseorang yang masih ada di dunia ini hanya untuk menjadi tumbal bagi memori yang sudah mati? Bagaimana mungkin aku harus menukar mereka? Bukannya aku tak bahagia jika Jossie kembali, tapi aku juga ingin tetap bersamamu. Apa aku terlalu serakah?

“Leil, kulakukan ini sebagai permintaan maaf. Aku tahu kesalahanku bahkan sudah menggunung. Aku tak tahu lagi bagaimana harus membayarnya.”

“Lalu kau pikir dengan menghilang begitu saja akan melunasi semuanya?”

“Kau sampai seperti ini karena kau mencintai Jossie.”

Bodoh. Aku memang mengagumi Jossie. Sebagai seorang perempuan, aku juga punya impian ingin seperti Cinderella. Bertemu pangeran dan menikahinya untuk hidup bahagia. Tapi semakin aku dekat dengan Jossie, aku semakin menyadari bahwa aku menjadi gadis tak tahu diri. Aku semakin menyadari tempatku. Bahkan aku masih jauh di bawah standar Cinderella. 

“Juga karena aku membunuhnya,” lanjut Pierre.

Bodoh. Aku merasa bersalah pada Jossie karena aku belum bisa melunasi hutang budi pada keluarganya. Apalagi setelah ia kehilangan ibunya. Aku semakin bersalah. Saat aku melihatnya harus pergi juga, aku seperti tenggelam dalam lautan dosa pada keluarga Franklin. Karena yang membunuh Jossie telah menjadi pria yang kucintai.

“Pierre,” gumamku.

“Kumohon terimalah penawaranku.”

“Kau melupakanku. Aku akan menangisi kepergianmu.”

“Tidak. Jossie akan senantiasa berada di sampingmu. Jossie akan menghapus air matamu. Jossie akan membuatmu bahagia. Jossie akan membantumu melupakanku. Jossie akan…”

“Jossie sudah mati,” potongku.

“Leil?”

Bodoh. Bodoh. Bodoh. Pierre bodoh. Aku berbalik untuk menatap mata turquoise indah yang begitu kurindukan. Masih sama seperti terakhir aku melihatnya. Masih indah dan memenjaraku dalam keindahan itu. Haruskah aku yang mengatakannya padamu?”

“Aku bukannya tak mencintai Jossie, aku merasa tidak pantas untuknya. Aku hanya merasa bersalah. Aku hanya bersimpati pada kehilangannya. Karena dialah yang tahu persis apa yang kurasakan dulu ketika pertama kehilangan. Aku terlalu banyak berhutang budi padanya. Aku menyesali kematiannya untuk hal itu. Karena aku tak punya kesempatan untuk membalasnya.”

“Aku akan memberimu kesempatan itu.”

“Pierre, apa benar kau ingin membayar kesalahanmu?”

“Aku tak akan ragu lagi jika kau yang mengatakannya langsung. Akan kulakukan apapun. Kumohon terimalah.”

“Hiduplah.” Pierre terkejut mendengar kalimatku.

“Tentang Jossie, kau tak perlu berpura-pura lagi. Kau juga pasti sudah mengetahuinya kan? Tentang Joshua Franklin yang kita kenal dan Joshua Franklin yang sebenarnya.”

“Dia tak sebaik itu,” gumam Pierre. Aku mendengar adanya muatan kecewa saat dia mengatakannya.

“Aku tahu. Dia menjadikanku bahan pertaruhan. Aku mendengarnya sendiri saat kami berada di Rumah Sakit. Lalu aku mempertimbangkan kalimatmu dulu. Bahwa Jossie yang lemah lembut sampai menikam orang asing sepertimu.”

“Leil,”

“Aku hanya jadi bahan pertaruhannya,” kataku sambil menyeka air mata. Ya, entah mengapa terasa perih mengingatnya. Kebaikan Jossie yang semu juga tak ada kesempatan untuk bertanya langsung padanya. Ia pasti punya alasan mengapa melakukan hal ini.

“Jujur, aku tak ingin berkorban untuk Joshua Franklin. Aku bahkan tak ingin dia kembali padamu.”

“Baguslah. Berarti kau bisa memenuhi permintaanku bukan?”

“Aku tak ingin menyerahkanmu pada siapapun. Aku menginginkanmu, Leil. Bolehkah begitu?”

“Tak apa.”

Aku juga menginginkanmu. Bodoh.

“Aku mencintaimu, Leil.”

Aku juga mencintaimu. Bodoh.

“Bodoh,” kataku. Pierre tersenyum kecut.

“Ya, bodoh memang. Terlalu beresiko mengatakan ini padamu. Mencintai seorang gadis manusia akan mengundang bencana besar. Hubungan semacam ini hanya akan merugikanmu.”

“Aku siap melewati bencana apapun yang datang nantinya,” kataku.

“Bodoh.”

“Ya, aku memang bodoh. Aku mau mengambil resiko apapun asal aku bisa bersamamu. Sungguh bodoh.”

“Aku bahkan tidak tahu jati diriku. Sofia mengatakan bahwa ada tiga darah dalam diriku. Mereka semua saling lawan untuk menjadi yang paling dominan. Aku sendiri tak tahu mana yang lebih unggul. Aku mungkin saja bisa menjadi manusia. Tapi aku juga bisa menjadi werewolf dominan atau bahkan menjadi vampir dominan.”

“Aku akan membantumu menemukan jawabnya.”

“Saat satu darah dominan terbentuk…”

“Aku akan bersamamu,” potongku cepat.

“Leil…”

“Aku juga mencintaimu, Pierre.”

“Aku ingin tetap bersamamu, tuan dari tiga darah.”

“Bodoh,” gumam Pierre.

Aku tenggelam dalam peluk eratnya. Entahlah. Tak ada hal lain yang kupikirkan saat ini. Aku benar-benar tidak peduli dengan semua resiko di masa depan. Asalkan aku bisa mempertahankan Pierre saat ini, aku juga pasti bisa mempertahankannya. Selama mungkin. Aku ingin tetap bersamanya selama mungkin. Aku tak peduli jika ada tiga darah dalam dirinya. Apapun nanti yang dominan, aku tetap mencintainya. Selama ia masih bisa bertahan menjadi Pierre yang kucintai juga. Aku ingin dia menyadari bahwa ia tak bertarung sendiri. Bahwa aku juga ada di sini untuknya. 

Aku siap menemaninya memerangi musuh-musuh dalam dirinya. Karena dialah pria yang menguatkanku untuk melawan ketakutan dalam diri.



-END.
Sampai jumpa season berikutnya yaa. Jangan kangen ke saya [uhuk]. Saya tetep posting kok.
Season dua lancut secepatnya. Mungkin setelah urusan akademik beres. Doakan saya untuk segera kembali ke Viga. Saya terjebak macet wisuda di dunia nyata, ehehehe.