Laman

Pages - Menu

Senin, 29 Juni 2015

[Fiksi-Fantasi] 3BLOOD KEPING 2


Wah, maaf telat nih. Harusnya terbit setiap hari Minggu. Tapi tak apa. Gimana kemarin perkenalannya dengan Leil Grazdien? Atau udah ada yang langsung kepincut dengan pesona Jossie? Lumayan nih buat dijadiin calon, #ehm (berdehem untuk diri sendiri). Oke buat yang penasaran dengan kelanjutan cerita Leil tentang Jossie yang romantis, atau mungkin yang penasaran dengan perasaan Jossie yang sebenarnya. Ini dia lanjutannya. Jangan lupa cangkir kopinya disiapkan menjelang buka puasa juga nih. Selamat menikmati...
***

LEIL
Kebahagiaan masih melingkupi hati. Bahkan aku seolah tak bisa mencabut senyum dari wajah dan June mulai menyikutku untuk menghentikan kegilaan ini. Mungkin terlihat berlebihan sih, tapi menurutku ini wajar, karena baru kali ini ada pria yang mengundangku untuk pergi bersama. Apalagi mengikut sertakan orang tua kami.

"Hentikan senyum itu, kau membuatku terlihat seolah mengantarkan orang gila pulang ke rumahnya," kata June sewot.

"Biarkan saja. Kau fokuslah pada jalanan, aku tak mau besok harus membatalkan janji dengan Jossie karena harus menginap di klinik." June terlibat berpikir keras mencerna kalimatku. Astaga apa sesulit itu memahaminya?

"Sial," umpatnya kemudian. Mungkin dia sudah menemukan apa pesan yang kusembunyikan dalam kalimat itu. Sementara senyumku masih juga belum pudar.

Mobil June berhenti tepan di jalanan depan pagar rumahku. Setelah aku turun, ia bergegas pulang padahal aku sudah mencoba menahannya untuk mampir. Kulihat ayah tengah sibuk dengan koran sorenya ditemani sebuah gelas besar. Aku berani bertaruh kalau gelasnya itu berisi kopi. Aku langsung memeluk ayah dan ia hanya diam dipenuhi tanda tanya. Ia pasrah ketika menjadi tempatku bergelayut hingga ia menyerah. Ayah meletakkan koran yang tengah dibaca untuk menyambut pelukanku.

"Apa hari ini toko ramai dan kau dapat bonus dari June?" tanya ayah, aku hanya menggeleng.

"Apa seseorang mengajakmu makan gratis hingga kau pulang selarut ini?" tanya ayah yang masih saja penasaran. Akupun menggeleng lagi.

"Joshua Franklin mengundang kita untuk memancing bersama besok pagi. Apa ayah bisa datang?" kataku kemudian. Masih dengan bebungaan yang seolah mekar dan berterbangan di sekelilingku.

"Tentu saja. Dengan senang hati ayah akan memenuhi undangannya."

"Aku sayang ayah."

"Ayah juga sayang kamu."

Hatiku berbunga-bunga, rasanya seperti semua mawar, azalea, daisy, krisan, aster bahkan lily mekar di sini. Saat aku hendak memasuki kamar, ayah memanggil dan kalimatnya menghentikan langkahku.

"Ada yang mengirimkan bunga hari ini. Lihatlah, aku menaruhnya di ruang makan. Kupikir tadinya salah rumah, tapi ternyata benar. Bunga itu untukmu, Leil."

Aku bergegas menuju ruang makan dan kutemui sekeranjang mawar merah dengan kertas pink beraroma mawar yang tergantung di salah satu tangkainya. Astaga! Mimpikah ini, Leil? Berkali-kali kutepuk pipiku sendiri untuk menyadarkan jika ini hanya mimpi. Jika aku tidak pikun, keranjang itu adalah mawar yang tadi dipesan Jossie. Aku langsung menyambar kertas pesan itu dan membacanya.

Terima kasih atas kesediaanmu menerima undangannku. Kutunggu kalian di dermaga Easter jam 8 pagi. Mawar-mawar ini mungkin tak cukup untuk mewakili keindahanmu, Leil. Tapi mereka mewakili ketulusanku.
-Jossie-

Aku berteriak histeris karena meleleh dibuatnya. Ternyata Jossie sangat romantis dan semua teman-temanku tidak salah menilainya. Aku sangat beruntung! Kini kakiku berekspresi ekstrem dan membuatku tak berhenti melompat bahagia. Semakin lama semakin tinggi saja dan aku merasa terbang. Tiba-tiba ayah masuk dengan wajah bingungnya. Langsung kusembunyikan kertas pink itu.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Memastikan bahwa hari ini bukan mimpi. Selamat malam, ayah."

"Malam, sayang. Bersihkan dirimu dan tidurlah yang nyenyak dalam mimpi indah. Karena besok kita akan mengangkat tuna." Ayah terkekeh lalu mencium keningku penuh kehangatan.
***
Bonus: Kepingan kali ini bukan karakter. Hmm, saya harus lebih persiapkan untuk ilustrasi sepertinya. Btw, selamat menikmati

JOSSIE
Kupenuhi gelas di tangan dan segera kosong dalam satu tegukan. Setidaknya aliran wine itu mampu membuatku tenang untuk sejenak. Bagaimana bisa aku menghilangkan semua perasaan aneh dalam diriku saat ini? Semua tekanan itu membuatku muak.

Aku baru saja menghembaskan tubuh di atas sofa ruang kerja saat pintu terbuka dan seorang asisten masuk. Ia membawa beberapa lembar kertas dalam map. Segera ia menuju ke arahku dan mungkin segera melapor seperti biasanya. Dan benar saja.

"Tuan Joshua Franklin, beberapa klien dan pemegang saham meminta anda mengadakan pertemuan."

"Baiklah, katakan pada mereka bahwa aku akan mengadakan rapat besar untuk evaluasi bulanan, tapi tidak dalam minggu ini."

"Tapi mereka mendesak untuk secepatnya."

"Secepatnya! Apa mereka ingin keluar dari konsorsium perusahaanku secepatnya juga! Katakan itu pula pada mereka."

"Baik, tuan." Orang-orang semakin sulit saja untuk diatur. Mereka pikir waktuku hanya milik mereka? Enak saja. Deringan telepon mengusik gerutuanku. Segera kusambar teleponnya.

"Halo?" jawabku sewot sembari memberi isyarat pergi bagi asisten menyebalkan itu. Ia segera meninggalkan ruangan dan aku kembali menuang minuman dalam gelas.

"Dari suaramu, kau tampak frustasi Josh. Apa kau mulai tak yakin dengan janjimu padaku? Waktumu tinggal sedikit lagi untuk mendapatkannya atau kau akan kehilangan segalanya. Kuharap kau masih ingat dengan pertaruhan besar itu."

"Aku pasti mendapatkannya. Dia akan kudapatkan dan kita lihat saja siapa yang akan tertawa di akhir cerita. Dari awal kau sudah digariskan untuk kalah dan selalu akulah pemenangnya."

"Gadis itu berbeda dari gadis lainnya karena itulah aku berani bertaruh denganmu, Josh. Tidakkah dia gadis yang malang jika tahu tentang hal ini?"

"DIAM."

Tuut... tuuut...tuut

Sial! Dia terus mendesakku. Apa yang sebenarnya terjadi dengan semua orang!



(Bersambung...)

Minggu, 21 Juni 2015

[Fiksi-Fantasi] 3BLOOD KEPING 1


Ini dia yang ditunggu dan dinanti (semoga), setelah launching pengumuman tentang fiksi fantasi di blog ini. Sebenarnya cerita ini sudah lama tersimpan, hanya saja baru kali ini saya merasa siap untuk mempublikasikannya. Berhubung pasar untuk novel fantasi sangat langka, jadi saya pikir lebih baik berbagi cerita dengan cara ini. 

Seperti yang saya tuliskan di postingan  sebelumnya, cerita ini merupakan cerita bersambung dengan genre fiksi fantasi yang memadukan kisah mistis modern yang memang bukan asli Indonesia. Jadi, sudah siap cangkir kopinya? Oh iya, postingan ini akan memadukan hobi nulis dan gambar saya loh. Jadi nantikan saja di bagian pertengahan tulisan untuk dapatkan sketsa ilustrasi tentang cerita. Selamat menikmati...

P.S: Ilustrasi coretan tangan hanya optional, jika ada waktu dan mood untuk menggambar.



LEIL
Halo, apakah ini pertama kalinya kita bertemu? Baiklah, akan kumulai dengan perkenalan. Namaku Leil Grazdien, umurku nyaris dua puluh lima tahun dan aku masih single. Ya, aku tahu, memberitahukan status single memang terasa menyedihkan. Toh siapa yang peduli. Benar 'kan?

Aku lahir, tinggal dan bekerja di sebuah kota kecil bernama Viga. Jangan harap kau akan menemukannya di atlas dunia, bahkan luasnya terlalu kecil untuk mampir sebagai sebuah titik dalam buku ajaib itu. Aku bekerja sebagai florist di toko temanku. Jika kau tanya apa aku sedang santai, maka kujawab tidak. Aku sangat sibuk hari ini dan aku tengah memperkenalkan diriku sambil menguncir rambut. Sambil terus memelototi beberapa helai rambut bandel yang tak mau merapatkan diri dalam kunciran.

Dering telepon membuatku buru-buru menuntaskan urusan dengan rambut bandel. Kuncir ekor kuda segera terbentuk meski sedikit acak-acakan karena tangan lebih memilih untuk segera mengangkat telepon daripada membenarkan kunciran.

"Halo, La Beau Florist," sapaku dengan kalimat khas untuk menyambut pelanggan.

"Halo Leil. aku pesan buket Lily untuk pernikahanku esok," seru suara di ujung telepon. Aku tahu siapa yang menelpon- kupikir. Kami memang memiliki  beberapa pelanggan setia yang bahkan sudah saling kenal sejak SMA.

"Tentu. Akan kupilihkan yang terbaik untukmu. Semoga kalian bahagia, Keane," kataku menutup percakapan sambil menulis memo tentang pesanannya.

Seperti yang kukatakan tadi, aku bahkan tak perlu menanyakan nama dan alamat bunga itu akan dikirim. Kali ini Keane yang memesan bunga untuk pernikahannya. Sebenarnya aku tahu bukan karena aku sangat hafal apalagi cenayang. Undangan pernikahannya ada di atas meja kasir, jadi sangat mudah ditebak bukan? Apalagi dia adalah tetangga dan teman bermainku. Kalau dipikir-pikir, sekarang aku kehilangan satu lagi teman bermain. Kemarin Linda dan Sarah, sekarang Keane. Siapa lagi yang bisa kuajak jalan-jalan jika mereka semua mulai sibuk mengurus rumah tangga dan anak-anaknya.

"Aku pulang," sapa June, bosku. Ia baru saja kembali dari mengantarkan paket bunga sekaligus menghadiri pernikahan temannya.

June melirik ke arahku dengan tatapan mata yang aneh untuk jangka waktu yang cukup lama. Hingga terasa aneh dan akhirnya tawa pecah memenuhi ruang kecil toko kami. Viga memang kota kecil di kaki pegunungan dengan udara yang cukup bersahabat untuk menanam bermacam bunga. June memulai bisnis ini sejak lulus SMA. Toko saat ini juga lumayan sempit namun aku bahagia bekerja di sini karena ada satu keistimewaan yang tak dimiliki toko bunga lainnya. Kami tidak menerima pesanan bunga untuk acara pemakaman maupun prosesi duka cita. Jadi, kami berharap kebahagiaan selalu terpancar. Aku mulai merangkai beberapa Lily segar menjadi buket indah. Yang kutahu, buket untuk pernikahan harusnya menjadi lambang kebahagiaan dan kesucian. Aku akan bersungguh-sungguh memberi Keane yang terbaik.

"Kapan kau menikah? Kau sudah cukup dewasa untuk menikah," celetuk June. Kuberitahu ya, dia hebat dalam dua hal; menebak dan meledek.

"Kau sendiri kapan punya anak? Menikah sudah lama tapi tak juga punya momongan," balasku.

"Sialan, beraninya kau meledekku. Akan kuhajar kau," kata June sambil melemparkan beberapa tangkai Lily.

Aku langsung bersin-bersin ketika serbuk sari Lily menerobos rongga hidung. Dia tahu aku kurang bersahabat dengan serbuk bunga. Tawa June membahana melihatku berjingkat menghindari bunga yang ia lempar. June adalah kakak kelasku di SMA dulu. Ia sudah tiga tahun menikah, tapi mereka belum juga punya anak karena kesibukan suaminya yang tergabung dalam tim eksplorasi minyak di Timur Tengah. Gemerincing lonceng toko terdengar nyaring seiring terbukanya pintu. Kami segera menghentikan 'perang' dan senyum manis otomatis terpasang.

"Selamat datang," seruku dan June bersamaan.

"Jossie," sapaku setelah tahu ternyata yang memasuki toko adalah Joshua Franklin alias Jossie, teman sekelasku di SMA. June berdehem sambil menyikut lenganku lalu melarikan diri. Membiarkan aku menghadapi pria pirang menjulang ini seorang diri.

"Bunga apa yang kau inginkan, Josh?"

"Seratus tangkai mawar merah segar."

"Tentu."

"Mau menuliskan sesuatu?" tanyaku lagi.

"Tentu," kali ini Jossi membalasnya dengan senyuman menawan.

"June, seratus tangkai mawar merah segar," teriakku pada June di kebun belakang. Lalu kuserahkan secarik kertas pink beraroma mawar dan sebuah pena untuk Jossie. Ia mulai menulis di kertasnya dan aku mencoba mengintip apa yang ia tulis. Ternyata kegiatan spionase ini diketahui June dan ia segera menegurku.

"Leil? goda June sambil melirik tajam dengan tambahan seringai menyeramkan. Jossie jadi mengarahkan fokusnya padaku.

"Akan kurangkai pesananmu," kataku berkilah.

Menyebalkan si June. Seharusnya aku bisa tahu untuk siapa bunga ini dikirim. Setidaknya dengan begitu akan kudapatkan banyak uang tambahan untuk gosip terbaru tentang Jossie. Untuk informasi saja, Jossie adalah putra tunggal keluarga konglomerat yang memiliki ratusan bisnis besar yang tercecer di setiap penjuru kota. Bahkan di luar kota juga. Setelah kematian ayahnya beberapa tahun lalu, kesibukannya sebagai penerus usaha makin menghimpit waktu luangnya. Tapi hal itu tak menyurutkan niat teman-temanku untuk terus memburunya. Berharap dapatkan hati Jossie dan akhirnya mendapat prestige sebagai nyonya muda di kediaman Keluarga Franklin.

Jossie memang flamboyan semenjak di sekolah. Selain karena kekayaan dan kehormatan keluarganya, ia adalah pribadi yang rendah hati nan sederhana. Ia tak pernah membedakan teman dan mengekslusifkan stats sosialnya. Ia juga selalu masuk dalam tiga besar juara kelas. Dia menguntit di posisi ketiga sedangkan aku menduduki posisi kedua. Tapi asal kau tahu saja, itupun karena semua PR nya adalah hasil kerjaku dengan upah sebelas dollar untuk satu mata pelajaran. Lumayan untuk menambah pemasukan bulanan.

"Mawar datang," kataku.

"Semoga gadismu menyukainya Josh," kata June seraya menyerahkan keranjang berisi rangkaian mawar merah segar yang telah kurangkai indah dengan selembar ketas merah muda bergelayut di salah satu tangkai mawar.

"Terima kasih June, ini mawar yang indah," balas Jossie sambil memerhatikan rangkaian mawar. Tapi dia melewatkan tatapanku yang tengah sibuk menikmati senyumnya.

"Leil? Apa besok ayahmu ada di rumah? Aku ingin sekali mengajak kalian berdua memancing bersama."

Ah sialan. Jossie akhirnya tahu aku sedang memerhatikan dan gugup merangkai jawaban.

"Yap. Ayah pasti bisa. Tapi apa itu tak mengganggu pekerjaanmu?"

"Aku mulai bosan dengan tumpukan kertas di meja kerjaku. Lagipula ibu setuju untuk berlibur besok, aku mengajaknya."

Jossie menarik setangkai mawar dari keranjang dan menyerahkannya padaku. Apa yang dia lakukan? Wajahku pasti lebih merah daripada mawar-mawar ini. June hanya menganga seolah kehabisan kata-kata saat menyaksikannya.

"Anggap ini sebagai undangannya."

Aku menerima mawar itu, lalu Jossie mengangkat keranjangnya dan di depan pintu ia kebingungan tak bisa membukanya karena kedua tangan penuh memeluk keranjang. Kususul ia untuk membukakan pintu.

"Terima kasih lagi, Leil. Datanglah, aku menunggu kalian," kata Jossie sambil melempar senyum manis sebelum berlalu dengan mobil sport hitam. June mendekatiku dengan teriak melengkingnya lalu kami melompat girang bersama.

Bonus: Leil bukain pintu buat Jossie dan dapatkan satu dari seratus tangkai mawar. Asikk

"Ini benar-benar hari yang gila!" teriakku lantang.

Aku sangat tak menyangka hal ini terjadi. Selama ini aku hanya mengerjakan PR nya, menatapnya di tengah kerumunan para gadis, mendapat upah darinya, mengawasi untuk dapat gosip tentangnya. Tapi kini, ia mengundangku dan ayah untuk berlibur bersama ibunya. Ini luar biasa.

"Kurasa ia mulai menyukaimu, Leil. Selamat ya, aku berdoa supaya kau benar-benar menjadi nyonya muda Franklin."

"AKU BAHAGIA."

"Tentu kau harus bahagia. Kau dapatkan datu dari seratus tangkai mawarnya dan kesempatan untuk mendapat satu per seratus bagian di hatinya!"


(Bersambung...)




Jumat, 05 Juni 2015

[PROMO] Launching Fiksi Fantasi Series

Hola, seperti yang sudah dijanjikan pada awal Mei lalu dan skip sampai awal Juni lagi. Akhirnya resmi akan dimuat sisa fiksi fantasi yang pernah ditulis secara ultimate ga jelas tapi tetep bisa dimanfaatin sebagai bacaan. Ini anggaplah postingan buat launchingnya. Judulnya 3 Blood dengan  tiga sub judul di bawahnya, Curse, Love and Lust.

Spoilernya nih: fiksi fantasi banget, terlalu ngawang tapi masih nyentuh bumi kok. Dibalut dengan kisah romance yang tak lekang oleh zaman dan beberapa kejutan spesial. Buat yang penasaran, langsung aja ini ada foto buat mengilustrasikan tokoh dan mungkin kalian bisa menebak bagaimana nanti karakternya. Btw, ini gambar tangan sendiri loh.

Jadi, episode pertamanya akan launching mungkin besok hari atau setiap hari Minggu dan satu episode bersambung. Bentuk ceritanya sendiri mirip cerbung gitu. Selamat menanti, hehehe

3 Blood: Curse, Love and Lust